Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tips Mengatasi Kesedihan, Ini Panduan Spiritual dari Para Ulama

Widi Kusnadi Editor : Arif R - 9 menit yang lalu

9 menit yang lalu

2 Views

Ilustrasi

KESEDIHAN adalah bagian dari pengalaman hidup yang tidak bisa dihindari. Ia menyapa hati manusia saat kehilangan, kegagalan, kekecewaan, atau bahkan saat tidak mengetahui arah tujuan hidup.

Namun, Islam sebagai agama rahmat tidak membiarkan manusia tenggelam dalam kesedihan. Justru dalam ajaran Islam, terdapat jalan-jalan spiritual, mental, dan praktis yang mampu mengangkat manusia dari kubangan duka menuju ketenangan dan harapan.

Allah telah menjelaskan bahwa kehidupan dunia tidak akan pernah lepas dari ujian. Di antaranya adalah ujian kesedihan. Dalam Surah Al-Baqarah ayat 155, Allah Ta’ala berfirman:

وَلَنَبْلُوَنَّكُم بِشَيْءٍۢ مِّنَ ٱلْخَوْفِ وَٱلْجُوعِ وَنَقْصٍۢ مِّنَ ٱلْأَمْوَٰلِ وَٱلْأَنفُسِ وَٱلثَّمَرَٰتِ ۗ وَبَشِّرِ ٱلصَّـٰبِرِينَ (البقرة [٢]: ١٥٥)

Baca Juga: Persatuan sebagai Solusi Masalah Palestina

“Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al-Baqarah: 155)

Ayat ini menegaskan bahwa kesedihan bukan tanda kelemahan, tetapi bagian dari ujian yang akan dilalui oleh semua orang, termasuk para nabi.

Rasulullah pun Pernah Bersedih

Kesedihan bukanlah aib, bahkan Rasulullah ﷺ sendiri mengalami masa kesedihan yang mendalam, dikenal sebagai ‘Amul Huzn (tahun kesedihan). Pada tahun itu, beliau kehilangan dua sosok tercinta: istri beliau Khadijah dan paman beliau Abu Thalib.

Baca Juga: Kemenangan Iran atas Zionis Israel

Namun, dalam kesedihan itu, Rasulullah ﷺ tetap bersandar kepada Allah dan tidak pernah putus asa. Inilah pelajaran besar, bahwa kesedihan bukan akhir segalanya, tetapi momen untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta.

Apa yang harus kita lakukan jika berada dalam suasana kesedihan yang mendalam, berikut ini kiat-kita dari para ulama:

  1. Bersandar kepada Allah dengan Doa dan Dzikir

Hal pertama dan terpenting dalam mengatasi kesedihan adalah bersandar kepada Allah melalui doa dan dzikir. Rasulullah ﷺ bersabda:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ

Baca Juga: Jihad Itu Lokomotif Perubahan Seorang Muslim

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa gelisah dan sedih…” (HR. Al-Bukhari, no. 2893)

Doa ini adalah bagian dari wirid harian Rasulullah ﷺ, yang beliau ajarkan agar umatnya tidak larut dalam kesedihan dan kecemasan.

Dzikir kepada Allah Ta’ala memberikan ketenangan, sebagaimana firman-Nya:

ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ ٱللَّهِ ۗ أَلَا بِذِكْرِ ٱللَّهِ تَطْمَئِنُّ ٱلْقُلُوبُ

Baca Juga: Sedekah Sebelum Terlambat: Tadabbur Qur’an Surat Al-Munafiqun Ayat 10

“Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’d: 28)

  1. Menjaga Shalat dan Hubungan Spiritual

Kesedihan seringkali menguras energi spiritual, maka cara mengisinya kembali adalah dengan menjaga shalat. Shalat bukan sekadar kewajiban, tetapi juga tempat curahan hati. Rasulullah ﷺ bersabda:

يَا بِلَالُ، أَقِمِ الصَّلَاةَ، أَرِحْنَا بِهَا

“Wahai Bilal, dirikanlah shalat, istirahatkanlah kami dengannya.” (HR. Abu Dawud, no. 4985)

Baca Juga: Nuklir, Mudharat dan Manfaatnya dalam Perspektif Al-Qur’an

Imam Ibnul Qayyim menjelaskan bahwa hati yang gundah akan menemukan pelipur melalui shalat yang khusyuk, karena di dalamnya terdapat perjumpaan antara hamba dengan Rabbnya.

  1. Menyibukkan Diri dengan Amal Shalih

Salah satu penyebab kesedihan yang terus-menerus adalah kekosongan jiwa dan waktu. Imam Al-Ghazali menasihati dalam Ihya Ulumuddin, bahwa kesedihan bisa diperangi dengan memperbanyak amal shalih.

Saat seseorang menyibukkan diri dengan memberi, membantu sesama, dan berbuat kebaikan, maka hatinya pun akan dipenuhi makna dan tujuan hidup. Allah Ta’ala berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَن ذِكْرِى فَإِنَّ لَهُۥ مَعِيشَةًۭ ضَنكًۭا

Baca Juga: Peran Orangtua dan Umara dalam Pembebasan Al-Aqsa dan Palestina

“Dan barang siapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sungguh, baginya penghidupan yang sempit.” (QS. Thaha: 124)

Kesempitan jiwa dan batin adalah akibat dari berpalingnya seseorang dari amal dan dzikir.

