Jakarta, MINA – Child Protection Specialist United Nations Children’s Fund (UNICEF) Astrid Gonzaga Dionisio mengatakan, kesadaran membuat akte kelahiran anak sejak dini di masyarakat Indonesia masih kurang.
Kepada Mi’raj News Agency (MINA), ia menuturkan banyak masyarakat yang membuat akte kelahiran hanya ketika anaknya ingin sekolah saja, padahal seharusnya tidak seperti itu.
“Sering kali orang tua hanya membuat akte kelahiran hanya ketika anaknya ingin masuk sekolah, padahal semestinya tidak seperti itu saja, akte kelahiran seharusnya jadi identitas legal anak,” katanya di Jakarta, Kamis (21/9).
Baca Juga: Syeikh El-Awaisi: Cinta di Balik Nama Baitul Maqdis
Ia menambahkan, UNICEF sendiri memiliki program-program untuk membantu pemerintah dalam rangka penyuluhan dan memberikan kesadaran masyarakat akan hal itu.
Tantangannya menurut Astrid, tidak hanya kesadaran masyatakat sendiri terkait kesadarannya dalam membuat akte, juga tidak tahu seperti syarat-syaratnya dan bagaimana cara membuatnya.
Dari segi pelayanan sendiri, terkadang mengalami kendala seperti masyarakat yang sulit menjangkau akses menuju tempat pembuatan akte kelahiran tersebut.
UNICEF sendiri memiliki program membangun model pencatatan kelahiran di 9 kota. Salah satunya di Pasuruan, yang pada 3 tahun lalu hanya 42 persen anak yang memiliki akte, dan setelah ada intervensi dari UNICEF sekarang sudah 99 persen.
Baca Juga: Tinjau Program Bantuan di Herat, MER-C Kirim Tim ke Afghanistan
“Ada juga di Aceh sekitar 52 persen, sekarang sudah 82 persen yang memiliki akte, hanya 6 bulan saja,” kata Astrid.
Program jangka pendek UNICEF dalam mengkampanyekan kesadaran masyarakat dalam membuat akte dalah dengan cara turun ke lapangan, misalnya di area Car Free Day yang banyak masyarakat hadir.
Sementara itu, program jangka panjang yang dilakukan UNICEF adalah bagaimana membuat hubungan antara layanan kesehatan terkoneksi langsung dengan Capil jadi anak ketika lahir di rumah sakit sudah ada akte kelahiran. (L/R08/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)