Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Umrah Mandiri, Antara Kebebasan Ibadah dan Tantangan Baru bagi Jamaah

Redaksi Editor : Bahron Ans. - 21 detik yang lalu

21 detik yang lalu

0 Views

Oleh Taufik Ismail, Direktur KBIHU Al-Fatah, tinggal di Bogor, Jawa Barat

Pemerintah Indonesia melegalkan umrah mandiri melalui Undang‑Undang Nomor 14 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PIHU). UU ini disahkan pada 26 Agustus 2025 dan menjadi tonggak baru karena secara eksplisit memperbolehkan Warga Negara Indonesia menunaikan umrah secara mandiri tanpa harus melalui biro perjalanan (PPIU). ⁠

Dalam Pasal 86 ayat (1) UU PIHU, disebutkan bahwa perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan melalui tiga jalur: penyelenggara perjalanan (PPIU), secara mandiri, ataupun melalui menteri dalam kondisi tertentu.

Regulasi baru ini bukan semata soal memberi opsi lebih banyak kepada jamaah, tetapi juga langkah adaptif pemerintah kepada kebijakan Kerajaan Arab Saudi yang membuka akses umrah mandiri.

Baca Juga: Kamu Layak Sukses, Asal Tidak Mudah Menyerah

Meski demikian, tidak berarti umrah mandiri bebas dari aturan: dalam UU PIHU juga diatur persyaratan administratif yang cukup ketat. Pasal 87A menyebutkan, antara lain, paspor minimal enam bulan masa berlaku, tiket pulang-pergi, surat keterangan sehat, visa, dan bukti pembelian “paket layanan” yang terdaftar melalui sistem informasi Kementerian.

Langkah ini disambut beragam. Wakil Menteri Haji dan Umrah Dahnil Anzar Simanjuntak menyatakan bahwa legalisasi umrah mandiri adalah cara melindungi jamaah yang selama ini sudah banyak memilih jalur mandiri.

Namun, tak sedikit suara khawatir muncul pula. Sekretaris Jenderal AMPHURI, Zaki Zakariya, memperingatkan potensi risiko bagi jamaah: mulai dari minimnya pembinaan manasik, potensi kesalahan ibadah, hingga pengawasan arus jemaah yang lebih berisiko.

Menteri Haji dan Umrah Irfan Yusuf menegaskan bahwa meski umrah mandiri dilegalkan, PPIU (biro perjalanan resmi) tetap penting dan relevan. Menurut beliau, banyak jamaah umrah mandiri masih melibatkan PPIU terutama dalam urusan visa, akomodasi, dan aspek teknis lain.

Kelebihan Umrah Mandiri

Baca Juga: Bangkit Lagi, Meski Dunia Meremehkanmu

Berikut adalah kelebihan umrah mandiri bagi jamaah:

  • Kebebasan Perencanaan Ibadah
    Umrah mandiri memberi kebebasan penuh kepada jamaah untuk merancang perjalanan: kapan berangkat, lamanya tinggal, ke kota mana (Mekkah, Madinah), dan urutan ibadah. Tanpa terikat rombongan, jamaah bisa memilih ritme yang paling nyaman untuk beribadah.
  • Akomodasi Sesuai Pilihan
    Karena tidak ikut paket biro, jamaah bisa memilih hotel sesuai budget dan preferensi — mulai dari penginapan dekat Masjidil Haram hingga tempat yang lebih hemat atau sangat mewah. Ini memberi fleksibilitas besar dalam pengeluaran.
  • Pengalaman Rohani Lebih Intim
    Dengan perjalanan mandiri, jamaah bisa merasakan suasana ibadah yang lebih tenang dan khusyuk. Tanpa jadwal rombongan yang padat, ada lebih banyak waktu untuk merenung, berdoa, dan menyerap makna ibadah umrah dengan kedekatan spiritual yang lebih dalam.
  • Potensi Hemat Biaya
    Jika pintar merencanakan, umrah mandiri bisa lebih efisien dari sisi biaya: pemilihan tiket promo, penggunaan transportasi umum, dan penginapan fleksibel bisa menekan pengeluaran dibandingkan paket biro umrah.
  • Kontrol Sendiri atas Itinerary
    Jamaah mandiri bisa menentukan kunjungan ke tempat-tempat ziarah, situs bersejarah, dan destinasi spiritual sesuai minat. Ini membuat pengalaman umrah lebih personal dan sesuai visi ibadah masing-masing.

