Jakarta, MINA – Dekan Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada sekaligus Ketua Konsorsium Biologi Indonesia (KOBI), Prof. Budi Setiadi Daryono, M.Agr.Sc., Ph.D., menyatakan penolakan keras terhadap rencana perluasan perkebunan kelapa sawit yang dinilai dapat mengancam kelestarian hutan dan biodiversitas Indonesia.
Menurut Prof. Budi, pernyataan Presiden Prabowo Subianto yang ingin memperluas perkebunan sawit untuk meningkatkan ekspor minyak kelapa sawit dinilai berpotensi memicu deforestasi. Ia juga menyoroti pernyataan Presiden yang menyamakan tanaman kelapa sawit dengan hutan alam sebagai pernyataan yang menyesatkan.
“Kami menolak keras rencana tersebut. Penelitian menunjukkan bahwa kawasan perkebunan sawit tidak dapat menjadi habitat satwa liar, dengan hampir nol persen keragaman hayati yang mampu bertahan di sana,” ujar Prof. Budi dalam keterangan tertulis, Jumat (10/1).
Ia menambahkan, model monokultur pada perkebunan sawit telah terbukti meningkatkan konflik antara manusia dan satwa liar, serta berdampak pada penurunan populasi satwa yang dilindungi, seperti orangutan, gajah, badak, dan harimau Sumatera.
Baca Juga: IRI Indonesia Gelar FGD, Bahas Pengembangan Bioekonomi Indonesia
Prof. Budi mendesak pemerintah untuk mematuhi Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2019 tentang Penghentian Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut. Instruksi ini dinilai penting untuk melindungi 66,2 juta hektar hutan alam dan lahan gambut, setara luas negara Prancis.
Ia juga meminta pemerintah konsisten menjalankan Instruksi Presiden No. 1 Tahun 2023 tentang Pengarusutamaan Pelestarian Keanekaragaman Hayati dalam Pembangunan Berkelanjutan.
“Pernyataan Presiden soal penyamaan kelapa sawit dengan hutan tidak sesuai dengan Peraturan Menteri LHK Nomor P.23/2021 yang dengan tegas menyatakan bahwa kelapa sawit bukan tanaman rehabilitasi hutan dan lahan,” jelasnya.
Prof. Budi menyarankan agar kebijakan yang berdampak besar terhadap lingkungan dan masyarakat disusun secara transparan melalui mekanisme yang melibatkan Bappenas, kementerian terkait, pakar, praktisi, dan masyarakat sipil. Dengan begitu, dampak kebijakan dapat diprediksi secara komprehensif.
Baca Juga: Pemerintah Fokus Diplomasi Ekonomi, RI Menuju Negara Maju
Hal senada disampaikan Prof. Hadi Ali Kodra dan Dr. Wiratno dari Komite Indeks Biodiversitas Indonesia (IBI)-KOBI. Mereka menekankan pentingnya komitmen pemerintah terhadap konvensi internasional seperti Convention on Biological Diversity (UNCBD), CITES, dan Ramsar Convention, untuk melindungi potensi biodiversitas Indonesia.
“Indonesia adalah negara megabiodiversity dunia, dengan kawasan hutan yang menjadi penyangga kehidupan jutaan keluarga tani. Kelestarian hutan harus diprioritaskan, bukan dirusak melalui deforestasi,” tegas Prof. Hadi.
Potensi biodiversitas Indonesia, termasuk Global Coral Triangle sebagai segitiga terumbu karang terbesar dunia, menurut mereka, harus dijaga untuk keberlanjutan ekologi, sosial, dan ekonomi.
“Kerusakan hutan berdampak langsung pada keselamatan jutaan keluarga tani dan keberlanjutan lingkungan global,” tutup Prof. Budi.[]
Baca Juga: Menlu Sugiono Sebut Indonesia Siap Kirim Pasukan Perdamaian ke Palestina
Mi’raj News Agency (MINA)