Oleh: Septia Eka Putri (Wartawan MINA)
“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara: waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al Hakim).
Hadis di atas menerangkan betapa pentingnya waktu itu, penting bahkan sangat penting ! Seringkali kita menimpahkan kegagalan, ketidakbecusan, masalah, terlambat sekolah, kesialan, musibah kepada waktu, dan mempercayai bahwa ada waktu-waktu tertentu yang membuat hari-hari sial. Rasulullah SAW pernah bersabda “Janganlah kamu mencela masa karena Allah berfirman, “Aku adalah masa, malam dan siang adalah milik-Ku. Aku menjadikannya baru dan berlalu. Dan, Aku mengganti para penguasa dengan para penguasa yang baru.” (HR Ahmad).
Dalam hidup ini semua menggunakan waktu, Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, terkadang kita sering kali mengeluh, sering bilang Allah tidak adil. Semakin hari waktu terus berjalan, rugi jika dalam hidup kita tidak bisa membagi waktu. Bahkan dalam hidup ini betapa penting waktu bersama Allah, inilah yang membuat kita lupa, akan Allah, kita sering membuang waktu untuk hal yang tidak berguna.
Baca Juga: Lisanmu Adalah Cerminan Iman, Jangan Biarkan Kata-Kata Melukai..!
Ada sebuah fakta yang sering terjadi dalam kehidupan kita. Begini, “Ada seorang pelajar yang akan menghadapi ujian. Dalam hati ia berkata, “Saya akan belajar nanti malam saja supaya lebih tenang”. Ketika malam datang ia berkata lagi, “Ah nanti saja menjelang hari H saya akan belajar mati-matian”. Saat malam hari H tiba muncul lagi alasan, “Agar lebih masuk, saya akan belajar nanti Subuh”. Apa yang terjadi? Subuhnya terlambat dan ia pun bangun kesiangan dan telat masuk ruang kelas. Astaghfirullah.
Ada sebuah nasihat dari Imam Hasan Al-Bashri yang layak kita renungkan. “Waspadalah kamu dari menunda pekerjaan, karena kamu berada pada hari ini bukan pada hari esok. Kalaulah esok hari menjadi milikmu, maka jadilah kamu seperti pada hari ini. Kalau esok tidak menjadi milikmu, niscaya kamu tidak akan menyesali apa yang telah berlalu dari harimu”. Wallaahu a’lam. Semoga kita tidak termasuk dari orang yang menunda-nunda pekerjaa baik.
Anggaplah hari ini adalah hari terakhir kita. Kita tidak tau bahwa esok akan datang, jadi pikirkan bagaimana kita bisa memanfaatkan waktu untuk berbuat kebaikan dan beribadah dengan apa yang Rasulullah ajarkan dengan cara itu kita bisa membuat waktu kita lebih baik.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-18] Tentang Taqwa
Kunci Efektivitas Waktu
Efektivitas dalam waktu sangat penting, waktu ibadah, makan, belajar, keluarga, sekolah dan evaluasi diri, dalam hal ini jika tidak ada waktu istirahat waktu tidak akan akurat sehebat apapun sepintar apapun maka perlunya disertai waktu istirahat.
Mahasiswa yang akan mengikuti ujian misalnya. Waktunya tinggal tiga bulan lagi. Maka menjadi keharusan baginya untuk membuat perencanaan. Sehari belajar berapa jam? Katakanlah belajar 2 jam. Seminggu mau berapa kali belajar? Enam kali. Berarti 12 jam perminggu atau 48 jam perbulan. Jadi, dalam tiga bulan ia harus belajar minimal 144 jam. Lalu, mata kuliahnya ada 10. Satu mata kuliah rata-rata lima bab dan satu bab sepuluh halaman, berarti 50 x 10 = 500 halaman. Sedangkan waktu yang dimiliki hanya 144 jam. Dengan demikian, dalam satu jam ia harus menguasai minimal tiga lembar.
Contoh di atas harus disertai dengan kedisiplinan, akan tetapi harus sesuaikan dulu potensi yang ada dalam diri kita dan dalam hal ini gunakan rencana yang fleksibel agar kita mudah merencakan sesuatu.
Baca Juga: Mahsyar dan Mansyar: Refleksi tentang Kehidupan Abadi
Betapa penting waktu, jangan sia-siakan waktu kita untuk hal yang tidak baik dari sekarang mulai lah gunakan waktu untuk menebar kebaikan. Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kamu mencela masa karena Allah berfirman, “Aku adalah masa, malam dan siang adalah milik-Ku. Aku menjadikannya baru dan berlalu. Dan, Aku mengganti para penguasa dengan para penguasa yang baru.” (HR. Ahmad).
Tabiat Waktu
Di antara tabiat waktu, sebagaimana diulas oleh Syekh DR. Yusuf Al-Qaradhawi sebagai berikut. Pertama, waktu cepat berlalu. Jika seseorang coba merenungi tentang waktu yang sudah ia lewati. Siapa yang berumur duapuluh tahun, tiga puluh tahun, empat puluh tahun, lima puluh tahun dan seterusnya, ia akan merasakan betapa cepat waktu puluhan tahun itu berlalu. Al-Qur’an juga menegaskan hal itu ketika ia menggambarkan di antara fenomena hari kebangkitan nanti. Allah SWT berfirman, “Pada hari mereka melihat hari berbangkit itu, mereka merasa seakan-akan tidak tinggal (di dunia) melainkan (sebentar saja) di waktu sore atau pagi hari.” (Qs. An-Nazi’at: 46).
