Oleh Ustaz Munawar Zayin, Pimpinan Pondok Pesantren Nurul Falah, Cikajang, Garut,
DI TENGAH derasnya arus globalisasi dan berbagai perpecahan yang melanda umat Islam, Masjid Al-Aqsha di Palestina menjadi simbol yang menyatukan hati kaum Muslimin sedunia. Ia bukan hanya sekadar masjid, tetapi manifestasi dari akidah, sejarah, dan tanggung jawab keimanan. Oleh karena itu, pembebasan Masjid Al-Aqsha dari cengkeraman penjajah Zionis Israel bukanlah sekadar urusan geopolitik atau kemanusiaan semata, melainkan merupakan tanggung jawab akidah umat Islam.
Acara Tabligh Akbar di Pusdai Jawa Barat yang diinisiasi oleh Aqsha Working Group (AWG) menjadi momentum penting dalam membangkitkan kesadaran akidah dan solidaritas Palestina melalui pendekatan spiritual, ukhuwah, dan jihad ilmu. Dalam makalah ini, kita akan menggali lebih dalam bagaimana ukhuwah Islamiyah menjadi fondasi utama dalam perjuangan membebaskan Masjid Al-Aqsha, dengan menekankan peran umat Islam, jihad pena, dan kesatuan dalam dakwah sebagai kekuatan utama.
Masjid Al-Aqsha dan Palestina dalam Bingkai Akidah
Baca Juga: Istighfar Kunci Perubahan Nasib: Tadabbur Qur’an Surat Nuh Ayat 10-12
Masjid Al-Aqsha adalah masjid suci ketiga dalam Islam setelah Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Ia disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an dalam surah Al-Isra ayat 1, menjadi tempat Isra’ Nabi Muhammad SAW dan menjadi kiblat pertama umat Islam. Maka, keterkaitannya dengan umat Islam bukanlah sesuatu yang simbolik, melainkan bersifat teologis dan ideologis.
Penjajahan yang terjadi di Palestina sejak tahun 1948 oleh Zionis Israel adalah bentuk perampasan yang tidak hanya menyerang wilayah geografis, tetapi juga harga diri dan akidah umat Islam. Ketika Al-Aqsha dirampas, sesungguhnya yang diinjak-injak adalah kehormatan umat Islam.
Umat Islam, tanpa memandang ras, bangsa, dan mazhab, memiliki tanggung jawab kolektif untuk membela dan membebaskan Masjid Al-Aqsha. Dalam Surah Al-Hujurat ayat 10, Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara…”
Ayat ini menjadi dasar bahwa setiap penderitaan saudara kita di Palestina adalah penderitaan kita juga. Kita tidak bisa berlepas tangan, apalagi bersikap apatis. Maka setiap Muslim, di mana pun ia berada, wajib mengambil peran—baik dengan harta, doa, lisan, maupun tulisan.
Baca Juga: Israel Vs Iran, Ketika Serangan Membentuk Keberimbangan Regional
Ukhuwah Islamiyah dan Persatuan Umat
Ukhuwah Islamiyah adalah ruh yang menggerakkan perjuangan ini. Tanpa ukhuwah, tidak akan pernah lahir kekuatan kolektif. Bahkan Rasulullah SAW pernah bersabda:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam cinta dan kasih sayang mereka bagaikan satu tubuh. Jika salah satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh akan ikut merasakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Persatuan umat menjadi syarat utama pembebasan Al-Aqsha. Jangan sampai kita sibuk dengan ikhtilaf, lalu terpecah belah dalam tafarruq. Perbedaan adalah rahmat jika diiringi dengan adab, namun menjadi fitnah jika melahirkan perpecahan.
Baca Juga: Mengapa Harus Hadir di Majlis Taklim? Inilah 5 Keutamaannya yang Wajib Diketahui
Dakwah dan Jihad Pena
Perjuangan hari ini tidak selalu dengan mengangkat senjata, melainkan bisa melalui dakwah, jihad pena, dan jihad lisan. Kita hidup di zaman informasi. Media massa dan media sosial menjadi alat yang sangat efektif untuk mengubah persepsi dunia terhadap Palestina.
Jihad pena adalah bentuk kontribusi cendekiawan, wartawan, guru, dai, dan siapa pun yang menulis untuk membela kebenaran. Menulis artikel, buku, opini, bahkan status media sosial yang menyuarakan keadilan Palestina adalah bagian dari jihad fi sabilillah.
Acara seperti Tabligh Akbar yang diselenggarakan di Pusdai adalah momentum strategis untuk membangun spirit keimanan, menyatukan pandangan umat, dan menggerakkan lembaga dakwah untuk lebih aktif dalam isu Al-Aqsha.
Baca Juga: Ketika Dosa Tampak Indah: Wajah Fitnah di Ujung Zaman
Aqsha Working Group (AWG) sebagai lembaga nirlaba, telah menjadi pelopor dalam menyuarakan penderitaan rakyat Palestina. Melalui kegiatan edukasi, literasi, dan penghimpunan donasi, AWG telah menunjukkan bagaimana lembaga dakwah bisa menjelma menjadi benteng pembela Masjid Al-Aqsha.
