Di tengah penjajahan dan aksi genosida berkepanjangan yang melanda Jalur Gaza, penderitaan anak-anak dan bayi menjadi simbol paling memilukan dan tercabik-cabiknya rasa kemanusiaan.
Dalam beberapa bulan terakhir, laporan tentang bayi-bayi yang mati kedinginan di Gaza mengguncang hati masyarakat dunia. Situasi ini mencerminkan krisis kemanusiaan yang berada di titik nadir di wilayah tersebut.
Blokade, genosida dan keengganan PBB serta para pemimpin dunia melakukan tindakan nyata telah menciptakan kondisi yang tak terbayangkan bagi penduduknya, terutama para bayi.
Kematian bayi-bayi di Gaza tidak terjadi begitu saja. Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan tragedi ini:
Baca Juga: Pengungsi Gaza Sambut Tahun Baru 2025 di Tengah Tenda yang Banjir
Blokade dan Kekurangan Energi
Jalur Gaza telah berada di bawah blokade selama lebih dari 15 tahun, yang membatasi masuknya bahan bakar, obat-obatan, dan kebutuhan dasar lainnya. Sebagian besar rumah tangga di Gaza hanya memiliki akses listrik selama 3-4 jam per hari, membuat mereka bergantung pada metode pemanasan tradisional yang tidak efektif selama musim dingin.
Kemiskinan Ekstrem
Tingkat pengangguran di Gaza mencapai lebih dari 50%, dengan banyak keluarga hidup di bawah garis kemiskinan. Mereka tidak mampu membeli selimut tebal, pakaian hangat, atau alat pemanas. Bayi dan anak-anak kecil, yang tubuhnya rentan terhadap suhu dingin, menjadi korban utama.
Baca Juga: Puasa Rajab, Dalil dan Pendapat para Ulama
Infrastruktur yang Hancur
Konflik yang berulang kali menghantam Gaza telah menghancurkan rumah-rumah dan fasilitas umum. Banyak keluarga terpaksa tinggal di tenda atau rumah yang tidak layak huni, yang tidak mampu melindungi mereka dari angin dingin dan hujan.
Krisis Kesehatan
Sistem kesehatan di Gaza berada di ambang kehancuran. Rumah sakit kekurangan obat-obatan esensial, dan bayi-bayi yang lahir prematur atau memiliki komplikasi tidak mendapatkan perawatan yang memadai. Tanpa inkubator yang memadai atau alat pemanas, bayi-bayi ini tidak mampu bertahan hidup.
Baca Juga: Jelang Tahun Baru 2025, Jumlah Pemain Game Judi Online Indonesia Tembus 100 Juta
Tragedi ini telah menarik perhatian tokoh-tokoh internasional, meskipun tindakan nyata masih sangat terbatas.
Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres, dalam sebuah pernyataan menyebut kondisi di Gaza sebagai “malapetaka kemanusiaan” dan menyerukan akses kemanusiaan yang lebih besar untuk bantuan internasional.
Sementara, peraih Nobel Perdamaian, Malala Yousafzai, menyatakan keprihatinannya melalui media sosial, mengatakan bahwa “tidak ada anak yang seharusnya mati hanya karena dunia gagal menyediakan kebutuhan dasar.”
Paus Fransiskus juga menyerukan solidaritas global untuk membantu rakyat Gaza, mengingatkan bahwa “setiap kehidupan, terutama anak-anak, adalah suci dan harus dilindungi.”
Baca Juga: Ya Allah, Berkahilah pada Bulan Rajab, dan Sampaikanlah Hingga Ramadhan
Namun, meskipun ada banyak pernyataan keprihatinan, langkah konkret dari komunitas internasional masih sangat terbatas. Situasi ini memperlihatkan kurangnya tekanan global untuk mengakhiri penjajahn dan genosida dan memberikan bantuan kemanusiaan di wilayah Gaza.
Peran Aktifis dan Apa yang Harus Dilakukan Dunia Internasional?
Para aktivis dan organisasi kemanusiaan telah berusaha keras untuk memberikan bantuan kepada penduduk Gaza, meskipun mereka menghadapi berbagai tantangan.
Penggalangan Dana dan Bantuan Kemanusiaan
Baca Juga: Renungan Terhadap Palestina, Memasuki Tahun 2025
Organisasi seperti UNRWA, UNICEF, dan Palang Merah Internasional terus berupaya mengirimkan bantuan berupa pakaian hangat, selimut, dan bahan bakar ke Gaza. Namun, bantuan ini sering kali tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan seluruh penduduk.
Advokasi untuk Mengakhiri Blokade
Aktivis dan kelompok hak asasi manusia menyerukan diakhirinya blokade yang melumpuhkan Gaza. Mereka menekankan bahwa solusi jangka panjang harus mencakup akses bebas terhadap barang-barang penting dan rekonstruksi infrastruktur.
Tekanan Politik terhadap Negara-Negara Berpengaruh
Baca Juga: Kaleidoskop Thufanul Aqsa 2023-2024, Membuka Mata Dunia
Dunia internasional harus meningkatkan tekanan diplomatik pada negara-negara yang terlibat dalam konflik untuk mencari solusi damai. Negara-negara anggota PBB dapat mendorong resolusi yang memastikan perlindungan warga sipil dan akses bantuan kemanusiaan tanpa hambatan.
Kesadaran Publik
Kampanye global melalui media sosial, film dokumenter, dan liputan berita dapat meningkatkan kesadaran publik tentang krisis di Gaza. Semakin banyak orang yang peduli, semakin besar kemungkinan komunitas internasional bertindak.
Tragedi bayi-bayi yang mati kedinginan di Gaza adalah pengingat suram tentang kegagalan kolektif untuk melindungi pihak yang paling rentan.
Baca Juga: Kaleidoskop Bencana Nasional 2024, Tetap Waspada
Jika dunia bersatu untuk mengakhiri penderitaan ini, ada harapan bahwa anak-anak Gaza dapat menikmati masa depan yang lebih baik. Mereka tidak lagi harus berjuang melawan dingin, kelaparan, dan ketidakadilan.
Dunia internasional memiliki tanggung jawab moral dan kemanusiaan untuk bertindak sekarang. Karena, seperti yang pernah dikatakan oleh Nelson Mandela, “Tidak ada yang lebih mengungkapkan jiwa sebuah masyarakat selain cara mereka memperlakukan anak-anak mereka. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Kaleidoskop 2024: Peristiwa Internasional yang Paling Disorot