  1. Berteman dengan Orang Saleh dan Optimis

Lingkungan sangat memengaruhi kondisi hati. Seringkali kesedihan semakin memburuk karena seseorang mengisolasi diri atau memilih teman yang justru memperkeruh suasana hati.

Dalam Al-Qur’an, Allah Ta’ala memerintahkan agar kita bersama orang-orang beriman:

Baca Juga: Hijrah Rasulullah sebagai Langkah Strategis Menuju Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina

وَٱصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ ٱلَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُم بِٱلْغَدَاةِ وَٱلْعَشِىِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

“Dan bersabarlah kamu bersama orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan petang hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (QS. Al-Kahfi: 28)

Orang-orang yang positif, penuh iman, dan peduli akan membimbing kita untuk melihat dunia dengan harapan, bukan keputusasaan.

  1. Mengingat Nikmat dan Bersyukur

Kesedihan seringkali lahir dari fokus pada kehilangan, bukan pada apa yang masih kita miliki. Padahal, rasa syukur dapat memadamkan bara kesedihan.

Baca Juga: Berjama’ah Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa dan Palestina

Imam Ibn Rajab berkata, “Siapa yang menghitung nikmat Allah dan mengingatnya, maka kesedihannya akan sirna.” Al-Qur’an mengingatkan:

وَإِن تَعُدُّوا۟ نِعْمَتَ ٱللَّهِ لَا تُحْصُوهَآ

“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.” (QS. Ibrahim: 34)

Bersyukur bukan berarti memaksa bahagia, tetapi menggeser fokus hati dari duka menuju harapan.

Baca Juga: Iman, Jihad, dan Hijrah: Tiga Pilar Tegaknya Kalimatullah

  1. Yakin Takdir Allah Pasti Baik

Kesedihan bisa menjadi ladang keimanan jika kita yakin bahwa semua yang terjadi telah Allah tetapkan dengan hikmah yang dalam. Rasulullah ﷺ bersabda:

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ

“Sungguh menakjubkan urusan orang beriman, seluruh urusannya adalah kebaikan baginya.” (HR. Muslim, no. 2999)

Kesedihan hari ini bisa jadi adalah awal kebahagiaan yang lebih besar esok hari. Ketika seseorang meyakini bahwa takdir Allah selalu baik, maka hatinya akan lebih mudah menerima kenyataan hidup dengan sabar dan lapang dada.

Baca Juga: Seluruh Pemeluk Dienul Islam Adalah Muslim

  1. Membaca dan Merenungkan Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah obat bagi hati yang luka. Ia menyentuh relung terdalam manusia dan memberikan panduan yang menenangkan. Allah Ta’ala berfirman:

يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَدْ جَآءَتْكُم مَّوْعِظَةٌۭ مِّن رَّبِّكُمْ وَشِفَآءٌۭ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ

“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit (yang berada) dalam dada…” (QS. Yunus: 57)

Banyak ulama menyarankan untuk memperbanyak membaca Surah Yusuf, karena di dalamnya terdapat kisah kesedihan, ketabahan, dan kemenangan yang luar biasa.

  1. Jangan Terpuruk dalam Sendirian

Kesedihan yang terus dipendam bisa menjadi beban jiwa. Islam tidak melarang kita untuk mencurahkan perasaan, selama itu dilakukan dalam batas yang benar. Nabi Ya’qub berkata:

إِنَّمَآ أَشْكُوا۟ بَثِّى وَحُزْنِىٓ إِلَى ٱللَّهِ

“Sesungguhnya aku hanya mengadukan kesusahan dan kesedihanku kepada Allah…” (QS. Yusuf: 86)

Namun tidak mengapa juga untuk berbagi kepada orang yang amanah, memahami syariat, dan bisa membantu. Kesembuhan sering kali datang setelah kita membuka hati.

  1. Menghindari Bisikan Setan dan Keputusasaan

Setan ingin manusia larut dalam kesedihan agar berpaling dari ibadah. Dalam tafsirnya, Imam Al-Qurtubi menjelaskan bahwa kesedihan yang berlebihan adalah senjata setan untuk mematahkan semangat. Karena itu, Islam melarang keputusasaan. Allah Ta’ala menegaskan:

وَلَا تَيْـَٔسُوا۟ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ ۖ إِنَّهُۥ لَا يَيْـَٔسُ مِن رَّوْحِ ٱللَّهِ إِلَّا ٱلْقَوْمُ ٱلْكَـٰفِرُونَ

“Dan janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang-orang kafir.” (QS. Yusuf: 87)

Optimisme adalah bagian dari iman. Maka jangan biarkan setan menipu dengan bisikan keputusasaan.

Kesedihan adalah bagian dari perjalanan hidup yang bisa memperkuat keimanan atau justru menjatuhkan, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Islam hadir sebagai cahaya yang membimbing manusia keluar dari kesedihan menuju ketenangan.

Melalui doa, sabar, amal shalih, dzikir, dan keyakinan kepada takdir Allah Ta’ala, seseorang bisa bangkit kembali dengan hati yang lebih kuat dan jiwa yang lebih bersih.

Jika saat ini engkau sedang bersedih, maka yakinlah: Allah Ta’ala bersamamu. Dia tidak pernah meninggalkan hamba-Nya yang bersandar kepada-Nya. Ingatlah janji-Nya:

فَإِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا • إِنَّ مَعَ ٱلْعُسْرِ يُسْرًا

“Karena sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5-6)

 

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda