boikot-israel-presstv-300x168.jpg" alt="boikot israel presstv" width="518" height="290" />Oleh Ali Farkhan Tsani, Redaktur MINA (Mi’raj Islamic News Agency)
Media The Electronic Intifada edisi 31 Januari 2016 memberitakan, lebih dari 200 akademisi dari 50 universitas di Italia telah menandatangani seruan untuk memboikot institusi akademik Israel sampai Israel tunduk pada hukum internasional.
Ini adalah untuk pertama kalinya sejumlah besar akademisi Italia telah mengambil sikap publik dalam mendukung kampanye boikot, divestasi dan sanksi atau yang dikenal dengan kampanye BDS (The Palestinian-led campaign of Boycott, Divestment and Sanctions).
Aksi tersebut dilakukan hanya beberapa bulan setelah Perdana Menteri Italia Matteo Renzi mengecam gerakan BDS yang ia sebut sebagai tindakan bodoh dan sia-sia, dalam pidatonya kepada parlemen Israel.
Baca Juga: Tertib dan Terpimpin
Reaksi segera datang dari para ulama Italia yang kemudian ikut bergabung memberikan dukungan lebih dari 1.500 ulama di Inggris, Belgia, Afrika Selatan, Irlandia dan Brasil.
Para ulama dunia mendukung seruan Italia untuk disebarluaskan kepada kalangan akademisi yang berkomitmen untuk menolak undangan dari lembaga akademis Israel. Seruan juga menyeru kalangan cendekiawan untuk tidak berpartisipasi dalam konferensi yang didanai, diselenggarakan atau disponsori oleh lembaga-lembaga Israel.
Aksi kampanye BDS juga diperkuat dengan kampanye boikot akademik dan budaya Israel atau yang dikenal dengan PACBI (The Palestinian Campaign for the Academic and Cultural Boycott of Israel).
Kampanye ini manargetkan bukan hanya boikot individu, tetapi juga boikot secara lembaga akademisi.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat
Belajar dari Sejarah
Prof. Patrizia Manduchi, guru besar di Universitas Cagliari mengatakan bahwa dirinya ikut menandatangani kampanye boikot karena sangat penting dan akan ada dampak yang signifikan.
“Ini akan menjadi alat penting dalam meningkatkan kesadaran di kalangan masyarakat akademik, sebab banyak di antara akademisi yang tidak tahu apa yang terjadi,” ujarnya.
Prof. Manduchi, seorang guru besar sejarah juga menekankan pentingnya mempelajari catatan sejarah, asal-usul dan evolusi dari sebuah konflik yang sering dilupakan.”
Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?
“Inilah pentingnya kita belajar dari, sejarah mengajarkan kita,” katanya.
Pakar lainnya, Andrea Domenici, asisten profesor di bidang teknik komputer, juga menyatakan, bahwa dirinya menekankan kepada mereka yang bekerja sebagai peneliti, memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat manusia. Di antara mereka adalah kewajiban untuk tidak bekerja sama dengan lembaga yang berpartisipasi dalam sistem penindasan.
Hubungan Militer
Seruan secara khusus ditujukan untuk mengakhiri hubungan antara universitas-universitas teknik di Italia dengan universitas-universitas teknik berbasis di Israel, terutama Technion University.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang
Technion atau Universitas Teknologi Israel berbasis di Haifa, yang didirikan tahun 1912. Technion dianggap sebagai salah satu perguruan tinggi terkemuka dalam riset teknologi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Koordinasi Komite dan Asosiasi Eropa untuk Palestina, Technion dijadwalkan untuk menerima lebih dari 18 juta dolar AS (sekitar Rp246 miliar) dana Eropa atas nama program penelitian Uni Eropa Horizon 2020.
Penelitian menambahkan, semua institusi akademik Israel memainkan peran integral dalam kampanye yang mengingkari hak-hak dasar warga Palestina. Dalam hal ini Technion dipilih Israel sebagai kampus pengembangan riset industri militer mereka.
Technion dikenal memiliki hubungan yang sangat dekat dengan Kementerian Pertahanan Israel dan militer serta produsen senjata tertinggi serta perusahaan pertahanan Israel Aerospace Industries, Rafael Advanced Defense Systems dan Elbit Systems.
Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat
Perusahaan Elbit Systems bahkan dikenal sebagai perusahaan yang memproduksi drone (pesawat tanpa awak) yang digunakan oleh tentara Israel untuk menyerang warga sipil di Lebanon pada tahun 2006 serta di Gaza pada tahun 2008-2009 dan 2014.
Menurut sebuah laporan dari Pertahanan untuk Anak Internasional-Palestina, pasukan Israel secara langsung menargetkan serangannya terhadap anak-anak di Gaza. Sejumlah 164 anak-anak di antaranya tewas oleh rudal pesawat tak berawak yang menembakkan munisinya pada musim panas tahun 2014.
Elbit Systems merupakan produsen senjata terbesar Israel dan sebagai satu-satunya lembaga penawar dalam menjalankan misi pembelian industri militer Israel. Perusahaan ini akan menambah produksi roket canggih, bom udara dan tank.
Lembaga ini seringkali mengadakan pameran di kampus-kampus disertai dengan penawaran beasiswa, proyek-proyek penelitian dan bahkan perekrutan tenaga kerja.
Baca Juga: Dentuman Perang Memisahkan Sepasang Calon Pengantin
Tahun 2015 lalu, Technion mengembangkan program untuk para profesional yang tertarik dalam mengembangkan industri ekspor pertahanan Israel.
Para ulama Italia mendesak rekan-rekan mereka sesama akademisi untuk menangguhkan semua bentuk kerjasama akademik, budaya atau proyek bersama dengan Technion.
Tercatat delapan universitas di Italia yakni di Turin, Milan, Florence, Perugia, Roma dan Cagliari, saat ini memiliki perjanjian kerjasama dengan Technion,
Tercatat juga perjanjian kerjasama militer antara Italia dan Israel yang berlangsung sejak tahun 2005 dalam hal penelitian dan pengembangan sistem senjata serta melakukan setiap negara untuk mendorong industri mereka untuk mencari proyek-proyek dan peralatan dengan kepentingan bersama kedua belah pihak.
Baca Juga: Bela Masjid Al-Aqsa Sepanjang Masa
Protes Mahasiswa
Oktober 2015 lalu, sejumlah mahasiswa dan staf di Universitas Turin dan Politeknik Turin, yang keduanya memiliki perjanjian dengan Technion, turun ke jalan mengajukan protes selama dua hari atas masih adanya kerjasama kampus mereka dengan Technion.
Protea erupa berlabgsug di Pulau Sardinia, sejumlah kelompok mahasiswa dan asosiasi meluncurkan petisi yang menyerukan penghentian semua jenis perjanjian kerjasama antara Universitas Cagliari dan institusi akademik Israel, khususnya Technion.
Roberto Vacca, pengurus serikat organisasi mahasiswa Unica menyatakan bahwa protes diluncurkan untuk segera mengakhiri perjanjian kerjasama tersebut.
Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati
“Kami tidak ingin kota kami dan universitas kami terlibat dalam kengerian yang dilakukan di Palestina oleh pemerintah dan lembaga-lembaga Israel,” tegasnya.
Progetto salah seorang mahasiswa di Turin mengatakan bahwa pengorganisasian kampanye boikot akademik sangat penting karena universitas Israel jauh dari mata pelajaran secara independen. Namun justru terintegrasi dan terlibat dalam kebijakan negara yang menindas warga Palestina sehari-hari.
Masyarakat Italia untuk Studi Timur Tengah (The Italian Society for Middle Eastern Studies) dijadwalkan akan menjadi tuan rumah diskusi panel pada pertengahan Maret medntang tentang kampanye boikot akademik.
Baca Juga: Menjaga Akidah di Era Digital
Enrico Bartolomei, koordinator diskusi panel yang juga peneliti independen mengatakan bahwa acara yang akan dilaksanakan di Sisilia itu menjadi janji akademisi untuk memantapkan tren boikot Israel.
“Meskipun terjadi peningkatan dukungan dari kampus-kampus dan di antara organisasi profesional di seluruh dunia atas boikot institusi akademik Israel. Namun akademisi di Italia sebagian besar tetap diam atau malah tetap mengatur kerjasama yang lebih luas dengan lembaga Israel terkait industri militer Israel. Ini berarti terlibat dalam pelanggaran hukum internasional dan hak-hak Palestina,” kata Bartolomei.
Menurut catatan Bartolomei, diskusi panel menandai untuk pertama kalinya sebuah asosiasi akademik di seluruh Italia secara terbuka akan membahas kampanye boikot umum dan boikot akademisi Israel.
Pembahasan penting sebab kemajuan militer-industri Israel sangat tergantung pada kemauan pemerintah, perusahaan dan pusat penelitian di seluruh dunia untuk berkolaborasi dengan universitas dan pusat penelitian di Israel.
Baca Juga: Amerika itu Negara Para Pendatang!
Untuk itu, para akademisi yang terdiri dari dosen, peneliti, dan mahasiswa kini bekerja keras untuk meningkatkan kesadaran serta mengubah kemauan yang menjadi kewajiban untuk meyakinkan lembaga-lembaga untuk memutuskan hubungan mereka dengan Israel.
Sebuah tren akademisi yang menggugah dunia datang dari para cendekiawan dan ulama Italia, untuk memboikot Israel. Tren boikot ini perlu terus digencarkan dan diratakan ke seluruh akademisi dunia, termasuk di kawasan negeri-negeri Muslim, wabil khusus Indonesia. Sampai Israel menghentikan aksi-aksi oenindasannya terhadap warga Palestina dan tempat ibadah utama kaum Muslimin, Masjid Al-Aqsha di kawasan kota tua Al-Quds. Sumber: The Electronic Intifada. (P4/R02)
Miraj Islamic News Agency (MINA)