Adapun Kekurangan dan Tantangan Umrah Mandiri, antara lain:

  • Potensi Penipuan
    Sebagai opsi baru yang legal, umrah mandiri bisa dimanfaatkan pihak tidak bertanggung jawab. Tanpa mekanisme pengawasan biro perjalanan, kemungkinan penipuan (misalnya dengan paket palsu) menjadi lebih tinggi menurut AMPHURI.
  • Logistik dan Transportasi yang Rumit
    Menyusun rute perjalanan antar kota suci, memesan transportasi lokal, serta mengatur perjalanan ziarah bisa menjadi tantangan besar bila dilakukan sendiri, terutama untuk jamaah yang belum familiar.
  • Regulasi Turunan Belum Sepenuhnya Jelas
    Meski UU PIHU sudah mengizinkan umrah mandiri, aturan pelaksana seperti Peraturan Menteri (Permen) masih dalam proses. Beberapa mekanisme operasional bisa berubah, dan jamaah harus selalu mengikuti perkembangan regulasi.
  • Kebutuhan Literasi Digital dan Keagamaan
    Jamaah mandiri perlu aktif menggunakan teknologi: aplikasi peta, jadwal shalat, informasi visa, dan sistem Kementerian harus dikuasai. Selain itu, pemahaman agama dan manasik perlu cukup agar ibadah umrah benar-benar dijalankan dengan sah dan tertib.
  • Beban Administratif Lebih Berat
    Semua urusan dokumen (visa, tiket, paspor), izin, serta pendaftaran harus ditangani sendiri. Tanpa biro sebagai perantara, jamaah harus paham prosedur dan persyaratan dengan baik agar tidak terjadi kendala.
  • Risiko Kekurangan Panduan Manasik
    Tanpa pembimbing (muthawif) atau pendamping PPIU, jamaah bisa kehilangan kesempatan bimbingan manasik: praktik ibadah, sunnah, atau aturan khusus mungkin tidak maksimal dipahami atau dijalankan.
  • Tantangan Bahasa dan Komunikasi
    Bagi jamaah yang kurang fasih bahasa Arab atau kurang pengalaman ke luar negeri, bisa mengalami kesulitan berkomunikasi di lapangan, terutama dalam berurusan dengan petugas lokal, hotel, atau transportasi.
  • Risiko Keselamatan dan Pengawasan Lebih Rendah
    Tanpa biro yang secara resmi bertanggung jawab, jamaah mandiri mungkin lebih rentan terhadap risiko seperti kehilangan barang, masalah visa, atau situasi darurat. AMPHURI mengingatkan bahwa tidak ada jaminan perlindungan jiwa, kecelakaan, atau kesehatan dalam UU bagi umrah mandiri tertentu.
  • Keterbatasan Perlindungan Hukum
    UU PIHU menyebut bahwa jemaah mandiri tidak akan mendapatkan beberapa bentuk perlindungan layanan seperti akomodasi, konsumsi, dan transportasi yang dijamin untuk jemaah melalui biro.
  • Kebutuhan Finansial Lebih Terbuka
    Karena semua pengaturan dilakukan sendiri, jamaah perlu menyiapkan dana lebih matang. Biaya penginapan, transportasi, dan visa bisa fluktuatif dan tidak selalu lebih murah bila tidak direncanakan dengan cermat.
  • Kurangnya Pembinaan Sosial
    Dalam perjalanan umrah rombongan, jamaah bisa saling membantu, berdiskusi, dan berbagi pengalaman ibadah. Umrah mandiri cenderung lebih individual, sehingga peluang pembinaan sosial dan spiritual bersama bisa berkurang.
  • Tekanan Mental
    Perjalanan mandiri menuntut kesiapan mental lebih: mengatur jadwal, menghadapi keramaian Masjidil Haram atau Madinah, dan bertanggung jawab atas semua keputusan bisa menimbulkan stres tersendiri.

Kebebasan itu datang bersama tanggung jawab. Jamaah harus lebih matang dalam persiapan, paham regulasi, serta siap menghadapi risiko administrasi dan operasional. Tanpa pendamping resmi, tantangan logistik dan keselamatan bisa menjadi beban tersendiri.
⁠Bagi calon jamaah, penting untuk menimbang secara bijak: apakah lebih nyaman dan aman menggunakan biro (PPIU), ataukah siap menjalani umrah mandiri dengan semua kebebasan dan risiko yang menyertainya.

Dalam keputusan apapun, persiapan matang dan niat ikhlas tetap menjadi kunci agar ibadah umrah menjadi ibadah yang diridhai Allah, bukan sekadar perjalanan wisata. []

Baca Juga: Mau Umrah Mandiri, Ini Syarat yang Wajib Dipenuhi

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda