Bahron Ansori
Hidup miskin memang bukan pilihan. Sebab tak ada orang di dunia ini yang ingin hidup dalam kemiskinan. Selama ini, orang selalu mengidentikkan kemiskinan dengan kurangnya harta benda. Bagaimana dengan negeri ini? Kata orang, Indonesia adalah negara terkaya di dunia. Tak heran, grup musik legendaris Koes Plus pun sempat membuat syair dalam lagunya berbunyi, Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman.
Benarkah Indonesia ini negeri yang kaya, sehingga warganya pun seharusnya sejahtera? Ternyata, jauh panggang dari api. Hari ini, Indonesia justeru memiliki pekerjaan rumah yang cukup berat dan panjang untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Yang membuat heboh, data terbaru dari Badan Pusat Statistik (BPS) menemukan 28,55 juta penduduk Indonesia masuk kategori miskin.
Mengutip laporan terbaru BPS, Kamis (2/1/2014), jumlah penduduk miskin pada September 2013 bertambah 0,48 juta orang dibandingkan Maret sebanyak 28,07 juta. Jumlah dan presentase penduduk miskin sepanjang 2004-September 2013 bergerak fluktuatif. Pada periode 2004 ke 2005, jumlah penduduk miskin tercatat menurun.
Baca Juga: Teruslah Bersuara untuk Palestina: Membela Palestina adalah Jihad dan Ladang Amal Shalih
Namun setahun kemudian, penduduk miskin justru bertambah akibat kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok. Pada periode ini, inflasi umum mencetak level tinggi hingga 17,95%. Selanjutnya pada 2007-Maret 2013, jumlah maupun persentase penduduk miskin kembali menurun. Terakhir, periode Maret-September 2013, angka penduduk miskin kembali mengalami kenaikan.
BPS pun melaporkan, Garis Kemiskinan sepanjang periode Maret-September 2013 mengalami kenaikan sebesar 7,85%. Jika pada Maret Garis Kemiskinan berada di level Rp271.626 per kapita per bulan, maka enam bulan kemudian naik menjadi Rp292.951 per kapita per bulan.
Miskin dalam Islam
Dalam Islam, kemiskinan yang menimpa seseorang bisa jadi karena ia tak mampu bekerja memenuhi tuntutan kebutuhan hidupnya. Lebih jauh lagi, keadaan miskin yang dialami seseorang, bisa jadi karena banyaknya kemaksiatan yang ia lakukan. Ini artinya, banyak larangan-larangan Allah SWT yang ia langgar.
Baca Juga: Mengapa Hidup Berjama’ah Adalah Keharusan Ruhani
Al Imam an-Nawawi di dalam kitabnya “Riyadhus Shalihin” telah menulis satu bab, yaitu “Keutamaan Miskin”. Sebagian peneliti kitab ini yang menggarisbawahi bab tersebut, yakni berkaitan dengan ucapan Imam an-Nawawi tentang keutamaan miskin. Dia berkata, “Bagaimana seorang yang miskin memiliki keutamaan sedangkan Nabi Muhammad SAW telah berlindung kepada Allah dari kemiskinan?”
Sebenarnya, ucapan imam Nawawi itu lebih mendalam maknanya daripada ucapan para peneliti. Imam an-Nawawi juga mengetahui, Nabi SAW berlindung dari kemiskinan. Hanya saja apa yang ia ucapkan adalah untuk menekankan dan mengingatkan umat tentang sesuatu yang mungkin tidak diketahui, yaitu besarnya pahala ujian kemiskinan ini, yang disyariatkan untuk berlindung darinya. Imam Nawawi menyampaikan adab seorang miskin terdiri dari dua hal:
Pertama, orang yang diuji dengan kemiskinan, sepatutnya berlindung kepada Allah SWT darinya, dan memohon kepada Allah SWT agar diberikan kecukupan dan penjagaan kehormatan, berdasarkan keumuman dalil yang menunjukkan disyariatkannya berlindung kepada Allah SWT dari bala’. Juga karena nabi SAW telah berlindung kepada Allah SWT dari kemiskinan serta memerintahkan hal itu.
