Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Topeng Demokrasi Amerika Roboh di Tepi Gaza

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 41 detik yang lalu

41 detik yang lalu

0 Views

Amerika penuh darah dan dosa (foto: ig)

DI TENGAH kobaran api dan suara jerit tangis anak-anak Gaza, satu hal menjadi semakin terang: topeng demokrasi Amerika Serikat telah jatuh, tersungkur di tanah yang berlumuran darah tak berdosa. Dunia menyaksikan, tapi Amerika tetap bergeming, tetap membiayai, tetap membela, tetap menutup mata—atas kejahatan perang yang dilakukan sekutu utamanya, Israel, terhadap rakyat Palestina. Inilah wajah asli Amerika: bukan pembela hak asasi, bukan pelindung kebebasan, melainkan pendukung penjajahan dan pembantai kemanusiaan.

Sejak awal penjajahan di Palestina, Amerika selalu berdiri di belakang entitas Zionis. Dengan senyum diplomatik dan jargon demokrasi, mereka membungkus dukungan mereka pada kezaliman. Tetapi tragedi demi tragedi di Gaza telah membuka mata dunia: Amerika bukan hanya diam, tetapi aktif menjadi bagian dari mesin pembunuh yang melumat rakyat Gaza—baik melalui senjata, veto di PBB, hingga propaganda media arus utama.

Amerika menggembar-gemborkan diri sebagai penjaga tatanan dunia, pendukung hak-hak minoritas, dan pelindung rakyat sipil. Tapi saat anak-anak Palestina kehilangan ayah-ibu mereka, saat masjid-masjid rata dengan tanah, saat rumah sakit dibom dengan dalih “milik Hamas”, Amerika berdiri di sisi pembunuh, bahkan menyuplai amunisi tambahan.

Inilah hipokrisi yang nyata. Saat Ukraina diserang, Amerika menangis di mimbar dunia, mengutuk Rusia dan mengirim triliunan dolar bantuan. Tapi saat Gaza dibombardir siang dan malam, mereka hanya mengucap, “Israel berhak membela diri.” Apakah membela diri artinya membakar kamp pengungsi? Membela diri dengan menjatuhkan bom fosfor putih di wilayah padat penduduk? Tidak! Ini bukan pembelaan, ini genosida yang dilindungi kekuatan dunia.

Baca Juga: Tarian Tanpa Hijab di Depan Trump: Potret Jahiliyah Modern di Negeri Muslim

Amerika bukan hanya munafik. Mereka bermuka dua, tiga, bahkan seribu wajah, tergantung siapa yang jadi korbannya. Di mata mereka, nyawa Muslim tidak seharga nyawa bangsa lain. Maka tak heran, mereka tetap memveto setiap upaya gencatan senjata, tetap mengalirkan bantuan militer, tetap menjadikan lobi Zionis sebagai kiblat keputusan luar negeri mereka.

Gaza hari ini bukan hanya tentang konflik tanah, bukan sekadar perang antara dua pihak. Gaza adalah cermin yang memantulkan wajah sejati dunia—dan Amerika berada di barisan paling hina. Mereka yang mengaku pejuang HAM ternyata hanya diam saat kemanusiaan diperkosa terang-terangan.

Dan ironisnya, sebagian besar dunia Islam pun masih bungkam, masih takut menyebut Amerika sebagai bagian dari penindasan, masih menjilat dalam diplomasi palsu. Umat Islam harus sadar, selama kita diam, selama kita terus tunduk pada hegemoni Amerika, maka darah anak-anak Palestina akan terus membasahi bumi, dan kita ikut berdosa.

Umat Islam Harus Bangkit, Bukan Sekadar Menangis

Sudah cukup kita menangis di sosial media. Sudah cukup kita hanya berkirim doa dalam status WhatsApp. Saatnya umat Islam bangkit dan bergerak! Kita punya kekuatan yang selama ini tertidur: kekuatan kesatuan, kekuatan ekonomi, kekuatan narasi, kekuatan iman.

Baca Juga: Masjid Al-Aqsa, Doa dan Harapan

Pertama, boikot produk-produk yang menjadi darah bagi penjajahan. Setiap riyal dan rupiah yang kita belanjakan di produk pendukung Zionis adalah peluru yang akan mengenai tubuh anak Palestina. Jangan remehkan kekuatan boikot. Bahkan pemimpin Zionis mengakui bahwa boikot global bisa menghancurkan ekonomi mereka.

Kedua, desak pemerintah Muslim untuk keluar dari cengkeraman Amerika. Amerika bukan teman umat Islam. Mereka telah membuktikan berkali-kali bahwa mereka hanya menginginkan kekacauan di negeri-negeri Muslim. Dari Irak, Suriah, Afghanistan, hingga Palestina—jejak kehancuran selalu mengikuti langkah Amerika.

Ketiga, kuatkan ukhuwah Islamiyah, hentikan perpecahan antara Sunni dan Syiah, antara Arab dan non-Arab, antara mazhab dan organisasi. Musuh kita satu: ketidakadilan global yang dipimpin Amerika dan sekutunya. Selama kita sibuk bertengkar di dalam, mereka bebas menghancurkan dari luar.

Keempat, kuatkan literasi politik dan sejarah umat, agar generasi muda tak lagi tertipu oleh media Barat dan narasi palsu yang menyusup lewat film, game, dan sosial media. Generasi Muslim harus dididik untuk berpikir kritis, sadar geopolitik, dan berani berdiri membela kebenaran—tanpa takut stigma.

Baca Juga: Peringatan Nakba: Simbol Perlawanan dan Hak Kembali Bangsa Palestina

Akhir dari Kemunafikan

Tragedi Gaza telah menguak segalanya. Topeng Amerika telah jatuh, dan wajah buruknya tak bisa lagi disembunyikan. Dunia melihat, umat menyaksikan, dan sejarah akan mencatat bahwa negeri adidaya itu bukan pelindung kebebasan, tapi pelaku kejahatan atas nama demokrasi.

Umat Islam tidak boleh lagi tertipu oleh janji manis Washington. Kita tak butuh simpati palsu, tak perlu pelukan diplomasi dari tangan yang memegang bom. Yang kita butuhkan adalah kebangkitan kolektif umat, keberanian untuk bersatu, kekuatan untuk berdiri di pihak yang benar—meski dunia menertawakan kita.

Gaza adalah ujian, dan Amerika adalah bagian dari penindas. Mari jadikan tragedi ini sebagai titik balik. Bukan hanya untuk rakyat Palestina, tapi untuk seluruh umat Islam. Karena jika kita diam hari ini, maka esok lusa kita akan menjadi korban berikutnya.

Bangkitlah wahai umat Muhammad! Bersatulah! Lawanlah penjajahan dengan segala daya! Karena di balik kesabaran dan perjuangan kita, kemenangan sudah dijanjikan oleh Allah. Dan hari itu, insya Allah, akan datang lebih cepat dari yang mereka kira.

Baca Juga: Kunjungan Trump ke Saudi, antara Normalisasi, Investasi dan Pemetaan Kawasan

Allah Ta’ala berfirman yang artinya, “Dan Allah pasti akan menolong orang-orang yang menolong agama-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (Qs. Al-Hajj: 40), wallahua’lam.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: 77 Tahun Hari Nakbah, Genosida Harus Dihentikan

Rekomendasi untuk Anda