Tapanuli, 24 Jumadil Akhir 1438/23 Maret 2017 (MINA) – Presiden Joko Widodo (Jokowi) rencananya akan meresmikan tugu titik nol atau Tugu Islam Nusantara di Provinsi Sumatera Utara (Sumut) pada Jum’at (24/3).
Seperti diberitakan Antaranews, rencana itu sebagai lanjutan dari permintaan Dewan Pimpinan Pusat Jamiiyah Batak Muslim Indonesia (DPP JBMI) saat berkunjung ke Istana Negara, Jakarta, pada Rabu (15/3) lalu.
Ketua Umum DPP JBMI Albiner Sitompul saat memberikan pengantar dalam pertemuan itu mengatakan, JBMI akan menyelenggarakan Silaturahmi Nasional (Silatnas) di Kabupaten Mandailing Natal, Sumut, yang kemudian disandingkan dengan peresmian Tugu Islam Nusantara.
“Dirangkaikan dengan kegiatan peresmian titik nol Tugu Islam Nusantara, yang saat ini dalam pandangan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menjadi titik 0 Islam Nusantara,” katanya.
Baca Juga: Cinta dan Perjuangan Pembebasan Masjid Al-Aqsa Harus Didasari Keilmuan
Albiner, yang menjadi penanggung jawab acara Silatnas JBMI menyebutkan, saat ini sudah melaksanakan persiapan guna mematangkan kegiatan yang akan digelar pada 24-25 Maret 2017.
“Alhamdulillah kami sudah melaksanakan persiapan dan perencanaan. Kami sangat berharap pada puncak silatnas Bapak berkenan hadir. Konsep yang kami kembangkan sesuai dengan tema Indonesia. Martangiang (betdoa),” katanya.
Menurut JBMI, Presiden Jokowi bersedia hadir dan bermalam di pondok pesantren.
Penentuan
Baca Juga: Lewat Wakaf & Zakat Run 2024, Masyarakat Diajak Berolahraga Sambil Beramal
Tugu Islam Indonesia ditentukan di Sumut karena menurut beberapa pakar Arkeologi, salah satunya Teuku Kemal Fasya, Samudra Pasai ditengarai sebagai kerajaan Islam pertama di Indonesia. Itulah alasan penetapan tersebut.
“Dari sisi sejarah, arus utama tentang sejarah mula Islam Nusantara menyebutkan Samudra Pasai sebagai kerajaan Islam pertama,” tulis Fasya dalam opininya di Harian Kompas edisi hari ini, Kamis (23/3).
Namun demikian, Fasya yang juga sebagai Dewan Pakar Nahdlatul Ulama Aceh ini mengungkapkan kekhawatirannya tentang penentuan berdasarkan rekontruksi sejarah tersebut. Sebab, penetuan itu akan melahirkan banyak perdebatan tentang basis keilmiahannya.
“Beberapa bukti arkeologis seperti ingin mencecar kesahihan Pasai sebagai kerajaan Islam tertua di Nusantara. Ada upaya Perlak sebagai kerajaan Islam pertama dengan menggunakan Pseudofakta, yaitu makam berpenanggalan 840 M,” ujarnya.
Baca Juga: Prof Abd Fattah: Pembebasan Al-Aqsa Perlu Langkah Jelas
Ia menambahkan, termasuk adanya upaya menjadikan Barus sebagai kerajaan Islam di Nusantara tertua dengan dalil bahwa pedagang muslim telah masuk di daerah ini pada abad pertama Hijriyah atau abad ke-7 Masehi (625-642 M), tapi tidak memiliki arus utama sejarah.
“Meski demikian, bukan berarti Barus tidak penting dalam sejarah Nusantara, karena telah dikenal di Timur Jauh, Eropa, dan Afrika Utara berabad-abad sebelum Masehi, serta menjadi perlintasan penting perdagangan kamper, kemenyan, cendana, dan emas,” katanya.
Fasya mengutip pendapat Hadi WM seorang sastrawan terkenal bahwa gagasan pengembangan Islam Nusantara tidak bisa dilepaskan dari kesusastraan Melayu Pasai pada abad ke-13 hingga ke-14.
“Ini merupakan pembabakan perkembangan sastra Melayu Islam pertama di dunia atau perkembangan kedua setelah sastra Melayu Budha di Sriwijaya pada abad ke-7 hingga ke-13,” ujarnya. (R06/RS1)
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)