Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Traveling ke Masjidil Aqsha

Ali Farkhan Tsani Editor : Widi Kusnadi - 2 jam yang lalu

2 jam yang lalu

0 Views

Kompleks Masjidil Aqsa (Al-Maudhu)

DI ANTARA banyak tempat suci di muka bumi, hanya tiga yang disebut Nabi sebagai tujuan perjalanan suci: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha. Dan di antara ketiganya, Masjidil Aqsha menjadi awal mi’raj, tangga langit pertama menuju Sidratul Muntaha.

Berziarah atau berkunjung ke suatu tempat itu adalah karena daerah yang akan kita kunjungi memiliki keutamaan atau hal yang menarik. Baik secara fisik untuk dilihat, atau secara nonfisik menarik untuk dirasakan sensasinya atau pengalaman batinnya (spiritual).

Dalam kaitan kunjungan, Masjidil Aqsha bukan hanya tempat, ia adalah risalah. Risalah kemuliaan, kenabian, dan janji akan pembebasan. Tiga masjid yang dimuliakan itu, Rasul tegaskan dalam sabdanya:

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلَاثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِي هَذَا وَالْمَسْجِدِ الْأَقْصَ

Baca Juga: Kemenangan Al-Aqsa oleh Orang-Orang Beriman

“Tidak dikerahkan melakukan suatu perjalanan kecuali menuju tiga Masjid, yaitu Masjid Al-Haram (di Mekkah), dan Masjidku (Masjid An-Nabawi di Madinah), dan Masjid Al-Aqsha (di Palestina)”.  (H.R. Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu).

Hadits ini menunjukkan perjalanan ke tiga masjid tersebut memiliki berbagai kebajikan dan keutamaan. Di antaranya shalat di Masjidil Haram pahalanya setara dengan seratus ribu shalat di masjid lainnya. Adapun shalat di Masjid Nabawi sama dengan seribu shalat di tempat lain, dan shalat di Masjid Al-Aqsha setara dengan lima ratus kali.

Jika seseoang berkunjung ke Masjidil Haram, berjumpa Allah di hadapan rumah-Nya, Baitullah, terasa air mata mengalir tak terbendung. Di setiap melihat Ka’bah, saat thawaf mengitarinya, saat Sa’i antara Shafa dan Marwah, semua ada getaran-getaran kerinduan kepada Sang Pencipta.

Terbayang dosa-dosa yang menggunung, disaksikan langsung oleh Sang Maha Pemberi Balasan. Sungguh sekeras jiwa apapun, sekasar apapun karakternya, ia dipastikan akan melelehkan air mata taubat.

Baca Juga: Spekulasi Gugurnya Abu Obeida, Belum Ada Konfirmasi Hamas

Demikian halnya saat berkunjung ke Madinah, dan hendak berjumpa baginda Nabi Muhammad Shallalallahu ‘Alaihi Wasallam. Jiwa terasa kerdil dan malu berjumpa Nabi yang separuh hidupnya dipersembahkan untuk perjuangan dakwah dan jihad. Malu pula terhadap dua orang termulia di samping baginda, Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan Amirul Mukminin Umar bin Khattab.

Namun akan berbeda, manakala berkunjung ke Masjidil Aqsha. Menurut mereka yang pernah berkunjung ke Masjidil Aqsha, nuansa ziarah ke Al-Aqsha adalah nuansa perjuangan. Betapa para peziarah harus menghadapi check point yang jumlahnya berpuluh-puluh. Tak terkira banyaknya dan rumitnya.

Terlihat bagaimana para peziarah melihat muka-muka bengis dan sosok-sosok jahat tentara Zionis Israel ketika menggeledah setiap tas bawaan dan lipatan-lipatan baju pengujung. Bahkan hingga ke baju-baju dalam segala.

Karenanya, kunjungan ke Al-Aqsha itu bukanlah kunjungan biasa, tapi juga ziarah mengunjungi  saudara-saudara kita yang telah berjuang langsung di medan perjuangan. Di sini, terlihat wajah gembira warga dan anak-anak Palestina menyambut para pengunjung yang menyapanya.

Baca Juga: Hentikan Perang Sekarang Juga

Para pengunjung pun membeli beberapa barang yang dijual warga Palestina, untuk sedikit menghidupkan unit-unit perekonomian mereka.

Terlebih saat memasuki Masjidil Aqsha yang penuh berkah, melalui gerbang utama Magharibah, yang juga dijaga ketat pihak keamaman Zionis Israel.

Terlihat di halaman, serambi dan dalam masjid, terlihat para penjaga (murabithun dan murabithat), yang siaga sepanjang waktu mengawal Masjidil Aqsha dari serbuan tentara Zionis dan para pemukim ektremis Yahudi.

Tak sedikit dari mereka menjadi putra-putra terbaik Palestina menjadi bagian dari barisan para syuhada Al-Aqsha.

Baca Juga: Baitul Maqdis, Negeri Para Nabi

Maka, akan semakin terasa betapa Masjidil Aqsha adalah bagian yang paling berharga dari umat Islam dan komponen paling penting yang tidak dapat dipisahkan dari iman.

Karenanya, menjadi keinginan iman terdalam kita umat Islam, untuk shalat berjamaah bersama kaum Muslimin di Masjidil Aqsha, di negeri para Nabi, wilayah penuh berkah.

Orang-orang Yahudi saja secara berkala berkunjung ke kompleks Al-Aqsha dengan klaim ritual talmud di Tembok Ratapan, di samping Masjid Al-Aqsha. Itu keyakinan mereka. Kita tentu harus lebih kuat dan serius dari mereka.

Maka, kita perlu terus menganjurkan dan menggerakkan kaum Muslimin untuk berkunjung ke Al-Aqsha. Agar bisa mendengar dan melihat secara langsung perjuangan nyata di sana.

Baca Juga: Dari Silaturahmi ke Ajang Pamer: Media Sosial yang Kehilangan Ruh

Begitulah Allah memberkahi sekeliling Al-Aqsha, dan tentu memberkahi orang-orang di sekitarnya yang beriman, dan mereka yang mengunjunginya.

Ya, memprogramkan berziarah ke Al-Aqsha menjadi salah satu kedalaman dan kekuatan iman kita. Tentu akan lebih mendalam manakala khusus perjalanan ke Masjidil Aqsha selama 10 hari misalnya. Banyak hal yang dapat didokumentasikan, dikomunikasikan dan diwartakan ke seluruh dunia. Termasuk menjalin networking dengan warga setempat untuk mendapatkan informasi berikutnya sepulang ke tanah air.

Ini akan menjadi perjalanan penuh perjuangan untuk pembebasan Masjidil Aqsha, dan pengembaliannya kepada mereka yang berhak memilikinya, yakni Umat Islam seluruhnya. []

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Menjarah: Akibat dari Keserakahan dan Ketidakadilan

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Kolom
Kolom
Palestina
Indonesia