Jakarta, MINA – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di kawasan gambut KHG Pawan–Kepulu–Pesaguan, Kecamatan Matan Hilir Selatan, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat, pada 2025 masih berada dalam kategori aman. Namun, titik api tetap muncul akibat berbagai faktor, terutama aktivitas manusia di sekitar daerah rawan karhutla.
Fasilitator Tropenbos Indonesia, Hendra Gunawan, menjelaskan bahwa kondisi cuaca kering pada bulan Juli hingga September juga memperbesar risiko kebakaran.
“Lahan gambut yang kering ketika air terdrainase tinggi dan kelembaban turun membuat api mudah menjalar di bawah permukaan,” ujarnya, Senin (11/8).
Ia memaparkan bahwa secara ekologis, karhutla menyebabkan hilangnya tutupan vegetasi, terganggunya habitat satwa, dan hilangnya serangga seperti lebah yang berperan penting dalam penyerbukan. Sementara itu, secara ekonomi, kebakaran merusak kebun dan tanaman warga, mengganggu aktivitas perkebunan, perikanan, dan perdagangan lokal.
Baca Juga: Indonesia Kirim Perwakilan di MTQ Internasional Arab Saudi 2025
Dari sisi kesehatan, Hendra menambahkan, asap karhutla dapat menyebabkan mata perih dan gangguan pernapasan, terutama bagi anak-anak dan lansia.
“Kejadian 2019, kegiatan sekolah sempat terganggu. Selain itu, lokasinya dekat dengan bandara dan jalur transportasi utama, sehingga aktivitas harian masyarakat juga terdampak akibat kabut asap tebal,” jelasnya.
Ia mengimbau BPBD, Manggala Agni, NGO, hingga pemerintah desa untuk terus berkoordinasi dalam pencegahan dan pemadaman kebakaran, serta memperkuat edukasi pencegahan di tingkat desa sekitar lahan gambut. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Update Bencana 11 Agustus 2025: Banjir Melanda Tiga Daerah Indonesia