Nabi SAW berdoa, “Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kemiskinan, dan aku berlindung kepada-Mu dari adzab kubur, tidak ada ilah yang hak disembah selain Engkau.” Nabi SAW juga bersabda, “Berlindunglah kalian kepada Allah dari kemiskinan, kekurangan, kehinaan dan dari berbuat zhalim atau dizhalimi.” (Silsilah shahihah, no 1445).
Kedua, orang beriman yang diuji dengan kemiskinan, hendaknya ikhlas terhadap ketetapan Allah SWT. Jika seorang Muslim tertimpa kemiskinan atau kekurangan harta maka hendaklah dia bersabar dan rela dengan takdir Allah, karena tidaklah Allah SWT menciptakan kemiskinan melainkan hanya untuk memilah dan menguji mana saja hamba-Nya yang berkualitas imannya.
Baca Juga: Jejak Kesalehan Seorang Ayah, Cahaya yang Membimbing Generasi
Allah SWT menjelaskan hal itu dengan sangat gamblang dalam firman-Nya, Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang “Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan, “Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’uun”. (Qs. 2:155-156).
Lihat ayat di atas, bagaimana Allah SWT menjadikan kekurangan harta sebagai bagian dari bala’ (musibah) yang dengannya Dia menguji manusia. Dan bagaimana pula Allah SWT menisbatkan ujian tersebut dari diri-Nya dalam firman-Nya, “Sungguh Kami akan menguji kalian.”
Allah SWT menyebut kekurangan harta sebagai musibah, bagaimana Dia memberi kan kabar gembira kepada orang-orang yang sabar menerima ujian kemiskinan dan kekurangan tersebut. Dia pun mengajarkan kepada setiap hamba-Nya adab kesabaran berupa istirja’ (mengembalikan urusan kepada Allah dengan mengucap inna lillahi wa inna ilaihi raaji’un) dan menjanjikan bagi mereka rahmat dan kesejahteraan.
Sebab Kemiskinan
Baca Juga: Generasi Fatherless-Motherless: Ancaman Peradaban Masa Depan
Pertama, Lemah dan Malas. Penyakit lemah dan malas terkadang menjadi salah satu sebab dari kemiskinan bagi seorang Muslim. Karena Allah SWT menciptakan manusia dalam keadan memiliki potensi untuk berusaha dan bekerja di muka bumi, serta diberi kemampuan untuk berjuang mencari rizki. Oleh karenanya Dia berfirman, “Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.” (Qs. 90: 4).
Susah payah mengharuskan seseorang untuk berusaha, bekerja keras dan berjuang untuk memperoleh rezeki dan keberkahan. Rasulullah SAW banyak-banyak berlindung dari sikap malas dan lemah, beliau bersabda, “Ya , aku berlindung kepadamu dari kegelisahan dan kesedihan, dari sifat lemah dan malas, dari sikap pengecut dan kikir, dari belitan hutang dan tekanan orang.” (HR. al-Bukhari).
Kedua, Dosa dan Maksiat. Kemiskinan dan kemelaratan merupakan bagian dari musibah, yang terkadang disebabkan karena kemaksiatan sebagaimana musibah yang lain pada umumnya. Allah SWT berfirman, “Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Qs. 42: 30).
Ibu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya kebaikan itu sinar di wajah, cahaya di dalam hati, kekuatan di badan, keluasan dalam rezeki, kecintaan di dalam hati setiap orang. sedangkan keburukan adalah kemuraman di wajah, kegelapan di hati, kelemahan di badan, mengurangi rezeki, dan penyebab kebencian di hati orang.”
