Bogor, MINA – Tim Ahli LPPOM MUI yang juga Kepala Pusat Kajian Sains Halal IPB University, Prof. Dr. Ir. Khaswar Syamsu, mengingatkan, air adalah zat yang halal dan thayyib, namun, dalam proses pengemasan, air melalui serangkaian proses pengolahan dan penjernihan (purifikasi) dengan penambahan zat tertentu.
“Inilah yang menjadi titik kritis kehalalan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK),” kata Khaswar dalam keterangan tertulis, Selasa (22/3) juga tepatnya pada 22 Maret 2022, masyarakat dunia memperingatinya sebagai Hari Air Sedunia.
“Peringatan ini merupakan bentuk kesadaran dan upaya mencegah krisis air global di masa depan. Seperti kita ketahui, kebutuhan manusia akan air bersih sangat meningkat,” ujarnya.
Bagi seorang muslim katanya, segala sesuatu yang dikonsumsi dan digunakan perlu dipastikan bersih, aman dan halal digunakan. Hal ini berlaku bagi air sekalipun.
Baca Juga: Shuling Kota Sabang, Ustaz Arif Ramdan Ajak Jamaah Peduli Masjid Al-Aqsa
Saat ini, sudah banyak perusahaan yang memproduksi AMDK. Baik perusahaan besar dengan nama brand yang sudah melegenda sampai skala usaha menengah dan kecil mampu memproduksi AMDK.
“Produk ini sama dengan produk minuman pada umumnya, yakni boleh diedarkan ke khalayak ketika sudah mengantongi izin dari BPOM atau dinas terkait. Tentunya, kehalalan produk jadi soal yang lain. Hanya air yang dikemas, masihkah perlu disertifikasi halal?,” katanya.
Ia mengatakan, air adalah zat yang halal dan thayyib. Namun, dalam proses pengemasan, air melalui serangkaian proses pengolahan dan penjernihan (purifikasi) dengan penambahan zat tertentu. Hal inilah yang menjadi titik kritis kehalalan AMDK.
“Titik kritis AMDK ada pada bahan pembantu untuk purifikasi, yaitu arang aktif. Yang kedua, resin bila mereka menggunakan resin sebagai bahan pembantu. Yang ketiga adalah kemasan plastik yang kontak langsung dengan air,” jelas Khaswar.
Baca Juga: Kumpulan Khutbah Jumat tentang Bahaya Judi Online Dikebut
Proses purifikasi bertujuan untuk penjernihan air dalam kemasan. Umumnya, dalam proses purifikasi ini menggunakan arang aktif. Apabila arang aktif berasal dari hasil tambang atau kayu, maka tidak menjadi masalah. Akan tetapi, apabila menggunakan arang tulang, maka harus dipastikan berasal dari hewan halal yang disembelih sesuai syariat Islam.
Titik kritis yang kedua adalah resin. Sederhananya, bahan ini digunakan untuk menurunkan kandungan kapur dalam air, terutama jika air tersebut digunakan untuk keperluan air minum. Resin biasa digunakan untuk industri air minum, baik usaha air minum isi ulang maupun AMDK. Pada resin, ada potensi penggunaan lemak hewani.
“Yang harus menjadi perhatian adalah lemak hewani ini bisa berasal dari lemak babi. Tentunya ini bisa diklarifikasi melalui proses sertifikasi halal,” tegas Khaswar.
Sama halnya dengan resin, kemasan plastik juga berpotensi menggunakan lemak hewani. Meskipun tidak tercampur langsung dengan air, namun air bersinggungan dengan kemasan plastik. Ketika kemasan plastik tersebut mengandung unsur haram dan najis, maka produknya pun akan ikut terkontaminansi.
Baca Juga: Rakor Haji untuk Maksimalkan Penyelenggaraan Tahun Depan
Sampai awal Maret tahun ini, LPPOM MUI telah melakukan sertifikasi halal kepada sejumlah 482 perusahaan air minum (termasuk AMDK, air mineral, air demineralisasi, air minum beroksigen, air minum bervitamin, dan air minum heksagonal), dengan 864 sertifikat halal dan 6.064 produk.
Masyarakat tak perlu khawatir dalam mengonsumsi produk AMDK katanya, kehati-hatian tetap diperlukan, yakni dengan tetap mengecek label halal pada kemasan.
Saat ini, LPPOM MUI juga memberikan kemudahan kepada konsumen dalam mengecek produk halal melalui website www.halalmui.org atau aplikasi Halal MUI yang dapat diunduh di Playstore. (R/R4/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Menag Ajak Ribuan Jamaah Umrah Doakan Kemajuan Indonesia dan Perjuangan Palestina