Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ukhuwah, Teras Kehidupan Berjama’ah yang Membawa Berkah

Bahron Ansori Editor : Widi Kusnadi - 56 menit yang lalu

56 menit yang lalu

5 Views

Ilustrasi

DALAM Dalam kehidupan berjama’ah, ukhuwah atau persaudaraan merupakan fondasi yang tak tergantikan. Tanpa ukhuwah, jama’ah hanya menjadi kumpulan individu tanpa arah yang jelas. Ukhuwah bukan hanya perasaan saling memiliki, tetapi juga sebuah sistem relasi yang dibangun atas dasar iman, cinta, dan kepercayaan kepada Allah Ta’ala. Ia adalah jembatan yang menghubungkan hati-hati yang berbeda latar belakang menuju tujuan bersama yang mulia: ridha Allah.

Konsep ukhuwah dalam Islam mencakup lebih dari sekadar hubungan sosial biasa. Ukhuwah adalah bentuk kasih sayang yang ditanamkan oleh Allah di antara orang-orang beriman. Al-Qur’an menegaskan, “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurat: 10). Ayat ini menunjukkan bahwa persaudaraan iman adalah hubungan yang lebih tinggi daripada persaudaraan darah.

Dalam konteks berjama’ah, ukhuwah menjadi penopang utama dalam menjaga keutuhan dan kestabilan gerakan dakwah. Tanpa ukhuwah, gesekan dan perbedaan pendapat akan mudah memecah belah jama’ah. Namun, jika ukhuwah terjaga, maka setiap perbedaan akan disikapi dengan saling memahami dan memperkuat, bukan saling menjatuhkan.

Secara ilmiah, hubungan sosial yang kuat seperti ukhuwah memiliki dampak signifikan dalam peningkatan kesejahteraan psikologis. Studi psikologi sosial menunjukkan bahwa individu yang tergabung dalam komunitas yang solid akan memiliki daya tahan yang lebih kuat terhadap tekanan hidup. Jama’ah yang diikat ukhuwah akan menjadi tempat saling menguatkan dalam suka maupun duka.

Baca Juga: Melepas Dunia di Tanah Suci, Pelajaran Ikhlas dari Rangkaian Ibadah Haji

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam adalah teladan utama dalam membangun ukhuwah. Di Madinah, beliau mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar, yang sebelumnya asing satu sama lain. Hasilnya, lahirlah kekuatan kolektif yang solid, yang menjadi cikal bakal peradaban Islam. Ini menunjukkan bahwa ukhuwah bukan hanya nilai spiritual, tapi juga strategi sosial-politik yang efektif.

Ukhuwah bukanlah sesuatu yang terjadi secara otomatis. Ia memerlukan upaya yang terus-menerus: menjaga prasangka baik, memberi maaf, menahan amarah, dan saling menasihati dalam kebaikan. Dalam berjama’ah, ukhuwah diuji dalam dinamika kerja, perbedaan ide, dan interaksi sehari-hari. Maka, komitmen untuk menjaga ukhuwah harus senantiasa diperbaharui.

Salah satu bentuk nyata ukhuwah adalah adanya sikap ta’awun (tolong-menolong) dalam kebaikan dan takwa. Jama’ah yang hidup dengan semangat ta’awun akan mudah menyelesaikan persoalan kolektif karena setiap anggotanya merasa bertanggung jawab dan peduli terhadap sesama. Inilah berkah ukhuwah yang dirasakan dalam kehidupan berjama’ah.

Sebaliknya, ketika ukhuwah ditinggalkan, maka kehidupan berjama’ah akan dihantui oleh konflik, perpecahan, dan hilangnya kepercayaan. Allah Ta’ala memperingatkan dalam QS. Al-Anfal: 46 bahwa perpecahan akan melemahkan kekuatan umat. Oleh karena itu, menjaga ukhuwah adalah bagian dari menjaga kekuatan jama’ah itu sendiri.

Baca Juga: Buruh dalam Perspektif Islam: Sejarah, Hak, dan Relevansinya di Era Modern

Dalam hadis riwayat Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah kalian saling membenci, saling hasad, saling membelakangi, dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.” Hadis ini menunjukkan bahwa ukhuwah tidak akan tumbuh dalam hati yang dikuasai oleh penyakit hati. Maka, tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) adalah prasyarat penting untuk mewujudkan ukhuwah sejati.

Ukhuwah dalam jama’ah juga menciptakan efektivitas kerja tim. Dalam teori organisasi modern, kerja sama berbasis kepercayaan dan solidaritas menjadi indikator utama keberhasilan. Islam telah jauh sebelumnya menanamkan nilai-nilai ini melalui ukhuwah. Seorang anggota jama’ah tidak bekerja demi dirinya, tetapi demi tujuan bersama yang lebih agung.

Ketika ukhuwah tumbuh dengan subur, maka tumbuh pula semangat saling mengingatkan dalam kebaikan. Ini tercermin dalam budaya nasehat-menasihati yang penuh kasih, bukan mencela. Dalam berjama’ah, teguran bukan untuk menjatuhkan, tetapi membangun. Karena ukhuwah membuat seseorang merasa nyaman menerima masukan demi perbaikan bersama.

Ukhuwah juga menjadi alat penyaring dalam rekrutmen dan regenerasi. Dalam jama’ah yang sehat, calon anggota yang masuk akan merasakan hangatnya ukhuwah dan ikatan spiritual. Ini menjadi daya tarik tersendiri yang tidak dimiliki oleh komunitas berbasis materi atau kepentingan duniawi. Ukhuwah menjadikan jama’ah lebih dari sekadar organisasi: ia adalah keluarga ruhiyah.

Baca Juga: Muasal Ijazah dalam Tradisi Islam, Simbol Harga Diri

Dalam era digital saat ini, ukhuwah menghadapi tantangan baru. Interaksi virtual seringkali melahirkan kesalahpahaman, komunikasi yang kaku, hingga konflik yang tidak perlu. Maka, menjaga ukhuwah di era digital menuntut literasi komunikasi, kontrol emosi, dan adab dalam bermedsos sebagai bagian dari adab berjama’ah.

Ukhuwah adalah berkah yang hanya bisa dirasakan oleh orang-orang yang menjaga hati dan niatnya. Ia adalah energi ruhani yang menggerakkan umat menuju kemajuan. Dalam jama’ah, ukhuwah bukan sekadar teori, tapi harus menjadi budaya. Setiap anggota jama’ah harus menjadikan ukhuwah sebagai nilai hidup, bukan sekadar slogan.

Akhirnya, ukhuwah adalah teras tempat berpijak dalam perjalanan panjang berjama’ah. Tanpa ukhuwah, dakwah akan melemah, amal jama’i akan berantakan, dan ukhrawi pun terancam. Mari kita jaga ukhuwah, karena di sanalah Allah titipkan keberkahan, kekuatan, dan kemenangan.[]

Mi’raj News Agency (MINA)

Baca Juga: Al-Quds dalam Catatan Sejarah Islam

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Khadijah
Khadijah
Kolom