Oleh Hana Hajar Hasanah, Ibu rumah tangga, menetap di Cileungsi, Bogor.
DI tengah hiruk-pikuk kehidupan modern, sering kali kita mendengar stereotip tentang wanita: cerewet, lembut hati, mudah menangis, namun juga penuh kasih sayang. Bahkan, ungkapan seperti “cewek itu matre” atau pepatah “wanita diuji ketika pasangannya tidak memiliki apa-apa, sedangkan pria diuji ketika ia memiliki segalanya” menjadi cermin dari berbagai pandangan terhadap hubungan antara pria dan wanita. Namun, di balik semua itu, ada pesan mendalam yang perlu kita renungkan.
Wanita sering digambarkan sebagai makhluk yang lemah secara fisik, sehingga membutuhkan perlindungan dan rasa aman. Namun, perlindungan ini tidak selalu berkaitan dengan materi. Wanita mencari sosok yang dapat dipercaya, memiliki akhlak baik, dan bertanggung jawab, sebagaimana ayah mereka memberikan rasa aman. Sebaliknya, pria memiliki fitrah untuk melindungi, membimbing, dan menjadi pemimpin. Sebuah keselarasan yang Allah ciptakan untuk menciptakan harmoni.
Sebagaimana firman Allah dalam Surah An-Nisa ayat 34: “Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka atas sebagian yang lain, dan karena mereka telah memberikan nafkah dari hartanya.”
Baca Juga: Peran Masjid Al-Aqsa dalam Menyatukan Umat Islam di Seluruh Dunia
Ayat ini menegaskan bahwa pria dan wanita memiliki peran yang saling melengkapi. Fitrah pria untuk melindungi dan wanita untuk dilindungi merupakan manifestasi dari keseimbangan ilahi yang tidak membebani salah satu pihak.
Kesetaraan dan Keutamaan
Ada anggapan bahwa peran laki-laki lebih mulia dibanding wanita. Namun, Allah menegaskan bahwa setiap amal kebaikan, baik dilakukan pria maupun wanita, akan mendapatkan ganjaran yang sama. Dalam Surah An-Nahl ayat 97, Allah berfirman: “Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik pria maupun wanita dalam keadaan beriman, maka niscaya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.”
Meski pria memiliki tanggung jawab besar, seperti menafkahi keluarga dan menjadi pemimpin, wanita juga memiliki keutamaan yang istimewa. Seorang ibu, misalnya, memiliki hak untuk dimuliakan tiga kali lebih tinggi daripada seorang ayah. Hal ini mencerminkan besarnya pengorbanan seorang ibu dalam melahirkan dan merawat anak-anaknya. Demikian pula dalam hal warisan, meskipun bagian pria lebih besar, itu disertai dengan tanggung jawab untuk menafkahi keluarga.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-30] Batasan-batasan Allah
Allah berfirman dalam Surah An-Nisa ayat 32: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain.” Ayat ini mengajarkan bahwa perbedaan yang Allah tetapkan adalah bentuk keadilan yang sempurna.
Propaganda yang Menyesatkan
Namun, di era modern ini, harmoni antara pria dan wanita sering dirusak oleh propaganda yang menyesatkan. Hukum dan fitrah yang Allah tetapkan sering dianggap sebagai bentuk pengekangan atau ketidakadilan. Akibatnya, banyak pria dan wanita lupa akan tujuan penciptaan mereka sebagai khalifah di muka bumi.
Kaum pria, misalnya, sering kali dilumpuhkan oleh godaan duniawi seperti pornografi, judi, atau hiburan digital yang berlebihan. Mereka lupa akan tanggung jawab utama mereka untuk melindungi keluarga dari api neraka, sebagaimana disebutkan dalam Surah At-Tahrim ayat 6: “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.”
Baca Juga: Surat Yasin: Mengungkap Hikmah dan Kandungannya
Di sisi lain, kaum wanita dihadapkan pada standar kecantikan yang tidak realistis, sehingga banyak yang merasa tidak percaya diri. Media sosial memperparah keadaan ini dengan menciptakan tekanan untuk tampil sempurna. Akibatnya, sebagian wanita lebih memilih fokus pada karier, bahkan ada yang takut menikah karena tidak yakin akan menemukan pasangan yang dapat diandalkan.
Peran Mulia Wanita
Ungkapan seperti “Buat apa sekolah tinggi-tinggi kalau ujung-ujungnya di dapur?” sering kali membuat wanita merasa bahwa menjadi ibu rumah tangga adalah pilihan yang memalukan. Padahal, peran seorang ibu jauh melampaui urusan domestik. Ibu adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, yang kelak menjadi generasi penerus Islam.
Menjadi ibu adalah misi besar yang penuh tantangan. Tugas ini mencakup membentuk akhlak, menanamkan nilai-nilai agama, dan mempersiapkan generasi mukmin yang akan membawa kesejahteraan bagi seluruh alam. Rasulullah SAW bersabda: “Surga berada di bawah telapak kaki ibu.” Ini adalah bukti nyata betapa mulianya peran seorang ibu.
Baca Juga: Menjadi Suami Qawwam: Peran dan Tanggung Jawab Laki-Laki dalam Islam
Kembali ke Tujuan Hidup
Di tengah segala tipu muslihat dunia, kita sering lupa akan tujuan utama kita diciptakan, yaitu untuk beribadah kepada Allah. Sebagaimana firman-Nya dalam Surah Adz-Dzariyat ayat 56: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
Ibadah tidak hanya terbatas pada ritual seperti shalat atau puasa, tetapi mencakup segala aktivitas yang dilakukan dengan niat mencari ridha Allah. Ketika kita menyadari bahwa hidup kita adalah untuk beribadah, maka setiap keputusan yang kita ambil akan didasarkan pada nilai ibadahnya.
Kisah ibu dari Siti Maryam adalah contoh nyata dari pengorbanan untuk kepentingan agama. Di usia yang sudah tua, ia berdoa kepada Allah untuk diberikan anak, bukan demi kepentingan pribadi, tetapi karena khawatir melihat kehancuran moral di sekitarnya. Ia rela mengorbankan kenyamanan demi menegakkan kalimat Allah.
Baca Juga: Tangisan di Alam Barzakh: Ketika Amal Tidak Cukup Menolong
Menghadapi Ketakutan
Ketakutan adalah perasaan manusiawi yang sering kali menghambat kita untuk melangkah maju. Namun, di sinilah letak keimanan kita diuji. Allah berfirman dalam Surah Al-Baqarah ayat 155: “Dan sungguh, Kami akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar.”
Ketakutan tidak seharusnya membuat kita berhenti, melainkan menjadi pengingat untuk selalu bergantung kepada Allah. Keyakinan kepada pertolongan Allah adalah kunci untuk menghadapi segala ujian hidup.
Dunia ini penuh dengan tipu muslihat yang sering kali membuat kita lupa akan hakikat hidup. Namun, dengan kembali kepada ajaran Allah dan menjalani peran kita sesuai dengan fitrah, kita dapat menemukan kebahagiaan sejati.
Baca Juga: Anak Shalih Shalihah Rezeki Terbesar dan Investasi Abadi Dunia Akhirat
Allah Maha Adil dan Bijaksana dalam menetapkan segala perkara. Mari kita jalani hidup ini dengan penuh kesabaran dan keikhlasan, serta selalu mengingat bahwa tujuan utama kita adalah untuk beribadah kepada-Nya. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-29] Ragam Pintu Kebaikan