Kairo, 21 Dzulqo’dah 1435/16 September 2014 (MINA) – Turki akan menyambut tokoh senior Ikhwanul Muslimin yang diminta meninggalkan Qatar di bawah tekanan negara-negara Teluk Arab, kata Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Seorang pejabat Ikhwan senior yang berbasis di London mengatakan Sabtu bahwa Qatar telah meminta tujuh tokoh senior dari gerakannya untuk meninggalkan negara itu setelah tetangganya menekannya untuk menghentikan dukungan terhadap Ikhwan, harian Mesir Ahram yang dikutip Mi’raj Islamic Neews Agency (MINA) melaporkan.
Para tokoh senior Ikhwanul Muslimin dipersilakan untuk datang ke Turki jika mereka ingin melakukannya, stasiun televisi Turki mengutip Erdogan mengatakan kepada wartawan di pesawatnya sekembalinya dari kunjungan resmi ke Qatar, Senin.
Qatar dan Turki adalah negara terdekat yang mendukung organisasi terbesar dan tertua di Mesir itu, terlebih setelah Ikhwanul Muslimin ditetapkan sebagai organisasi terlarang tidak lama setelah militer Mesir menggulingkan Presiden Muhamad Mursi pada 2012.
Baca Juga: Lima Paramedis Tewas oleh Serangan Israel di Lebanon Selatan
Arab Saudi, Uni Emirat Arab (UEA) dan negara-negara Teluk Arab lainnya, sebaliknya, mendukung penguasa baru Mesir dengan miliaran dolar. Menurut Ahram, negara-negara ini melihat Ikhwanul Muslimin sebagai ancaman keberadaan kerajaan mereka.
Sementara Ikhwanul Muslimin menegaskan organisasinya adalah kelompok keilmuan yang berasaskan ajaran Islam yang damai.
Ikhwanul Muslimin, sering hanya disebut Al-Ikhwan adalah salah satu jamaah dari umat Islam berdiri di kota Ismailiyah, Mesir pada Maret 1928 dengan pendiri Hassan al-Banna, bersama keenam tokoh lainnya, yaitu Hafiz Abdul Hamid, Ahmad al-Khusairi, Fuad Ibrahim, Abdurrahman Hasbullah, Ismail Izz dan Zaki al-Maghribi.
Ikhwanul Muslimin berbeda Dengan Al-Qaeda. Ideologi, sarana, dan aksi yang dilakukan oleh Al-Qaeda secara tegas ditolak oleh pimpinan Ikhwanul Muslimin. Mereka lebih mendukung ide perubahan dan reformasi melalui jalan damai dan dialog yang konstruktif yang bersandarkan pada al-hujjah (alasan), al-mantiq (logika), al-bayyinah (jelas), dan ad-dalil (dalil).
Baca Juga: Militer Israel Akui Kekurangan Tentara dan Kewalahan Hadapi Gaza
Kekerasan atau radikalisme bukan jalan perjuangan Ikhwanul Muslimin, kecuali jika negara tempat Ikhwanul Muslimin berada, terancam penjajahan dari bangsa lain. Inipun, kekerasan di sini sebenarnya lebih tepat disebut sebagai perlawanan, bukan radikalisme atau kekerasan sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok teroris. (T/R04/R03)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Netanyahu Akan Tetap Serang Lebanon Meski Ada Gencatan Senjata