Tolak Ketidakadilan Soal Gaza, Turkiye Desak Reformasi PBB

Kampala, MINA – Wakil Presiden Turkiye Cevdet Yilmaz menyerukan reformasi PBB karena gagal mewujudkan gencatan di Jalur Gaza yang hingga saat ini terus mengalami ketidakadilan akibat agresi pendudukan Israel, Anadolu Agency melaporkan.

Berbicara pada pertemuan puncak Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non-Blok (GNB) di Uganda, Jumat (19/1) Yilmaz menegaskan, Dewan Keamanan PBB telah lumpuh karena gagal menyerukan gencatan senjata di Gaza. Namun ia bersyukur mayoritas komunitas internasional menolak ketidakadilan ini.

“Dalam enam dekade berlalu, dunia telah menyaksikan banyak kekejaman dan konflik kekerasan. Namun, kehancuran yang menimpa warga Palestina sejak 7 Oktober akibat serangan tanpa pandang bulu Israel di Gaza belum pernah terjadi sebelumnya dalam banyak aspek,” kata Yilmaz
saat berpidato di depan para Kepala Negara dan pemerintahan dari 123 negara anggota GNB.

Baca Juga:  Peran Kearifan Lokal dalam Memanfaatkan Kekayaan Flora

Yilmaz menggarisbawahi, tema KTT tersebut “Memperdalam kerja sama untuk berbagi pengaruh global” sesuai dengan visi dan aspirasi Turkiye dalam hubungan luar negerinya.

“Semboyan kami, ‘dunia lebih besar dari lima’, mencerminkan seruan sah komunitas internasional akan multilateralisme yang adil, efektif, dan diperkuat, dengan PBB sebagai pusatnya. Dunia yang lebih adil dan lebih adil adalah mungkin, ini juga yang diperjuangkan oleh gerakan ini,” katanya.

Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan sering mengulangi perkataanya, “dunia lebih besar dari lima”, yang mengacu pada lima anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yakni China, Prancis, Rusia, Inggris dan Amerika Serikat yang memiliki hak veto.

Ia mengkritik fakta, kelima negara pemilik hak veto- itu dapat menghalangi resolusi penting yang mengikat secara internasional mengenai berbagai masalah rumit.

Baca Juga:  Al-Qassam Tembak Dua Tentara Zionis dengan Satu Peluru

Yilmaz mengatakan, krisis yang terjadi di Gaza telah memperjelas satu hal, tidak akan ada perdamaian abadi di Timur Tengah tanpa penyelesaian konflik Israel-Palestina.

“Solusi jangka panjang hanya dapat dicapai melalui pembentukan Negara Palestina yang merdeka, berdaulat, dan berdekatan secara geografis, berdasarkan perbatasan tahun 1967 dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya,” tambahnya. (T/RE1/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: sajadi

Editor: Widi Kusnadi