Abu Dhabi, MINA – Uni Emirat Arab (UEA) telah menyatakan kesiapannya untuk mengirimkan pasukan perdamaian untuk misi stabilisasi multinasional di Gaza karena tdiak jelasnya misi serangan Israel di Gaza.
Menurut laporan Financial Times, Sabtu (20/7), UEA menjadi negara pertama yang menyatakan niat tersebut.
“Merupakan langkah signifikan dalam mengatasi kurangnya perencanaan strategis Israel di Gaza, yang oleh banyak kritikus dipandang sebagai kampanye militer yang didorong oleh balas dendam tanpa tujuan yang jelas, selain pembunuhan massal warga Palestina,” ungkap laporan itu.
Lana Nusseibeh, Utusan Khusus UEA untuk Kementerian Luar Negeri menyatakan, UEA dapat mengerahkan pasukannya jika AS memimpin misi tersebut dan mendukung langkah-langkah menuju pembentukan Negara Palestina.
Baca Juga: Iran dan Arab Saudi Tegaskan Komitmen Perkuat Hubungan di Bawah Mediasi Tiongkok
“UEA dapat mempertimbangkan untuk menjadi bagian dari kekuatan stabilisasi bersama mitra Arab dan internasional,” kata Nusseibeh, seraya menambahkan bahwa UEA hanya akan melakukan hal tersebut atas undangan dari PA yang telah direformasi, atau PA yang dipimpin oleh perdana menteri yang mempunyai wewenang.
Nusseibeh menekankan bahwa Amerika Serikat harus memimpin upaya tersebut agar berhasil.
Posisi UEA itu muncul ketika Israel berada dalam kebuntuan strategis, karena gagal mengalahkan Hamas secara tegas. Sejak awal, para pengkritik telah memperingatkan tentang bahaya perang yang didorong oleh balas dendam dan tidak memiliki tujuan politik yang jelas. Situasi saat ini membuat Israel mempunyai pilihan yang sulit untuk melanjutkan pembantaian massal terhadap warga Palestina, yang semakin memperburuk krisis kemanusiaan.
Rincian mengenai sifat kekuatan multinasional, baik militer atau polisi, masih dalam pembahasan. AS telah menganjurkan negara-negara Arab untuk bergabung dengan kekuatan tersebut sebagai bagian dari rencana pascaperang, meskipun AS tidak berencana mengerahkan pasukan Amerika.
Baca Juga: Kemlu Yordania: Pengeboman Sekolah UNRWA Pelanggaran terhadap Hukum Internasional
Sebelumnya, Mesir dan Maroko disebut-sebut sebagai kontributor potensial bagi kekuatan stabilisasi, dimana Liga Arab menyerukan misi penjaga perdamaian PBB di Gaza dan Tepi Barat sampai Negara Palestina terwujud. Namun, kemungkinan pengerahan kekuatan semacam itu penuh dengan tantangan dan bergantung pada tindakan Israel.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, secara konsisten menentang pembentukan Negara Palestina dan peran penting PA di Gaza, dan bersikeras bahwa Israel tetap memegang kendali keamanan secara keseluruhan. Sikap itu mempersulit upaya pembentukan kekuatan multinasional tanpa kerja sama Israel.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Parlemen Arab Minta Dunia Internasional Terus Beri Dukungan untuk Palestina