Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA
Bulan haji atau Dzulhijjah, yang merupakan bulan ke-12 dalam kalender Islam Hijriyah.
Secara bahasa, arti Dzulhijjah (bahasa Arab : ذو الحجة ), terdiri dari dua kata, yaitu Dzul ( ذو ), yang artinya pemilik, dan Al-Hijjah ( الحجة ), yang artinya haji.
Dinamakan bulan Dzulhijjah, pemilik haji, karena pada bulan ini sebagian umat Islam melaksanakan rukun Islam kelima, yaitu ibadah haji di tanah suci Makkah Al-Mukarramah.
Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat
Ibadah haji sebagai tradisi, sudah ada sejak zaman jahiliyah dahulu. Penduduk Arab melakukan ibadah haji pada bulan Dzulhijjah. Mereka melakukan ibadah haji sebagai bentuk pelestarian terhadap ajaran nenek moyang mereka Nabi Ibrahim ‘Alaihis Sallam.
Menurut Dr. Mohamed Sabry Abdel-Rahim, ulama senior Daar Al-Iftaa Mesir, Dzulhijjah ini dinamai sejak sekitar tahun 412 Masehi pada masa Kilab bin Murrah, kakek kelima dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. (el-Balad, 12/8/2018).
Orang-orang Arab zaman jahiliyah melakukan ibadah haji pada bulan Dzulhijjah. Hanya saja, banyak penyimpangan yang terjadi, termasuk bercampur dengan adat dan syirik.
Para penyembah berhala kala itu memasang patung di sekeliling Ka’bah. Ada juga yang menempelkan gambar di dinding Ka’bah. Lalu mereka berthawaf mengelilinginya.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat
Bahkan ada yang thawaf dengan telanjang memutari Ka’bah. Mereka beranggapan dengan bertelanjang menghadap Allah adalah lambang kesucian diri, menanggalkan keduniawian, laksana sucinya bayi waktu kelahirannya tanpa dosa.
Kemudian tatacara (manasik) itu diluruskan oleh manasik haji Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Maka umat Islam pun kemudian melaksanakan manasik haji sesuai tuntunan dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sesuai sabdanya:
خُذُوا عَنِّي مَنَاسِكَكُمْ
Artinya: “Ambillah dari aku tata cara ibadah atau manasik (haji dan umrah) kamu sekalian.” (HR Ahmad, Muslim, dan an-Nasa’i dari Jabir bin Abdillah).
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Kini, jutaan umat Islam dari seluruh dunia dating bergelombang menunaikan ibadah haji pada bulan Dzulhijjah ke tanah suci Makkah Al-Mukarramah.
Selain dari bulan haji, Dzulhijjah juga termasuk bulan Hari Raya bagi umat Islam, selain bulan suci Ramadhan.
Hal seperti disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam :
شَهْرَانِ لاَ يَنْقُصَانِ، شَهْرَا عِيدٍ: رَمَضَانُ، وَذُو الحَجَّةِ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Artinya: “Ada dua bulan yang pahala amalnya tidak akan berkurang. Keduanya dua bulan hari raya, yaitu bulan Ramadhan dan bulan Dzulhijjah.” (HR Bukhari dan Muslim).
Dalam hal ini, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menggandengkan bulan Dzulhijjah dengan bulan Ramadhan, menunjukkan pahala amal pada dua bulan tersebut akan bertambah.
Demikian pula, khususnya tanggal 1-10 Dzulhijjah, kita hendaknya meningkatkan amal ibadah dan kebaikan-kebaikan, karena keutamaan waktu tersebut.
Puncaknya pada tanggal 9 Dzulhijjah, saat jamaah haji melaksanakan Wukuf di padang Arafah. Sementara kaum Muslimin lainnya di luar jamaah haji, disunnahkan melaksanakan Puasa Arafah, yang pahalanya dapat menghapus dosa dua tahun, setahun yang lalu dan setahun yang akan datang.
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
Lalu, pada tanggal 10 Dzulhijjah seluruh umat Islam sedunia melaksanakan Hari Raya Idul Adha atau Hari Raya Qurban.
Umat Islam yang memiliki kemampuan pun menyembelih binatang qurban pada tanggal 10 Dzulhijjah, dan pada hari-hari Tasyrik (11, 12, dan 13 Dzulhijjah).
Semoga kita dapat memaknai bulan Dzulhijjah sebagai bulan peningkatan ibadah dan amalan kebaikan. Aamiin. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang