Oleh : Ust. Ali Farkhan Tsani, Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar
Seiring hari bergeser ke pekan, dan pekan menuju bulan. Kini kita memasuki bulan Rajab dalam Kalender 1444 Hijriyyah. Setelah bulan Rajab kemudian akan dilanjutkan bulan Sya’ban dan selanjutnya bulan Ramadhan.
Bulan Suci Ramadhan berarti tinggal dua bulan lagi. Saatnya mempersiapkan diri menyambutnya dengan meningkatkan berbagai amaliyah ibadah dan berbagai kebaikan di bulan Rajab ini.
Bulan Rajab seperti juga bulan Muharram digolongkan ke dalam bulan-bulan haram. Di dalam Al-Quran disebutkan :
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ
Artinya: “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (QS At-Taubah [9]: 36).
Para Ahli Tafsir menjelaskan bahwa empat bulan haram yang dimaksud pada ayat tersebut adalah bulan Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram.
Penjelasan itu berdasarkan hadits yang menyebutkan:
الزَّمَانُ قَدِ اسْتَدَارَ كَهَيْئَتِهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ ، السَّنَةُ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا ، مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ، ثَلاَثَةٌ مُتَوَالِيَاتٌ ذُو الْقَعْدَةِ وَذُو الْحِجَّةِ وَالْمُحَرَّمُ ، وَرَجَبُ مُضَرَ الَّذِى بَيْنَ جُمَادَى وَشَعْبَانَ
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Artinya: “Setahun berputar sebagaimana keadaannya sejak Allah menciptakan langit dan bumi. Satu tahun itu ada dua belas bulan. Di antaranya ada empat bulan haram (suci). Tiga bulannya berturut-turut yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram. (Satu bulan lagi adalah) Rajab Mudhor yang terletak antara Jumadil (akhir) dan Sya’ban”. (HR Bukhari dan Muslim).
Karena mulianya bulan-bulan tersebut, termasuk Rajab, maka para ulama sangat suka untuk melakukan puasa sunah di dalamnya.
Abdullah bin ‘Abbas menjelaskan, “Allah mengkhususkan empat bulan tersebut (Rajab, Dzulqa’dah, Dzulhijjah dan Muharram) sebagai bulan haram, dianggap sebagai bulan suci. Maka melakukan maksiat pada bulan tersebut dosanya akan lebih besar, dan amalan shalih yang dilakukan pun akan menuai pahala yang lebih banyak.”
Namun tidak disebutkan shalat atau puasa yang dikhususkan pada bulan Rajab. Kalau mau melaksanakan shalat sunah, ya shalat sunah sebagaimana biasanya, qabliyah dan ba’diyah, yang mengiringi shalat fardhu. Namun lebih diperhatikan dan ditingkatkan pada bulan Rajab ini.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Demikian pula kalau mau melaksanakan puasa sunah Senin dan Kamis. Maknanya adalah menggemarkan ibadah shalat sunah dan puasa sunah pada bulan-bulan haram, termasuk pada bulan Rajab ini.
Imam Al-Ghazali dalam Kitab Ihya’ Ulumuddin menjelaskan, bahwa kesunahan puasa menjadi lebih kuat jika dilaksanakan pada hari-hari utama (al-ayyam al-fadhilah). Hari- hari utama ini dapat ditemukan pada tiap tahun, tiap bulan dan tiap pekan.
Terkait siklus bulanan ini Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa Rajab terkategori al-asyhur al-fadhilah di samping Dzulhijjah, Muharram dan Sya’ban. Rajab juga terkategori al-asyhur al-hurum di samping Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram.
Disebutkan dalam Kitab Kifayatul Akhyar, bahwa bulan yang paling utama untuk puasa setelah Ramadhan adalah bulan- bulan haram yaitu Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Rajab dan Muharram.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Imam An-Nawawi dalam Kitab Syarh Nawawi ‘ala Shahih Muslim menguraikan, memang benar tidak ada satupun ditemukan hadits shahih mengenai puasa Rajab. Namun telah jelas dan shahih riwayat bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menyukai puasa dan memperbanyak ibadah pada bulan haram, dan Rajab adalah salah satu dari bulan haram.
Al-Hafidz Al-‘Iraqi dalam al-Tabshirah wa al-tadzkirah mengatakan, “Adapun hadis dha’if yang tidak maudhu’ (palsu), maka para ulama telah memperbolehkan mempermudah dalam sanad dan periwayatannya tanpa menjelaskan kedha’ifannya. Selama hadits tersebut tidak berkaitan dengan hukum dan aqidah, akan tetapi berkaitan dengan targhib (motivasi ibadah) dan tarhib (peringatan) seperti nasihat, kisah-kisah, fadha’il al-a’mal”.
Semoga kita dapat lebih memperhatikan dan meningkatkan amal ibadah dan kebaikan-kebaikan pada bulan Rajab ini, termasuk dengan melaksanakan shalat-shalat sunah dan puasa sunah di dalamnya.
Demikian halnya, ibadah-ibadah lainnya, baik yang bersifat individu seperti dzikir, shawalat, istighfar dan doa, maupun yang bernilai sosial seperti gemar berinfaq, bersedekah, dan menolong sesama.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Sekaligus semua itu sebagai persiapan menjelang kehadiran bulan suci Ramadhan. Insya-Allah. (A/RS2/P1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Ust. Ali Farkhan Tsani,S.Pd.I., Da’i Pondok Pesantren Al-Fatah Cileungsi, Bogor, Jabar. Email : [email protected], FB/IG : Ali Farkhan Tsani
Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah