Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tuntunan Puasa Ramadhan (2)

Zaenal Muttaqin - Kamis, 17 Mei 2018 - 15:42 WIB

Kamis, 17 Mei 2018 - 15:42 WIB

8 Views

Oleh Zaenal Muttaqin, wartawan MINA

(Sambungan)

Perkara-Perkara yang Wajib Ditinggalkan Orang yang Berpuasa

Diwajibkan atas orang yang berpuasa untuk meninggalkan makan, minum dan hubungan seksual. Hal ini tentunya sangat dimaklumi berdasarkan firman Allah:

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-35] Kita Semua Bersaudara

وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ إِلَى اللَّيْلِ

“Dan makan dan minumlah kalian hingga nampak bagi kalian benang putih dari benang hitam yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai malam”.

Dan dalam hadits Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menegaskan:

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشَرَ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللهُ تَعَالَى : إِلاَّ الصِّيَامَ فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ, يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِيْ

Baca Juga: Urgensi Masjid Al-Aqsa sebagai Simbol Persatuan Umat Islam

“Setiap amalan Anak Adam kebaikannya dilipatgandakan menjadi sepuluh sampai tujuh ratus kali lipat. Allah Ta’ala berfirman: “Kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah (khusus) bagi-Ku dan Aku yang akan memberikan pahalanya, ia (orang yang berpuasa) meninggalkan syahwatnya dan makanannya karena Aku”.

Bagi orang yang berpuasa diwajibkan meninggalkan perkataan dusta, makan harta dari hasil riba dan mengadu domba. Juga diharuskan meninggalkan segala perkara yang sia-sia dan tidak berguna.

Dua hal tersebut menurut dalil-dalil umum tentang larangan melakukan perkara-perkara di atas dan secara khusus menyangkut puasa Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam telah menjelaskan dalam hadits Abu Huroiroh radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhari:

مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ

Baca Juga: Keutamaan Hidup Berjama’ah dalam Perspektif Al-Qur’an

“Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan beramal dengannya maka Allah tidak ada hajat/keperluan padanya apabila ia meninggalkan makan dan minumnya (yaitu pada puasanya).”

Hadits lain dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Ibnu Khuzaimah, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menegaskan:

لَيْسَ الصِّيَامُ مِنَ الْأَكْلِ وَالشَّرَابِ, إِنَّمَا الصِّيَامُ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَفَثِ

“Bukanlah puasa itu sekedar (menahan) dari makan dan minumannya, namun puasa itu hanyalah (menahan) dari perbuatan sia-sia dan tidak berguna”.

Baca Juga: Ketangguhan Pejuang Palestina dan Pesimisme Tentara Israel dalam Krisis Gaza

Dilarang pula melakukan puasa Wishol, yaitu menyambung puasa dua hari berturut-turut atau lebih tanpa berbuka. Puasa wishol haram atas umat ini kecuali bagi Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menurut pendapat yang paling kuat di kalangan para ‘ulama.

Hal tersebut berdasarkan hadits Abdullah bin ‘Umar, Abu Hurairah, ‘Aisyah dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhum riwayat Al-Bukhary dan Muslim. Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyatakan:

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ عَنِ الْوِصَالِ قَالُوْا: إِنَّكَ تُوَاصِلُ قَالَ : إِنِّيْ لَسْتُ مِثْلَكُمْ إِنِّيْ أُطْعَمُ وَأُسْقَى

“Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam melarang dari puasa wishol, maka para sahabat berkata: “Sesungguhnya engkau melakukan wishol?”. Beliau menjawab: “Sesungguhnya saya tidak seperti kalian saya diberi (kekuatan) makan dan minum”.

Baca Juga: 10 Akhlak dalam Pernikahan, Pondasi Keharmonisan

Perkara yang Jika Terdapat pada Orang Berpuasa Boleh Baginya untuk Berpuasa

Bangun kesiangan dalam keadaan junub, diperbolehkan baginya untuk berpuasa berdasarkan hadits ‘Aisyah dan Ummu Salamah radhiyallahu ‘anhuma riwayat Al-Bukhari dan Muslim:

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُدْرِكُهُ الْفَجْرُوَهُوَ جُنُبٌ مِنْ أَهْلِهِ ثُمَّ يَغْتَسِلُ وَيَصُوْمُ

“Sesungguhnya Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam kadang-kadang dijumpai oleh waktu subuh sedang beliau dalam keadaan junub dari istrinya, kemudian beliau mandi dan berpuasa”.

Baca Juga: Krisis Kemanusiaan di Palestina, Tanggung Jawab Global

Tidak ada perbedaan apakah dia junub sebab mimpi atau sebab berhubungan. Demikian pula wanita yang haid atau nifas yang telah suci sebelum terbit fajar, akan tetapi dia belum sempat mandi takut kesiangan, dia juga boleh berpuasa menurut pendapat yang paling kuat di kalangan para ‘ulama berdasarkan hadits di atas.

Diperbolehkan untuk bersiwak bahkan hal tersebut merupakan sunnah, apakah menggunakan kayu siwak atau dengan sikat gigi. Juga dibolehkan menyikat gigi dengan pasta gigi, tetapi dengan menjaga jangan sampai menelan sesuatu ke dalam kerongkongannya dan juga jangan mempergunakan pasta gigi yang mempunyai pengaruh kuat ke dalam perut dan tidak bisa diatasi.

Dua hal di atas berdasarkan keumuman hadits yang menunjukkan disunnahkannya bersiwak, seperti hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu riwayat Al-Bukhari dan Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda:

لَوْلَا أَنْ أَشُقَّ عَلَى أُمَّتِيْ لَأَمَرْتُهُمْ بِالسِّوَاكِ عِنْدَ كُلِّ صُلَاةٍ

Baca Juga: Manusia yang Paling Buruk di Sisi Allah: Sebuah Refleksi Hadist tentang Akhlak dan Kehidupan Bermasyarakat

“Andaikata tidak akan memberatkan ummatku niscaya akan kuperintahkan mereka untuk bersiwak setiap hendak sholat”.

Boleh berkumur-kumur dan menghirup air ketika berwudhu dengan ketentuan tidak terlalu dalam dan berlebihan sehingga mengakibatkan air masuk ke dalam kerongkongan. Juga tidak ada larangan untuk berkumur-kumur disebabkan teriknya matahari sepanjang tidak menelan air ke kerongkongan.

Hal itu berdasarkan hadits dari Laqith bin Shabirah radhiyallahu ‘anhu riwayat Abu Daud, At-Tirmidzy, An-Nasa`i, Ibnu Majah dan lain-lainnya, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam menyatakan:

وَبَالِغْ فِي الْإِسْتِنْشَاقِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ صَائِمًا

Baca Juga: 13 Peran Suami dalam Menjaga Keharmonisan Rumah Tangga

“Dan bersungguh-sungguhlah engkau dalam menghirup air kecuali jika engkau dalam keadaan puasa”.

Dibolehkan mandi dalam keadaan berpuasa bahkan juga boleh berenang sepanjang ia menjaga tidak tertelannya air ke dalam tenggorokannya. Juga boleh bercelak untuk mata ketika berpuasa. Keduanya dibolehkan karena tidak adanya dalil yang melarangnya.

Bolehkan juga memeluk/bersentuhan dan mencium istri bila mampu menguasai dirinya. Ini menurut pendapat yang paling kuat di kalangan para ulama.

Berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu ‘anha riwayat Al-Bukhary dan Muslim, Rasulullah shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda:

Baca Juga: Bulan Rajab untuk Pembebasan Masjidil Aqsa

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُ وَهُوَ صَائِمٌ وَيُبَاشِرُ وَهُوَ صَائِمٌ, وَلَكِنَّهُ كَانَ أَمْلَكَكُمْ لِإِرْبِهِ

“Adalah Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam mencium dalam keadaan berpuasa dan memeluk dalam keadaan berpuasa dan beliau adalah orang yang paling mampu menguasai syahwatnya”.

Boleh menelan ludah bagi orang yang berpuasa. Adapun dahak tidaklah membatalkan puasa jika ditelan, tetapi menelan dahak tidak baik karena dahak merupakan kotoran yang membahayakan tubuh.

Boleh mencium bau-bauan apakah itu bau makanan, bau parfum dan lain-lain. Hal itu boleh karena tidak adanya dalil yang melarang.

Baca Juga: Kematian Kareem Badawi dalam Serangan New Orleans Hancurkan Hati Keluarga

Boleh mencicipi masakan dengan ketentuan menjaganya jangan sampai masuk ke dalam tenggorokan dan kembali mengeluarkannya. Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata Nabi shollallahu ‘alaihi wa ‘ala alihi wa sallam bersabda:

لَا بَأْسَ أَنْ يَذُوْقَ الصَّائِمُ الْخَلَّ وَالشَّيْءَ الَّذِيْ يُرِيْدُ شَرَاءَهُ مَالَمْ يُدْخُلْ حَلْقَهُ وَهُوَ صَائِمٌ

“Tidak apa-apa bagi orang yang berpuasa mencicipi cuka atau sesuatu yang ia ingin beli sepanjang tidak masuk ke dalam tenggorokannya”.

Wallahu a’lam (A/B05/P1)

Dari berbagai sumber.

(Bersambung…)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda