Kuala Lumpur, 9 Rabi’ul Awwal 1438/9 Desember 2016 (MINA) – Komisaris Tinggi Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengungkapkan bahwa sebanyak 56.000 pengungsi Rohingya yang ada di Malaysia sudah menerima kartu status pengungsi di Kuala Lumpur.
Presiden Masyarakat Rohingya di Malaysia (RSM) Faisal Islam Muhammad Kassim pada Kamis (8/12) mengatakan, selain itu, sebanyak 35.000 pengungsi Rohingya tidak diakui oleh UNHCR yang melindungi pengungsi tetapi tidak bisa memberi mereka pekerjaan secara legal.
Sementara itu, Direktur Eksekutif Federasi Pengusaha Malaysia (MEF) Syamsuddin Bardan mengatakan jumlah pengungsi sebenarnya jauh lebih tinggi. Ia mengklaim bahwa sekitar 150.000 etnis Rohingya berada di Malaysia dan tidak memiliki akses hukum untuk pekerjaan.
Pada bulan November, UNHCR mengatakan kepada kantor berita Reuters bahwa lembaga itu bekerja sama dengan para pejabat Malaysia dalam program percontohan untuk memungkinkan beberapa Rohingya – 300 orang selama tiga tahun – untuk bekerja di sektor perkebunan dan manufaktur Malaysia.
Baca Juga: Putin Punya Kebijakan Baru, Hapus Utang Warganya yang Ikut Perang
Meskipun sebagian pengungsi memiliki kartu identitas pengungsi dari UNHCR, tapi UU di negara itu melarang pengungsi untuk bekerja.
Selain Indonesia dan Thailand, Malaysia termasuk negara ASEAN yang tidak mengakui status pengungsi, sebagaimana dicantumkan dalam Konvensi Pengungsi PBB tahun 1951.
Meskipun Malaysia memerlukan banyak tenaga asing untuk mengisi lapangan kerja yang digolongkan 3D (dirty-kotor, difficult-sulit, dangerous-bahaya), dan meskipun kenyataannya pengungsi sudah puluhan tahun bermukim di negeri ini, pemerintah menegaskan tidak akan mengubah peraturan yang memungkinan pengungsi bekerja secara sah.
“Malaysia telah menampung pelarian (pengungsi) dan pencari suaka politik selama 40 tahun. Bukan saja orang Rohingya tetapi juga pelarian Vietnam pada tahun 1970-an sampai sekarang. Tapi sekarang ini ada jumlah kurang lebih 156.000 orang yang dianggap sebagai pelarian,” kata Wakil Menteri Dalam Negeri Malaysia, Nur Jazlan Mohamed saat diwawancara oleh BBC bulan lalu. (T/P001/R05)
Baca Juga: Jadi Buronan ICC, Kanada Siap Tangkap Netanyahu dan Gallant
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)