Washington, MINA – Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menuntut Universitas California membayar denda sebesar US$1 miliar (sekitar Rp16 triliun) atas tuduhan membiarkan aksi unjuk rasa pro-Palestina berlangsung di kampus. Tuntutan ini merupakan kelanjutan dari janji Trump saat kampanye untuk menertibkan perguruan tinggi yang mendukung atau membiarkan demonstrasi pro-Palestina.
Aksi mahasiswa pro-Palestina pada 2024 digelar di puluhan kampus ternama di AS, termasuk Universitas Harvard dan Universitas California, untuk menuntut pemutusan hubungan universitas dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki keterkaitan dengan Israel. Trump menilai aksi itu telah menumbuhkan antisemitisme di kampus, memicu diskriminasi terhadap mahasiswa Yahudi, dan mengancam keamanan nasional.
Presiden Universitas California James Milliken mengonfirmasi pihaknya menerima pemberitahuan tuntutan pada Jumat (8/8) dan sedang meninjau langkah hukum yang akan diambil. “Tuntutan sebesar ini akan menghancurkan sistem universitas negeri terbaik di negara ini, serta menimbulkan kerugian besar bagi mahasiswa dan warga California,” ujarnya, seperti dikutip AFP. Milliken menegaskan, UC berperan penting dalam riset teknologi, terapi medis penyelamat nyawa, pertumbuhan ekonomi, dan perlindungan keamanan nasional AS.
Gubernur California Gavin Newsom, yang juga anggota dewan UC, mengecam langkah Trump sebagai upaya membungkam kebebasan akademik dengan pemerasan. “Dia mengancam kita dengan denda miliaran dolar jika tidak mematuhi perintahnya,” katanya. Laporan media menyebut, pemerintahan Trump juga menuntut denda tambahan US$172 juta (sekitar Rp2 triliun) sebagai kompensasi bagi mahasiswa Yahudi dan pihak lain yang diduga mengalami diskriminasi.
Baca Juga: Azerbaijan dan Armenia Teken Perjanjian Damai Bersejarah di Gedung Putih
Langkah Trump ini menambah ketegangan antara Gedung Putih dan dunia akademik AS, di tengah meningkatnya dukungan publik untuk Palestina serta kritik internasional terhadap kebijakan pro-Israel pemerintahannya. Banyak kalangan menilai kebijakan tersebut berpotensi melanggar kebebasan berpendapat dan hak berkumpul yang dijamin Konstitusi AS. []
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: DPR Texas Lumpuh, Jaksa Agung Ingin Usir Legislator Demokrat yang Kabur