Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

‘Untung-Rugi’ Runtuhnya Dinasti Utsmani

Rendi Setiawan - Kamis, 3 Maret 2016 - 05:51 WIB

Kamis, 3 Maret 2016 - 05:51 WIB

536 Views

Oleh Rendy Setiawan, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Jika ditanya, siapa yang paling mengambil keuntungan dari kehancuran Utsmani? Dan siapa yang paling rugi dari insiden memilukan ini? Maka jawabannya adalah bangsa Eropa dan kaum Yahudi, dua kelompok inilah yang paling mengambil keuntungan dari kehancuran Utsmani. Kehancuran itu telah membuat bangsa-bangsa Eropa semakin mudah menguasai dan menjajah wilayah-wilayah yang dulu dilindungi oleh Utsmani. Maka sejak itulah umat Islam berada dalam situasi dijajah oleh bangsa non-Muslim.

Selain kerugian yang dialami kaum Muslimin dengan pecahnya negara-negara Islam yang mulanya satu pemimpin, kaum Yahudi juga pada akhirnya memperoleh impian besar mereka selama berabad-abad lamanya menunggu untuk memiliki negara sendiri.

Tahun 1948, orang-orang Yahudi memperoleh tanah di Palestina hasil pemberian dari Inggris yang kemudian pada tahun yang sama, David Ben Gurion secara sepihak mendeklarasikan ‘negara’ Israel di atas tanah Palestina yang sejatinya bukan tanah Yahudi.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-9] Jalankan Semampunya

Tidak cukup sampai di situ, seolah tengah meluapkan kebenciannya yang dalam sejak lama, Ben Gurion mengusir warga Palestina dari rumahnya, yang kemudian dikenal dengan peristiwa Nakbah 1948. Ratusan ribu warga Palestina diusir dari tempat tinggal mereka, tanah mereka pun dirampok.

Perampokan Yahudi secara terang-terangan di hadapan dunia internasional didiamkan begitu saja. Padahal tahun 1948, negara-negara seperti Inggris, Rusia dan Amerika Serikat (AS) adalah negara adidaya setelah memenangi pertempuran Perang Dunia II (PD II). Semakin pula terlihat keterlibatan Eropa dalam membantu terbentuknya “negara illegal” Israel di atas tanah Palestina.

PD I, Kepingan Terakhir

Hari ini 93 tahun yang lalu, atau 3 Maret 1923 merupakan tanggal yang sangat bersejarah dalam perjalanan dinasti terbesar di dunia Islam, Turki Utsmani. Pada hari inilah, Turki Utsmani resmi dibubarkan oleh seorang tokoh sekular, Musthofa Kemal Pasha yang memaksa khalifah Abdul Majid II untuk menyerahkan kekuasaan dan membubarkan dunia kekhilafahan serta mengumumkan berdirinya negara Turki modern yang berpaham sekular.

Baca Juga: Wawancara Eksklusif Prof El-Awaisi: Ilmu, Kunci Pembebasan Masjid Al-Aqsa

Tidak ada asap kalau tidak ada api, itulah yang terjadi pada Turki Utsmani kala itu. Sejanak mundur beberapa tahun kisah Utsmani sebelum secara resmi dibubarkan, Jendral Tertinggi Angkatan Perang Utsmani, Musthofa Kemal Pasha memiliki peran besar terhadap keikutsertaan Utsmani pada Perang Dunia I.

Sebenarnya, PD I inilah kepingan terakhir dari proses kemunduran Utsmani sejak Sultan Sulaiman Al-Qanuni berkuasa era 1600-1700 an. Pada bulan Desember 1914, Utsmani melibatkan diri dalam perang dunia, memilih untuk berada di pihak Jerman dan Austria. Adanya bantuan militer dan ekonomi Jerman untuk menghadapi kekuatan Rusia dan sekutu-sekutunya serta keinginan-keinginan untuk menyelamatkan kendali Turki Utsmani menjadi ‘alasan’ Musthofa Kemal Pasha untuk merlibatkan Utsmani dalam perang tersebut.

Dalam buku-buku sejarah tertulis, Utsmani pada akhirnya mengibarkan bendera putih pada tahun 1918, setelah aliansi bangsa-bangsa Eropa mengalahkan aliansi militer Jerman, Turki dan Austria. Kekalahan inilah yang kemudian memaksa Utsmani menandatangani Perjanjian Serves di tahun yang sama. Pada perjanjian ini pula, Utsmani kehilangan semua wilayahnya yang berada di Semenanjung Balkan.

Lebih jauh dari itu, bahkan Mesir kemudian menjadi negara protektorat Inggris dan secara total bebas dari kekuasaan Utsmani. Ada banyak perspektif yang muncul mencoba menganalisis lebih jauh latar belakang jatuhnya khilafah sebelum ditemukannya kepingan terakhir yang bernama PD I itu. Beberapa pengamat dan sejarawan percaya, salah satu sebabnya adalah konspirasi Yahudi dengan menggelontorkan sejumlah dana kepada Utsmani untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.

