Dhaka, MINA – Tim dari Pengadilan Kriminal Internasional (ICC) mengakhiri kunjungan ke kamp-kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh, untuk mengumpulkan informasi bahwa para pengungsi diduga dianiaya militer Myanmar sebelum pengungsi melarikan diri ke Bangladesh
Tim selama sepekan mengunjungi kamp-kamp Rohingya di distrik Bazar Cox selatan.
Phakiso Mochochoko, Direktur Yurisdiksi, Divisi Pelengkap dan Kerja Sama dari ICC berbicara kepada para wartawan di ibukota Dhaka, pemeriksaan pendahuluan bersifat independen dan tidak memihak, Anadolu Agency melaporkan.
Baca Juga: Agresi Cepat dan Besar Israel di Suriah Saat Assad Digulingkan
“ICC berkomitmen untuk membuat kemajuan berkelanjutan pada proses pemeriksaan pendahuluan,” ujarnya.
“Tim juga memiliki kesempatan untuk bertukar pandangan dengan perwakilan dari berbagai lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa dan anggota komunitas diplomatik, serta akademisi dari Pusat Studi Genosida Universitas Dhaka,” tambahnya.
Mengenai pandangan dan keprihatinan para pengungsi Rohingya dari lembaga kemanusiaan dan LSM, Mochochoko mengatakan bahwa informasi yang diperoleh dari kunjungan ini akan membantu ICC untuk mempercepat penilaian yang sedang berlangsung.
“Pemeriksaan pendahuluan bukan investigasi,” ia mengulangi, dan menambahkan bahwa itu adalah penilaian kriteria Roma untuk memutuskan apakah penyelidikan terhadap situasi yang sedang berlangsung diperlukan.
Baca Juga: Parlemen Brasil Keluarkan Laporan Dokumentasi Genosida di Gaza
Tentang tindakan keras militer Myanmar terhadap Muslim Rohingya sejak 25 Agustus 2017, laporan awal ICC yang diterbitkan Desember lalu mengatakan: “Selama operasi militer ini, lebih dari 40 persen dari desa-desa di negara bagian Rakhine utara dilaporkan hancur, dan diperkirakan pada September 2018, lebih dari 725.000 Rohingya telah melarikan diri ke negara tetangga Bangladesh.”
Rohingya digambarkan oleh PBB sebagai orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat akan serangan sejak belasan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada 2012.
Menurut Amnesty International, lebih dari 750.000 pengungsi Rohingya, sebagian besar wanita dan anak-anak, telah melarikan diri dari Myanmar dan menyeberang ke Bangladesh, setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan terhadap komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017.
Sejak 25 Agustus 2017, hampir 24.000 Muslim Rohingya telah terbunuh oleh pasukan negara Myanmar, menurut laporan Ontario International Development Agency (OIDA).
Baca Juga: Bank dan Toko-Toko di Damaskus sudah Kembali Buka
Lebih dari 34.000 Rohingya juga dilemparkan ke dalam api, sementara lebih dari 114.000 lainnya dipukuli, kata laporan OIDA yang berjudul “Migrasi Paksa Rohingya: Pengalaman yang Tak Terungkap.”
Sekitar 18.000 perempuan dan anak perempuan Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar, serta lebih dari 115.000 rumah Rohingya dibakar dan 113.000 lainnya dirusak, tambahnya.
PBB juga telah mendokumentasikan pemerkosaan massal, pembunuhan, termasuk bayi dan anak kecil, pemukulan brutal dan penghilangan yang dilakukan oleh pasukan Myanmar.
Dalam sebuah laporan, penyelidik PBB mengatakan pelanggaran seperti itu mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan niat genosida. (T/RS2/P1)
Baca Juga: Ratu Elizabeth II Yakin Setiap Warga Israel adalah Teroris
Mi’raj News Agency (MINA)