Baca Juga: Refleksi HTTS 2025: Indonesia Darurat Konsumsi Rokok
Maka cukuplah kemaksiatan itu akan menghilangkan keberkahan, sebagaimana dalam sabda Nabi SAW, “Sesungguhnya seorang hamba terhalang dari rizki dengan sebab dosa yang dia kerjakan.” (HR. Ahmad & Ibnu Majah). Terhalangnya seseorang dari rezeki mungkin dengan lenyapnya rezeki tersebut, atau berkurang jumlahnya, atau tidak memberinya manfaat sehingga meskipun harta yang dimiliki sangat banyak, namun justru menjadi bencana baginya.
Oleh karena itu selayaknya masing-masing kita melihat seberapa banyak telah melakukan dosa, menyia-nyiakan shalat, kurang takut kepada Allah SWT, tidak mau bersilaturrahim dengan kerabat, buruk pergaulan dengan sesama muslim dan lain-lain. Kalau kita menyadari, maka sungguh tidak ada seorang pun di antara kita yang lepas dari berbuat dosa, sebagaimana sabda Nabi SAW, “Seluruh bani adam banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat.” (HR. at-Tirmidzi).
Ketiga, Dijaga Allah SWT. Allah SWT itu Maha Tahu, boleh jadi jika seorang hamba diberi kekayaan, justru akan menjadikannya celaka di dunia dan di akhirat, atau akan menjadikan dia sombong yang berakibat pada turunnya siksa dan bencana. Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah ta’ala menjaga hamba-Nya yang beriman dari dunia ini, padahal dia mencintainya sebagaimana kalian semua berhati-hati (menjaga) orang sakit dalam memberi makan dan minum, karena khawatir terhadapnya.” (HR. Ahmad, terdapat di Shahih al-Jami no. 181).
Keempat, Telah Ditetapkan Memperoleh Kedudukan di Sisi Allah SWT. Termasuk besarnya kemuliaan dan kemurahan Allah SWT adalah Dia memuliakan hamba-Nya sebelum hamba itu melakukan suatu prestasi, dan Dia telah menulis untuk seorang hamba satu kedudukan yang tidak mungkin hamba tersebut mencapainya hanya dengan amal perbuatannya. Sehingga dia memberikan kebaikan dengan cara mengujinya, baik itu dalam harta, anak, atau badannya. Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya jika seorang hamba telah ditulis baginya satu kedudukan yang tidak mampu dia capai dengan amalnya, maka allah mengujinya di dalam harta atau badan atau anaknya.” (HR. Abu Dawud).
Baca Juga: Wisuda STISA Abdullah Bin Mas’ud, Spirit Regenerasi Kepemimpinan Berbasis Al-Qur’an
Kedudukan yang tinggi hanya dicapai oleh seorang mukmin. Maka ketika ada seseorang datang kepada Nabi SAW lalu berkata, “Sungguh aku mencintaimu.” Maka Nabi menjawab, “Siapkan dirimu menjadi orang fakir.”
Saudaraku, ingatlah, semua orang yang ada di muka bumi ini sedang diuji, orang miskin diuji dengan kemiskinannya dan orang kaya diuji dengan kekayaannya. Ketika Allah SWT memuliakan Nabi Sulaiman dengan harta dan kerajaan maka beliau berkata, “Ini adalah keutamaan dari Rabbku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur ataukah justru kafir.”
Maka selayaknya seorang miskin juga berkata, “Ini adalah ketetapan Rabbku, untuk mengujiku apakah aku bersabar ataukah ingkar.” Bahkan Rasulullah SAW menjelaskan bahwa ujian kemiskinan itu lebih ringan dibandingkan ujian kekayaan. Hanya ada dua cara untuk menghadapi kemiskinan; Berlindung kepada Allah SWT darinya, dan bersabar atasnya. Wallahua’lam.(T/R2/E01).
Baca Juga: Inilah Siksaan Bagi Orang Yang Selingkuh: Peringatan Keras Dari Allah dan Rasul-Nya
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)