Oleh: Rendy Setiawan*
Toleransi dan solidaritas seperti sebuah koin yang memiliki dua muka, saling melengkapi satu sama lain. Toleransi dan solidaritas berkaitan erat dengan sikap seseorang dalam menjalankan kehidupan bermasyarakat, termasuk menyangkut soal agama, budaya, adat, dan sebagainya.
Secara umum, toleransi dimaknai sebagai sikap membiarkan orang lain berpendapat lain, melakukan hal yang tidak sependapat dengan kita, tanpa kita ganggu ataupun intimidasi.
Sementara toleransi beragama memiliki arti sikap lapang dada seseorang untuk menghormati dan membiarkan pemeluk agama untuk melaksanakan ibadah mereka menurut ajaran dan ketentuan agama masing-masing yang diyakini tanpa ada yang mengganggu atau memaksakan baik dari orang lain maupun dari keluarganya sekalipun.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
Beberapa waktu belakangan, toleransi secara subyektif sering dikaitkan dengan hubungan antara agama Islam dengan non Islam, bukan lagi menyoal suatu agama dengan agama lain, sehingga apapun yang dilakukan oleh umat Islam, akan selalu disorot, baik oleh pemerintah, maupun oleh media.
Mudah untuk mencari contoh terkait hal ini, misalnya Aksi Bela Islam yang dilakukan beberapa kali dan berjalan dengan damai, dianggap anti kebhinekaan, anti toleransi, dan anti persatuan NKRI. Kemudian ada juga kita temukan isu beredar di tengah masyarakat tentang Bendera Indonesia yang dilukis dengan tulisan Arab dan gambar pedang menyilang yang kemudian dianggap sebagai pelecehan terhadap Bendera Indonesia.
Seperti yang sudah disebutkan di awal, segala sikap dan tindakan yang dilakukan oleh umat Islam, maka akan disorot. Padahal, Bendera Indonesia sebelumnya juga pernah dilukis dengan lambang dan tulisan metalica dan sebagainya, namun tidak muncul dalam sorotan pemerintah dan medianya.
Secara kasat mata, kedua persoalan tersebut sama, yaitu melakukan tindakan pelukisan terhadap Bendera Indonesia yang secara hukum dilarang. Tapi pada kenyataannya, justru yang lebih disorot adalah esensinya, seperti misalnya menganggap jika dilukis dengan lafadz Arab dan pedang menyilang itu sebagai bentuk penghinaan terhadap lambang, anti NKRI dan kearab-araban, serta anggapan miring lainnya.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Dari anggapan ini kemudian memunculkan ide yang cenderung provokatif seperti anti Arab, paham Islam Nusantara dan sebagainya. Sementara dilukis dengan metalica dan sebagainya bukan hal yang perlu dipersoalkan dan dibesar-besarkan.
Padahal semua tindakan yang dilakukan umat Islam tidak lain hanyalah bentuk solidaritas terhadap agamanya yang sejak pertengahan tahun lalu terus diusik. Solidaritas beragama di dalam Islam dikenal dengan ukhuwah Islamiyah. Tentu dalam menyuarakan sikap solidaritasnya, umat Islam selalu membatasi diri dari garis-garis wilayah yang melanggar hukum di Indonesia.
Ukhuwah Islamiyah bisa dipahami sebagai bentuk persaudaraan dari suatu ikatan yang mengalahkan ikatan atas dasar darah dan keturunan, yaitu ikatan hati atas dasar akidah Islamiyah, keimanan dan takwa. Ukhuwah Islamiyah juga sebuah nikmat dari Allah yang diberikan kepada umat Islam untuk merasakan manisnya Islam, damainya ajaran yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam.
Ketika solidaritas sebagai bentuk ukhuwah Islamiyah, maka jangan dibenturkan dengan sikap toleransi dalam bermasyarakat. Sikap solidaritas bukan penghalang terbangunnya sikap toleransi. Begitu juga sebaliknya toleransi bukan alasan untuk ‘memukul’ orang yang ingin menunjukkan solidaritasnya, karena pada dasarnya keduanya memiliki porsinya masing-masing. (R06/RS3)
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
*Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Fatah Bogor
Baca Juga: Indonesia, Pohon Palma, dan Kemakmuran Negara OKI