Banda Aceh, MINA – Lembaga PBB UNICEF perwakilan Aceh bersama Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh melaksanakan workshop pemenuhan dan perlindungan hak untuk anak-anak dan penyelesaian masalahnya.
Dalam workshop tersebut, ikut menghadirkan tokoh agama dan tokoh adat dari 8 kabupaten/ kota di Aceh, diantaranya Sabang, Aceh Jaya, Singkil, Simelue, Gayo Lues, Aceh Selatan, Pidie dan Nagan Raya. Kegiatan dilaksanakan di Banda Aceh, Sabtu, (5/10).
Turut hadir pula perwakilan dari Dinas Kesehatan Aceh, Dinas Pemberdayaan dan Perlindungan Anak Aceh, Biro Isra, dan beberapa lembaga swadaya dan tokoh masyarakat yang konsen terhadap program anak dan perempuan.
Wakil Ketua MPU Aceh Faisal Ali mengatakan, saat ini Aceh sudah melahirkan sejumlah Qanun yang berpihak pada anak, seperti Qanun No. 8/2008 tentang Pelestarian Adat di Aceh yang didalamnya terdapat pasal-pasal tentang Perlindungan Anak, Qanun No. 11/2008 tentang Perlindungan Anak, dan Qanun Aceh No. 8/2015 tentang Pembinaan dan Perlindungan Aqidah Aceh.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Faisal Ali menegaskan, pemenuhan hak anak merupakan tanggung jawab semua pihak, termasuk tokoh agama dan tokoh adat.
“Berbicara tentang anak, kita berbicara tentang masa depan”, kata Faisal Ali, Sabtu (5/10).
“Anak Aceh itu harus sehat secara akhlak, aqidah, tangguh dan berkembang dalam lingkungan yang aman dan sejahtera,” tambahnya.
Berbagai permasalahan terkait hak anak saat ini sudah cukup mengkhawatirkan. Aceh tercatat memiliki angka balita stunting ketiga terbanyak di Indonesia.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Stunting disebabkan oleh beberapa faktor yang langsung berkaitan dengan gizi ibu hamil hingga 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), sanitasi dan akses air bersih, penyakit infeksi berulang, hingga ketersediaan pangan dan kondisi sosial ekonomi.
Selain itu, rendahnya cakupan imunisasi pada anak di Aceh berisiko menyebabkan infeksi berulang dan wabah Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) karena tidak adanya kekebalan kelompok di masyarakat.
Di lain pihak, menurut Faisal, kasus kekerasan terhadap anak di Aceh juga cukup tinggi, bahkan angkanya merupakan yang tertinggi ketiga di seluruh provinsi di Pulau Sumatera, dengan kasus kekerasan seksual pada anak menjadi jenis kasus yang paling banyak dilaporkan.
Sementara itu Muhammad Afrianto Kurniawan dari UNICEF Perwakilan Aceh mengatakan, UNICEF bersama dengan Pemerintah Aceh mendukung upaya pememuhan hak anak, diantaranya penurunan angka malnutrisi atau stunting di Aceh dan pencegahan kekerasan terhadap anak.
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Berdasarkan Konvensi Hak Anak PBB tahun 1989 dan Undang-Undang No. 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, pemenuhan hak anak merupakan tanggung jawab setiap pihak, yaitu orang tua, keluarga, pemerintah daerah, dan setiap unsur masyarakat, termasuk di dalamnya tokoh adat, tokoh agama, dan tokoh masyarakat lainnya yang harus dihormati, dipenuhi, dilindungi dan dijamin pemenuhannya. (L/AP/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)