UHAMKA Bakal Buka Prodi Manajemen Halal

Jakarta, MINA – Perlunya percepatan penyiapan sumberdaya manusia yang berkompeten sebagai ahli manajemen Industri Halal, mendorong Fakultas Agama Islam (FAI) Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka () ingin melahirkan program studi (Prodi) .

Dekan FAI UHAMKA Fitri Liza optimis dengan dukungan penuh dari pihak rektorat dan sumber daya manusia yang mumpuni untuk melakukan penelitian halal dan haram dari berbagai bidang.

Menurutnya, arahan dan masukan yang sangat berarti dari berbagai pihak seperti Lembaga Pemuliaan Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam Majelis Ulama Indonesia (LPLH & SDA MUI), Association of Sales Travel Indonesia (ASATI) dan Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) MUI.

“FAI yakin prospek dan masa depan prodi Manajemen Halal akan menjadi kebutuhan nasional dan dapat melahirkan auditor, konsultan serta peneliti halal yang mempunyai kredibilitas tinggi dan bertanggungjawab penuh baik di dunia mupun di akhirat,” kata Fitri dalam Diskusi Analisis Pemetaan Program Studi Manajemen Halal di UHAMKA Jakarta, Kamis (25/10).

Diskusi ini dibuka oleh Wakil Rektor UHAMKA Gunawan Suryoputro. Dia mengatakan, pengetahuan dan standar ketetapan halal dan haram sudah menjadi kebutuhan global.

Agar tidak ada salah interpretasi mengenai halal dan haram, lanjut dia, halal dan haram tidak hanya sekedar menghindari babi dan alkohol, akan tetapi dari hulu, proses hilir suatu produksi produk harus sesuai hukum Islam.

“Dengan rahmat Allah SWT dan niat untuk mengabdi secara optimal bagi kehidupan umat inilah, serta dukungan dari berbagai pihak inilah maka FAI (UHAMKA) sangat yakin dapat melahirkan Prodi Manajemen Halal sesuai dengan yang diharapkan,” ujarnya.

Hadir sebagai pembicara Ketua LPLH & SDA MUI Hayu Prabowo, Wakil Direktur LPPOM MUI Sumunar Jati Ketua ASATI Muhammad Syukri Machmud, dan Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Dewan Syariah Nasional MUI Hasanudin.

Ketua LPLH & SDA MUI, Hayu Prabowo mengatakan, edukasi halal dan haram bukan hanya sebatas apa yang halal dan apa yang haram saja, akan tetapi kita juga harus menekankan halalan Thayibah (halal lagi baik) yang pada faktor ini maksud dan tujuan kita melakukan sesuatu, membawa kebaikan pada diri kita sendiri dan orang banyak.

Hayu menambahkan, kita tidak bisa menghilangkan keimanan kita ketika sedang melakukan wisata, karena tujuan utama berwisata adalah mengagungkan ciptaan Allah Subahanahu Wa Ta’ala.

“Untuk itu, pengetahuan akan halal dan haram harus dimiliki dan diimplementasikan langsung oleh individu masing-masing umat Islam, termasuk saat berwisata, sehingga kita terhindar dari nafsu dunia semata,” ujarnya.

Ketua ASATI Muhammad Syukri Machmud sangat mendukung Fakultas Agama Islam untuk dapat membuka prodi Manajemen halal. Dia menjelaskan, pariwisata pada saat ini sudah mengalahkan sektor minyak dan menyumbangkan 15% pada PDB Indonesia.

“Seiring dengan perkembangan umat Islam yang melakukan wisata dari tahun ke tahun mencapai perkembangan yang sangat signifikan, maka akan sangat membutuhkan sdm yang dapat mengawal wisata ramah muslim, untuk dapat menjaga standarisasi, regulasi dan pelaksanaan halal,” ujar Syukri.

Untuk itu, lanjut dia, harus ada yang mampu memahami proses suatu produk baik barang ataupun jasa sesuai dengan standar halal dana haram, mampu memasarkan yang sesuai dengan kaidah Islam, dan mengelola keuangan dengan baik yang dilandasi dengan pemahaman syariat Islam.

Wakil Ketua Badan Pelaksana Harian (BPH) Dewan Syariah Nasional MUI Hasanudin mengamini hal tersebut. menurutnya, dengan mengarahkan sdm yang dilahirkan harus dapat memahami proses pembuatan produk halal, unsur bisnis, dakwah (marketing) dan menekankan dapat melahirkan regulator yang dapat menetapkan payung hukum yang kuat bagi pelaksanaan halal dan haram di Indonesia. (L/R01/B05)

Mi’raj News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.