Dalam ayat lain Allah SWT, “Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.” (Qs. Yunus: 45).
Baca Juga: Sujud dan Mendekatlah
Kedua, waktu yang sudah berlalu tidak mungkin kembali lagi. Setiap tahun yang telah berlalu, bulan yang lalu, pekan yang lalu, bahkan menit yang lalu, tidak mungkin bisa dikembalikan sekarang. Inilah yang pernah disampaikan olah Imam Hasan Basri, “Tidak ada satu haripun yang menampakkan fajarnya kecuali ia akan menyeru “Wahai anak Adam, aku adalah harimu yang baru, yang akan menjadi saksi atas amalmu, maka carilah bekal dariku, karena jika aku telah berlalu aku tidak akan kembali lagi hingga Hari Kiamat.” Itu adalah perkataan Imam Hasan Basri, bukan sabda Rasul SAW. Namun lantaran sangat bernilai perkataan itu, Imam Ali Zainal Abidin mengomentari, “Perkataannya mirip perkataan para Nabi.”
Ketiga, waktu merupakan aset paling berharga. Ketika waktu adalah sesuatu yang tidak bisa kembali dan tidak bisa tergantikan, maka waktu adalah aset yang paling mahal bagi manusia. Dan mahalnya nilai sebuah waktu lantaran ia adalah wadah bagi setiap amal dan produktivitas. Waktu adalah modal utama bagi individu maupun masyarakat.
Imam Hasan Basri pernah berkata, “Saya melihat ada segolongan manusia yang memberikan perhatian kepada waktu lebih dari pada perhatian kalian terhadap dirham dan dinar.” Waktu tidak bisa dihargai dengan uang, seperti kata pepatah. Karena waktu lebih berharga dari uang, lebih berharga dari emas, harta dan kekayaan. Waktu adalah kehidupan itu sendiri. Karena kehidupan bagi seseorang adalah waktu dan detik-detik yang dijalaninya mulai ia lahir hingga wafat, secara optimal dan seimbang.
Setelah kita mengetahui nilai dan tabiat waktu, maka apa yang harus kita lakukan adalah menggunakannya secara baik dan optimal. Seorang Muslim dituntut mengisi waktu dengan penuh kesadaran dan keterarahan. Waktu tidak dilewati dengan kesia-siaan. Dan begitulah seharusnya sifat seorang Muslim.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-17] Berbuat Baik pada Segala Sesuatu
Rasulullah SAW. bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra, “Di antara baiknya keislaman seseorang adalah ketika ia meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya”. (HR. Ahmad, Tarmidzi dan Ibnu Majah). Para Salaf Saleh juga berkata, “Di antara tanda datangnya kemurkaan adalah sikap menyia-nyiakan waktu.”
Seorang Muslim dituntut mengisi waktu-waktunya dengan amal yang bermanfaat baik amal yang bersifat duniawi maupun ukhrawi. Amal yang bersifat duniawi pun bisa menjadi ibadah bahkan jihad jika memang diniatkan ikhlas karena Allah dan dilakukan sesuai dengan ajaran Islam. Bila ada waktu luang setiap Muslim dituntut untuk mengisinya dengan amal kebaikan. Karena waktu luang merupakan nikmat yang sering dilupakan dan tidak disadari oleh kebanyakan manusia. Manusia sering tertipu lantaran waktu luang. Rasulullah Saw bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, “Dua nikmat dimana banyak manusia yang tertipu, nikmat kesehatan dan waktu luang.” (HR. Bukhari).
Nikmat waktu luang bisa menjadi ancaman bagi seseorang bila tidak diisi dengan amal kebaikan. Karena waktu luang itu pada akhirnya nanti akan diisi dengan salah satu diantara dua, positif atau negatif. Syekh Abdullah Azzam pernah berkata, “Jika Anda tidak menyibukkan diri dengan hal-hal yang besar, maka ia akan disibukkan dengan hal-hal yang remeh.”
Sesungguhnya amal kebaikan yang harus dipenuhi seorang Muslim begitu banyak, karena itu setiap Muslim harus mengisi waktu mereka dengan amal kebaikan tersebut secara optimal. Dalam hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah ra. Kita bisa memahami tentang banyaknya jumlah sedekah yang seyogyanya dipenuhi oleh seorang Muslim setiap hari. “Setiap siku dan anggota tubuh manusia dibebankan sedekah atasnya pada setiap hari. Mendamaikan antara dua orang secara adil adalah sedekah, membantu orang lain untuk naik ke atas kudanya atau mengangkat barang bawaannya adalah sedekah, pekataan yang baik juga sedekah, setiap langkah menuju Masjid juga sedekah, dan menyingkirkan sesuatu yang membahayakan dari jalan juga sedekah.” (HR. Bukhari dan Muslim).(R2)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-16] Jangan Marah
Mi’raj Islamic News Agency / MINA