muslim-amerika-dalam-pilpres-2016.html/muslim-as-3" rel="attachment wp-att-132444">muslim-as.jpg" alt="" width="471" height="310" />New York, 29 Rabiul Akhir 1438/28 Januari 2017 (MINA) – Presiden AS terbaru Donald Trump pada Jumat menutup jalur pengungsi dari berbagai negara yang hendak masuk AS dan melarang sementara imigrasi dari tujuh negara Muslim.
Dalam sebuah perintah eksekutif yang ditandatanganinya, Trump menangguhkan sementara kedatangan Muslim dari negara-negara Irak, Suriah, Iran, Sudan, Libya, Somalia, dan Yaman, dengan alasan dari negara tersebut muncul Islam radikal terbanyak.
Menurut laporan The New York Times, Trump juga memerintahkan imigran Kristen dan agama-agama minoritas lainnya, tapi diberikan prioritas lebih daripada Muslim.
“Kami tidak ingin mereka di sini,” kata Trump merujuk pada imigran Muslim yang dianggapnya radikal dalam upacara penandatanganan surat perintah tersebut di Pentagon (Kementerian Pertahanan).
Baca Juga: AS Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Teroris
Sebelumnya pada hari itu, Trump menjelaskan dalam sebuah wawancara dengan media Christian Broadcasting Network bahwa orang Kristen di Suriah “diperlakukan mengerikan” sejak zaman dulu, bahkan didiskriminasi diantara Muslim.
“Saya pikir ini tidak adil, oleh karenanya kita akan menolong mereka,” dalihnya.
Menurut laporan Pew Research Center, AS menerima pengungsi Kristen hampir sama dengan pengungsi Muslim pada 2016, masing-masing 37.521 Kristen dan 28.901 Muslim.
Perintah AS menunda masuknya pengungsi Suriah ke Amerika Serikat berlaku tanpa batas waktu, sedangkan pelarangan Muslim dari tujuh negara itu juga berlaku sampai 90 hari.
Baca Juga: Mahasiswa Yale Ukir Sejarah: Referendum Divestasi ke Israel Disahkan
Aktivis HAM mengecam keputusan Trump, yang menggambarkan keputusan tersebut sebagai bentuk penindasan terhadap simbol agama lain hanya agar membuat AS merasa aman.
Komite Penyelamatan Internasional menyebutnya “berbahaya dan tergesa-gesa.” Sementara, The American Civil Liberties Union juga menggambarkan keputusan Trump sebagai “eufemisme untuk mendiskriminasikan umat Islam.”
Bahkan, Raymond Offensheiser, presiden Oxfam America, mengatakan pelarangan itu akan membahayakan keluarga di seluruh dunia yang merasa terancam oleh pemerintah otoriter.(T/RE1/P1)
Baca Juga: Israel Caplok Golan, PBB Sebut Itu Pelanggaran
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)