Banda Aceh, MINA – Tiga peneliti meluncurkan Policy Brief untuk panduan kebijakan masa depan Aceh dalam menentukan arah pembangunan terutama pada isu-isu krusial seperti potensi konflik, ketegangan sosial dan pelaksanaan syariat Islam.
Policy Brief adalah dokumen uraian dasar rasional dalam pemilihan sebuah alternatif kebijakan khusus atau rangkaian tindakan dalam sebuah kebijakan saat ini.
Hasil penelitian yang dilakukan diharapkan memberi masukan bagi pemerintah Aceh dalam menginisiasi kebijakan yang lebih efektif.
Peluncuran Policy Breif itu dilangsungkan dengan seminar bertema “Meneguhkan Syariat Rahmatan Lil ‘alammin di Bumi Aceh: Toleransi Aktif Untuk Kewargaan Yang Setara” di Aula Pascasarjan UIN Ar-Raniry, Banda Aceh, Sabtu (22/12).
Baca Juga: Menag Bertolak ke Saudi Bahas Operasional Haji 1446 H
Ketiga peneliti tersebut antara lain, Arskal Salim, Professor Politik Hukum Islam Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr Moch Nur Ikhwan, Wakil Direktur Pascasarjana Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Jogjakarta, dan Prof Dr Eka Sri Mulyani, MA, Profesor pada bidang sosiologi Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
Policy Brief itu diluncurkan untuk menyampaikan kepada publik, terutama kepada para pemangku kepentingan tentang sejumlah isu krusial yang diamati, pendekatan atau strategi penanggulangan yang dapat diupayakan, serta beberapa rekomendasi perumusan kebijakan yang perlu ditindaklanjuti.
Prof Dr Arskal Salim pada sambutan perdana menyampaikan isu toleransi yang juga menjadi kajian penelitiannya. Namun, menurutnya pada kajian penelitian yang dilakukan lebih melihat toleransi dalam dua dimensi aktif dan toleransi pasif.
Saat ini menurutnya, konsep toleransi masih terpahami secara pasif dan asimetris. Kesadaran untuk mendorong diri dan warga untuk saling menghargai perbedaan tiap-tiap kelompok warga dalam beragama, menjalankan ibadah, dan tradisi keyakinan masing-masing agaknya secara umum belum menjadi mainstream etika sosial.
Baca Juga: Polisi Amankan Uang Rp150 M dari Kasus Judol
Policy Brief tersebut secara bergantian dipaparkan oleh ketiga peneliti di hadapan para peserta seminar.
Hal-hal krusial yang menjadi perhatian dan perlu ditindaklanjuti oleh pemangku kepentingan misalnya, peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di kawasan Aceh Tenggara, Aceh Singkil, dan Subulussalam.
Semestinya merupakan forum representatif bagi kelompok minoritas dalam menyuarakan pendapat dan kepentingannya, tapi belum memperoleh perhatian yang layak dalam mendorong kerukunan antarumat beragama.
Pada bagian akhir, peneliti menyampaikan beberapa rekomendasi bagi pemangku kebijakan agar temuan hasil penelitian itu menjadi bahan pertimbangan untuk menjadikan Aceh lebih baik ke depan dalam berbagai hal.
Baca Juga: Polisi Tangkap Satu DPO Kasus Judol, Uang Rp5 M Diamankan
Rekomendasi itu antara lain, sebagaimana dibacakan Prof Eka Sri Mulyani, adannya pemerataan akses, partisipasi dan refresentasi kelompok masyarakat, pengembangan toleransi aktif melalui berbagai media pendidikan, penguatan FKUB untuk bersinergi dengan institusi terkait, dan penegasan sikap penyelenggara pemerintahan yang nonpartisan dalam mencegah dominasi pemahaman praktik keberagamaan tunggal.
Peluncuran Policy Brief itu diselenggarakan atas kerjasama UIN Ar-Raniry, Syarif Hidayatullah, Sunan Kalijaga, ICAIOS dan University Of Notre Dame. Hadir berbagai perwakilan lembaga pemerintahan, ormas, mahasiswa, dan sejumlah aktivis di Aceh. (L/AR/R01/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Syubban Fatayat Masjid At-Taqwa Cibubur Gelar Program Youth Camp di Purwakarta