Banda Aceh, MINA – Dalam rangka memperingati Hari Dukungan Internasional untuk Korban Penyiksaan, Tim Submisi Penyiksaan yang terdiri dari KontraS Aceh, KontraS, LBH Aplk Aceh, Paska, dan AJAR telah menyerahkan secara formal submisi dengan tema khusus penyiksaan kepada Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh.
Penyerahan berkas dilakukan langsung di kantor KKR Aceh, pada Rabu 26 Juni Kemarin.
Afridal Darmi ketua komisioner KKR Aceh mengatakan, submisi ini merupakan bentuk partisipasi masyarakat untuk memperkuat proses pengungkapan kebenaran yang sedang dijalankan oleh KKR Aceh, khususnya berkaitan dengan peristiwa pelanggaran HAM, berupa penyiksaan dan perlakuan tak manusiawi.
Penelitian dan pendokumentasian yang terverifikasi dalam submisi ini dilakukan sejak 2013 hingga 2018 dengan metode wawancara dan penelitian partisipatif.
Baca Juga: Tumbangnya Rezim Asaad, Afta: Rakyat Ingin Perubahan
Materi Laporan Penyiksaan
Faisal Hadi Menejer Program kontras Aceh menyebutkan, ada sebanyak 91 kesaksian para penyintas yang terdiri dari 64 orang laki-laki dan 27 orang perempuan yang tersebar di 8 kabupaten/kota Provinsi Aceh, yaitu wilayah Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireun, Lhoksumawe, Aceh Utara, Aceh Timur dan Aceh Jaya.
Temuan-temuan kunci termasuk diantaranya adalah periode waktu terjadinya penyiksaan, lokasi penyiksaan, korban penyiksaan, pola dan bentuk penyiksaan, motif penyiksaan pelaku penyiksaan, serta dampak dari penyiksaan.
Dalam proses pembuatan submisi ini, dua orang penyintas telah meninggal dunia, salah satunya adalah akibat dari peristiwa penyiksaan yang dialaminya.
Baca Juga: Resmikan Terowongan Silaturahim, Prabowo: Simbol Kerukunan Antarumat Beragama
Menurt Faisal, Hak untuk bebas dari penyiksaan dan tindakan tidak manusiawi lainnya merupakan salah satu hak asasi yang tidak bisa dikurangi atau dibatasi dalam situasi apapun (non-derogable rights), termasuk dalam kondisi perang.
Penyiksaan merupakan salah satu tindak kejahatan atau pidana yang diakui dalam prinsip internasional dan diatur oleh hukum HAM, humaniter maupun pidana internasional. Penyiksaan yang dipraktekkan secara sistematis atau meluas menjadi salah satu unsur kejahatan terhadap kemanusian (crimes against humanity), yang merupakan salah satu kejahatan paling serius dalam hukum internasional.
Tim Submisi menyimpulkan bahwa terdapat bukti permulaan yang kuat yang menunjukkan bahwa telah terjadi tindakan penyiksaan dan perlakuan kejam dan merendahkan martabat secara luas dan sistematis, yang mencapai titik batas sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan.
Penyiksaan merupakan salah satu jenis tindakan yang kerap dilakukan kepada warga sipil untuk menebar ketakutan demi penguasaan politik terhadap rakyat Aceh.
Baca Juga: Konflik Suriah, Presidium AWG: Jangan Buru-Buru Berpihak
Secara khusus, penyiksaan digunakan untuk mendapatkan informasi, menghukum, mengancam atau mempermalukan korban. Pada umumnya, penyiksaan terjadi setelah korban mengalami penahanan sewenang-wenang dan dibawa ke sebuah tempat penahanan, atau gedung, ataupun lokasi rahasia yang digunakan sebagai tempat penahanan oleh militer dan polisi.
Dalam beberapa kasus, penyiksaan dilakukan di ruang publik, misalnya di lapangan, dengan tujuan menyebarkan teror terhadap masyarakat sekelilingnya.
“Kami mengapresiasi kerja Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Aceh yang telah menyelenggarakan Dengar Kesaksian pada November 2018 lalu dan mengambil tema tentang penyiksaan,” ungkap Faisal.
Dari tiga belas korban yang dihadirkan dalam Dengar Kesaksian tahun 2018, KKR Aceh menyimpulkan bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berupa tindakan penyiksaan.
Baca Juga: Krisis Suriah, Rifa Berliana: Al-Julani tidak Bicarakan Palestina
Pengumpulan informasi dan pengambilan pernyataan untuk mengungkap terjadinya penyiksaan terus dilakukan untuk mendorong pemenuhan reparasi bagi korban penyiksaan di Aceh, rekonsiliasi dan mendorong reformasi institusi.
Berdasarkan temuan tersebut pihaknya meminta kepada KKR Aceh terus memprioritaskan pengungkapan kebenaran tentang penyiksaan serta tindakan tidak manusiawi lainnya, dan bekerjasama dengan seluruh instansi terkait mengumpulkan informasi, data dan dokumen tentang mereka yang menjadi korban penyiksaan, pola dan pelaku penyiksaan bagi upaya pengungkapan kebenaran.
Tim Submisi juga memberikan sejumlah rekomendasi kepada KKR Aceh dan para pihak lainnya, sebagai berikut:
– Pemerintah segera memberi pemulihan korban sebagai bentuk dari reparasi mendesak, bekerja sama dengan KKR Aceh dan masyarakat sipil bagi korban penyiksaan, dalam bentuk konseling, dukungan ekonomi, skema perbaikan rumah dan upaya rehabilitasi lainnya.
Baca Juga: AWG Selenggarakan Webinar “Krisis Suriah dan Dampaknya bagi Palestina”
– KKR Aceh juga menyiapkan sebuah usulan program reparasi jangka-panjang bagi korban penyiksaan, dengan berkonsultasi dengan para korban penyiksaan serta para pendamping korban penyiksaan.
– KKR Aceh dan Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat sipil untuk segera mendaftar dan melestarikan tempat-tempat penahanan dan penyiksaan di seluruh wilayah Aceh, sebagai bentuk memorialisasi dalam semangat tidak membiarkan penyiksaan terjadi lagi.
– KKR Aceh merujuk kasus-kasus kunci yang telah diinvestigasi kepada Komnas HAM untuk dilanjutkan sebagai penyelidikan pro-justicia.
– Lembaga keamanan dan penegak hukum di Aceh dan di seluruh Indonesia mengakui pola penyiksaan di masa konflik, dan menjamin bahwa penyiksaan tidak akan terjadi lagi. (L/AP/P2)
Baca Juga: Puluhan WNI dari Suriah Tiba di Tanah Air
Mi’raj News Agency (MINA)