Tujuh Pelapor PBB Desak Akhiri Krisis Listrik Gaza

(dok. Palinfo)

, 20 Syawwal 1438/14 Juli 2017 (MINA) – Tujuh pelapor dalam keterangan bersama pada Kamis (13/7), meminta semua pihak terkait untuk menyelesaikan krisis pemutusan arus di Gaza agar segera dihentikan.

Ketujuh pelapor PBB tersebut adalah Michael Link, Dainius Puras, Leilani Farha, Helal Alpher, Philip Alston, Liu Heller, dan Saad Lafrargi, demikian Palinfo dikutip MINA memberitakan, Jum’at (14/7).

Lembaga HAM yang berkantor di Jenewa, Euro-Mediterranean Observatory, menyambut baik pernyataan yang dikeluarkan para pelapor PBB tersebut dan menegaskan pentingnya semua pihak komitmen menjauhkan warga sipil dari dampak konflik dan perselisihan politik yang sedang terjadi.

Euro-Mediterranean mengingatkan bahwa sikap para pelapor PBB tersebut mencerminkan terjadinya pelanggaran terhadap semua standar dan perjanjian internasional dan menuntut sikap bersatu PBB terhadap pelanggaran-pelanggaran serius yang terjadi terhadap penduduk Jalur Gaza.

Para pelapor PBB dalam pernyataannya menegaskan bahwa pemutusan pasokan listrik ke Jalur Gaza hingga mencapai 40% yang dilakukan atas permintaan Palestina, berdampak kepada memburuknya penyediaan layanan pokok dan vital yang belum pernah terjadi sebelumnya.

Mereka menegaskan bahwa Israel sebagai kekuatan pendudukan menguasai keluar dan masuknya barang dan orang. Israel adalah pihak paling bertanggung jawab atas memburuknya situasi. Karena itu pihak Israel harus menepati komitmennya sesuai dengan hukum kemanusiaan internasional dan HAM.

Para pelapora PBB memperingatkan dampak memburuknya krisis listrik di Jalur Gaza pada berkurangnya pemeliharaan kesehatan dan semua lini kehidupan di Jalur Gaza. Mereka menilai masalah berkembang menjadi tragedi yang pasti terjadi ketika dibarengi dengan lemahnya pelayanan kesehatan.

“Krisis yang mencekik diberlakukan pada orang-orang yang mata pencaharian mereka sudah berada di ambang kehancuran, dan ekonomi sekarang menghadapi bahaya permanen,” tulis laporan itu seraya menegaskan bahwa dalam keadaan krisis seperti ini maka kalangan yang paling miskin adalah yang paling menderita.

Para Pelapor PBB mengingatkan bahwa keluarga-keluarga di Jalur Gaza berjuang untuk penyimpanan dan pengolahan makanan yang aman tanpa pendinginan.

“Sarana memasak, pemanasan, penerangan dan dasar-dasar utama lainnya untuk hak perumahan telah lenyap seperti diterpa angin, dan yang paling terkena dampak dari kondisi ini adalah para penyandang cacat, lansia dan kaum wanita,” tulis laporan itu lebih lanjut.

Laporan itu menyatakan bahwa air layak minum hasil desalinasi dari hari ke hari terus berkurang di Gaza. Sementara limbah yang belum diolah terus mengalir ke Laut Mediterania sampai 100 juta liter per hari, yang dapat meningkatkan polusi air tanah.

“Kondisi ini memaksa sektor pertanian mengalami keterbatasan irigasi, yang mengancam hancurnya ketahanan pangan jika kondisinya terus seperti ini,” laporan itu menambahkan.

Para Pelapor PBB menyatakan bahwa bahan bakar industri, yang baru-baru ini diizinkan Mesir masuk ke Jalur Gaza untuk mengoperasikan kembali pembangkit listrik turut memberikan kontribusi meringankan krisis, tapi itu bukan solusi permanen.

Mereka menyerukan masyarakat internasional agar perduli dengan Gaza, segera menghentikan blokade dan penutupan yang sudah berlanjut sejak 10 tahun atas Jalur Gaza, karena itu merupakan hukuman massal dan bertentangan dengan hukum internasional.

Disebutkan bahwa tim Euro-Mediterranean Observatory pada 28 Juni lalu bertemu dengan sejumlah pelapor khusus PBB dan memaparkan perkembangan krisis pemutusan listrik di Jalur Gaza dan dampaknya pada sejumlah layanan pokok bagi penduduk di Jalur Gaza terutama para pasien. (T/R06/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Wartawan: Rendi Setiawan

Editor: Ismet Rauf

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.