Mataram, MINA– Maraknya ujaran kebencian di media sosial terhadap kelompok lain akhir-akhir ini dianggap termasuk akhlak tercela (madzmumah), meskipun digunakan untuk berdakwah atau amar ma’ruf nahi munkar.
Demikian kesepakatan sidang komisi Bahtsul Masail al-Maudhu’iyyah Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama dan Konferensi Besar Nahdlatul Ulama (Konbes NU) di Pondok Pesantren Darul Falah, Mataram, Nusa Tenggara Barat, (Jumat (24/11).
Menurut Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail PBNU Mahbub Ma’afi, amar ma’ruf nahi munkar tidak boleh dilakukan dengan kemungkaran. Karena seyogyanya melakukan kebaikan haruslah dengan kebaikan.
“Penyebaran ujaran kebencian di media sosial pun sulit dibendung dan masuk ke dalam jantung kehidupan sosial masyaraka,” kata Mahbub saat membacakan rumusan sidang komisi.
Baca Juga: Jateng Raih Dua Penghargaan Nasional, Bukti Komitmen di Bidang Kesehatan dan Keamanan Pangan
Keharaman menggunakan ujaran kebencian (hate speech) tidak hanya berdasarkan larangan agama, melainkan dampak serius yang dapat ditimbulkan di masyarakat, seperti pertikaian, keretakan harmoninasasi kehidupan bermasyarakat, hingga menciptakan iklim kebencian.
Media sosial, lanjut Mahbub, dalam hal ini menjadi contoh paling jelas, bahwa ujaran kebencian yang dilontarkan di Twitter, YouTube, Facebook, menjadi alat yang efektif dalam memecah belah kerukunan masyarakat.
“Konten-konten ujaran kebencian ini mudah diakses dan tersebar ke seluruh lapisan masyarakat melalui media sosial, baik anak-anak maupun orang dewasa.(L/RE1/RS3)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Pakar Timteng: Mayoritas Rakyat Suriah Menginginkan Perubahan