Solidaritas Palestina dalam Aksi Nyata
Solidaritas Palestina bukan hanya slogan. Ia harus dibuktikan dengan aksi nyata: menggalang donasi, menyelenggarakan edukasi, mengadakan pameran foto dan film dokumenter, membuat tulisan ilmiah, hingga membentuk tim khusus untuk mengadvokasi isu Palestina di forum nasional dan internasional.
Mengapa kita harus membela Palestina? Karena ini adalah perintah iman, bukan sekadar urusan politik luar negeri. Sebab orang yang tidak peduli dengan urusan umat, sebagaimana hadis Nabi SAW, “Barang siapa yang tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan bagian dari mereka.” (HR. Thabrani)
Baca Juga: Mengakui Negara Israel Dalam Prespektif UUD 1945
Spirit keimanan inilah yang menjadi kekuatan ruhiyah dalam jihad panjang ini. Tanpa iman, semua akan menjadi lelah. Tapi dengan iman, keletihan menjadi nikmat.
Perjuangan ini juga menyatukan kepedulian sosial lintas generasi dan profesi. Ulama, santri, mahasiswa, aktivis kemanusiaan, jurnalis, hingga masyarakat umum bisa berperan dalam bingkai empati dan ukhuwah. Inilah saatnya kita menjadikan Al-Aqsha sebagai isu utama umat, bukan sekadar berita sesaat.
Zionis Israel dan Perampasan Tanah Wakaf
Kita harus memahami bahwa Zionis Israel tidak hanya merampas tanah, tetapi juga berupaya menghapus identitas Islam dari wilayah tersebut. Mereka menggusur warga, menghancurkan rumah, dan mencemarkan tempat suci.
Baca Juga: Hidup Hanya Sekali, Jadikan Bermakna di Sisi Allah
Ini bukan hanya penindasan fisik, tapi juga perang ideologi. Maka penguatan ukhuwah Islamiyah dan dakwah harus melawan ini secara sistemik dan terstruktur.
Pembelaan terhadap Al-Aqsha membutuhkan lembaga dakwah dan pendidikan Islam yang kuat. Kita butuh pesantren, sekolah, kampus, dan majelis taklim yang memahami betapa pentingnya mengajarkan cinta terhadap Al-Aqsha sejak dini.
Pembelaan terhadap Masjid Al-Aqsha tidak boleh berhenti di generasi kita. Kita harus mewariskan semangat ini kepada anak cucu kita, agar mereka tetap peduli terhadap perjuangan ini. Tanamkan dalam diri mereka bahwa membela Al-Aqsha adalah bagian dari membela Islam.
Media massa dan media sosial harus digunakan untuk menyuarakan perjuangan Palestina. Kita harus melawan narasi media Barat yang cenderung membela penjajah dan menuduh para pejuang Palestina sebagai teroris. Di sinilah jihad pena dan literasi keumatan sangat penting.
Baca Juga: Pelanggaran Zionis terhadap Konvensi Jenewa
Persatuan tidak berarti menyeragamkan, tetapi menyatukan langkah dalam keberagaman. Kita bisa berbeda organisasi, mazhab, dan pendekatan, tapi satu dalam tujuan: pembebasan Al-Aqsha.
Sebagaimana para sahabat dahulu membentuk pasar dan wakaf untuk memperkuat umat, kita juga bisa memulai dari hal yang sama. Pengelolaan wakaf produktif, pasar jamaah, dan ekonomi berbasis syariah bisa menjadi penopang gerakan dakwah Al-Aqsha.
Setiap amal—sekecil apa pun—jika dilakukan dalam bingkai ukhuwah Islamiyah, akan menjadi kekuatan besar. Mari kita jaga ukhuwah, hindari perpecahan, dan terus bahu-membahu.
Masjid Al-Aqsha menanti pembebasannya. Bukan dari bangsa Arab saja, bukan dari Palestina saja, tapi dari seluruh umat Islam. Jangan tanya “siapa yang akan membela Al-Aqsha?” Tapi tanyakanlah “apa yang sudah aku lakukan untuk Al-Aqsha?”
Baca Juga: Masjidil Aqsa, Lambang Kehormatan Umat Islam yang Terluka
Dengan ukhuwah Islamiyah, jihad pena, solidaritas Palestina, dan kesadaran akidah, insya Allah kita akan melihat hari di mana Masjid Al-Aqsha kembali menjadi milik kaum Muslimin.
Sebagaimana kata-kata para pejuang terdahulu, “Jika kalian tidak bisa membebaskan Al-Aqsha dengan darah, maka bebaskanlah ia dengan doa dan dakwah. Jangan biarkan Al-Aqsha kesepian dalam kesakitan.” Wallahu a’lam bish-shawab.[]
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Zionis Israel Gunakan Kelaparan sebagai Senjata Genosida, Dunia Tak Berdaya