Baca Juga: Amalan Sunnah pada Hari Jumat

Turki Utsmani dan Utang Luar Negeri

Kita semua tentu masih ingat dengan upaya organisasi Zionis Internasional dalam usahanya merebut Palestina dari tangan Utsmani. Jika kita cocokkan, maka akan ditemukan sebuah rantai yang menghubungkan antara proses kejatuhan Utsmani dengan usaha ‘ngotot’nya Zionis meminta tanah Palestina, dibarengi dengan imingan besar berupa sejumlah uang kepada Utsmani.

Usaha besar itu adalah salah satu proses menuju akhir dari sekian banyak usaha tersembunyi di balik jatuh bangunnya ‘Pangeran Islam’ Utsmani. Ketika disorot lebih mendalam tentang kronologi kejatuhan Imperium Utsmani, akan ditemukan adanya kaitan yang erat antara proses kemunduran Utsmani dengan bank dan hutang. Dalam hal ini, penulis percaya, Yahudi berada di balik itu semua.

Sepanjang abad 19 pasca masa rennaisance, terjadi proses industrialisasi dan kebangkitan elektronika di Eropa. Apakah proses itu terjadi dengan sendirinya? Jelas tidak, tetapi sebuah rekayasa sosial berskala intenrasional dari pihak tertentu untuk mengorek keuntungan yang sangat besar.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-8] Mengajak Kepada Kalimat Syahadat

Apa yang terjadi? Kemajuan teknologi membawa saudara kembar yang menjadi ‘protokol atau prosedur’ bersama-sama dengannya, yaitu lahirnya bon-bon, sekuritas, uang kertas dan instrumen keuangan lainnya yang memicu larangan terhadap penggunaan mata uang dinar-dirham.

Bermula dari proyek pembangunan kereta api yang memerlukan modal yang besar, cara pembayaran Islam dengan dinar-driham tidak lagi boleh dipakai. Produsen kereta api menjadikan Turki sebagai objek pemasaran mengingat wilayah ini merupakan pusat pemerintahan, begitu juga Mesir sebagai pusat intelektual Islam. Dengan usaha ini, tata cara niaga atau muamalat Islam harus dikesampingkan, dan keputusan para alim ulama dalam hal-hal perniagaan tidak diperlukan lagi.

Padahal, jauh sebelum kebangkitan itu, umat Islam menguasai bidang perniagaan dan perdagangan di kawasan ini. Namun di akhir kejayaannya, beberapa urusan penting Utsmani justru berada di tangan para bankir yang umumnya berasal dari kalangan Yahudi, yang kemudian digemborkan bahwa hal ini bertujuan untuk menciptakan Turki modern.

Sementara di saat bersamaan, sedikit sekali yang menyadari Turki modern. Turki modern hanyalah sebuah design yang nyaris sempurna dari orang-orang Yahudi dan Nashrani dalam usahanya mengelabuhi kaum Muslimin untuk menanggalkan design yang telah dirancang oleh Allah Ta’ala melalui lisan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Design yang dimaksud adalah design jubah kebesaran umat Islam yaitu dunia kekhilafahan.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Utsmani, Pelajaran Berharga Umat Islam

Ketika semua usaha konspirasi dirasa telah sempurna, maka keruntuhan Utsmani tidak bisa dihindarkan lagi. Usaha panjang kaum Yahudi yang tanpa kenal lelah terus berusaha untuk mendapatkan ‘negara’ di atas tanah Palestina menjadi pelajaran berharga bagi pemimpin-pemimpin dunia Islam untuk tidak terjebak dalam permainan dan konspirasi Yahudi yang begitu kental di sekitar mujahid Islam.

Untuk itu, ingatlah kembali kita kepada pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Pesan itu disampaikan secara tersirat kepada shahabat Hudzaifah bin Yaman radhiyallahu’anhu, ketika semua orang bertanya tentang kebaikan kepada Rasulullah, Hudzaifah bertanya tentang keburukan yang kemudian bertanya tentang bagaimana cara menyikapi makar-makar musuh Islam. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam berpesan untuk tetap berpegang teguh pada Jamaah Muslimin dan Imaam mereka.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam di akhir pesannya kepada Hudzaifah bin Al-Yaman: “Jika tidak engkau temui yang demikian, maka jauhilah perpecahan umat, meskipun engkau sampai menggigit kayu hingga ajalmu tiba, engkau tetap demikian.”

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Itulah pesan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kepada Hudzaifah 14 abad yang lalu, seolah mengacu kepada kondisi kaum Muslimin saat ini, agar bersatu kembali dalam satu wadah Jama’ah Muslimin (Hizbullah), sebuah nama yang diberikan langsung oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sebagai perwujudan khilafah dalam menghadapi konspirasi internasional yang dimotori Zionis Yahudi.

Sebuah harapan besar menjayakan kembali jejak-jejak kejayaan Utsmani, yang menjangkau seluruh dunia di bawah  satu kepemimpinan Khilafah yang mengikuti pola kenabian (Khilafah ‘alaa minhaajin nubuwwah). Wallahul Musta’an. (P011/P4)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Baca Juga: Ada Apa dengan Terpilihnya Trump?

Rekomendasi untuk Anda