Oleh: Hadi Susilo, M.Si., Kepala Bidang Humas, Kerjasama, dan Pelayan Pusat Kajian Produk Halal Universitas Mathla’ul Anwar Banten
Banyak orang tidak mengetahui, apakah dirinya berada dalam wilayah halal atau berada dalam wilayah haram. Barangsiapa yang meninggalkan wilayah syubhat, demi menyelamatkan agama dan kehormatannya, maka dia akan selamat.
Allah selalu memiliki sifat kasih dan sayang kepada umat manusia, dan tidak membiarkan umat manusia dalam kondisi ketidakjelasan di antara perkara halal dan haram.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya
وَقَدۡ فَصَّلَ لَـكُمۡ مَّا حَرَّمَ عَلَيۡكُمۡ…
Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu. (QS: Al-An’am [6]:119).
Perkara syubhat ini dijelaskan lebih lanjut oleh Rasulullah Shallallalahu alaihi Wasallam, Nabi Muhammad bersabda,” Dari An-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah Shallallalahu alaihi Wasallam bersabda:
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
“Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya.” (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599).
Masalah yang sering muncul adalah masalah di antara halal dan haram, yang biasa disebut dengan syubhat. Syubhat artinya samar atau kurang jelas, yakni setiap perkara/persoalan yang tidak begitu jelas antara halal dan haramnya bagi sebagian besar manusia. Perkara syubhat biasa terjadi mungkin karena tidak jelasnya dalil atau mungkin tidak jelasnya jalan untuk menerapkan dalil yang ada terhadap suatu peristiwa atau realita yang ada.
Islam, sebagai agama yang sempurna telah mengajarkan kepada setiap muslim untuk bersikap hati-hati yang biasa disebut dengan wara’ yakni sikap berhati-hati karena takut berbuat haram.
Sikap wara’ ini diharapkan muslim dapat menjauhkan diri dari masalah yang syubhat, sehingga tidak akan tersesat untuk berbuat kepada yang haram. Biasanya, muslim yang sudah terjatuh ke dalam perkara syubhat akan terjatuh ke perkara yang haram.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Sumber Perkara Syubhat
Imam Ghazali, dalam kitab “Ihya’ Ulumuddin”, mengatakan bahwa sumber perkara syubhat itu ada tiga yaitu:
a. Sesuatu yang dapat dimaklumi perihal keharamannya sebelum itu, kemudian timbullah suatu keragu-raguan perihal hal-hal yang dapat digunakan untuk menghalalkannya. Ini adalah termasuk dalam kesyubhatan. Apabila mendapatkan persoalan yang sedemikian, maka wajiblah kita menjauhinya dan haramlah kalua kita menerjuninya untuk melaksanakannya.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
b. Sesuatu yang sudah dimakluminya perihal kehalalnya, emudian timbul kerahu-raguan mengenai keharamannya sebab ada bukti bukti yang dapat ditunjukkannya, maka untuk menghadapi persoalan yang demikian baiklah ditetapi saja kehalalannya dan hukumnya dapat ditentukan dalam kehalalan.
c. Sesuatu yang asalnya dianggap haram, tetapi tiba-tiba ada suatu sebab yang datang belakangan yang dapat menyebabkan dapat dianggap menjadi suatu yang halal, dengan alasan adanya keragu-raguan yang dapat dianggap menang. Jadi persoalannya tetap disangsikan, namun demikian hukum kehalalan dapat dimenangkan dalam masalah ini. Andaikan kemenangan penyangkalan itu dapat disandarkankepada suatu sebab yang boleh dianggap menurut syariat, lalu menurut pilihanya itu adalah hukum halalnya, maka dianggap sesuatu yang halal.
d. Sesuatu yang sudah dimaklumi kehalalannya, namun kemudian timbul sesuatu yang baru yang menyebabkan dapat dimenangkan sangkaan bahwa hal itu menjadi haram. Sebab yang timbul itu itu tentulah harus yang dapat dianggap menurut syariat untuk memenangkan persangkaan tadi.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Jika ada sesuatu yang haram bercampur baur dengan sesuatu yang halal, sehingga persoalannya menjadi sukar untuk dibedakan dan diperinci satu persatu. Pencampuran itu terjadi atau berupa dari beberapa hal.
Misalnya percampuran itu dapat terjadi dengan jumlah tertentu, seperti seekor bangkai yang bercampur dengan seekor atau sepuluh ekor yang disembelih secara halal. Syubhat yang demikian inilah yang wajib dijauhi menurut ijma’ ulama.
- Syubhat/ragu-ragu yang pada asalnya adalah halal nyata, tetapi oleh karena ada sebab-sebab yang baru datang, kemudian kalau hal tadi terus dilakukan, maka akan merupakan kemaksiatan.
Menyembelih binatang dengan menggunakan pisau yang diperoleh dari ghasab (mengambil tanpa izin pemiliknya) atau misalnya menjual atas jualan orang lain, juga tawaran diatas tawaran orang lain. Ringkasnya, semua larangan agama yang ada dalam persoalan jual beli atau akad yang asalnya bukan merupakan akad yang rusak atau tidak sah. Namun dilarangnya itu hanyalah karena ada sebab yang mendatang kemudian.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Tinggalkanlah yang Syubhat
Perkara syubhat sebaiknya ditinggalkan, sebagaimana Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Jika perkaranya syubhat (samar), maka sepatutnya ditinggalkan. Karena jika seandainya kenyataan bahwa perkara tersebut itu haram, maka ia berarti telah berlepas diri. Jika ternyata halal, maka ia telah diberi ganjaran karena meninggalkannya untuk maksud semacam itu. Karena asalnya, perkara tersebut ada sisi bahaya dan sisi bolehnya.” (Fathul Bari, 4: 291).
Semoga Allah menunjukkan ilmu yang bermanfaat dan memberi kekuatan untuk beramal sholeh. Aamiin.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
(AK/R01/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati