Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Urgensi Akhlaqul Karimah (Oleh: Ali Farkhan Tsani)

Ali Farkhan Tsani - Rabu, 20 November 2019 - 19:40 WIB

Rabu, 20 November 2019 - 19:40 WIB

118 Views

Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA

 

Pengertian Akhlaq

Secara etimologis (bahasa), akhlaq berasal dari kata al-khuluq, yang berarti tabiat, budi pekerti, kebiasaan.

Baca Juga: Tertib dan Terpimpin

Secara istilah akhlaq berarti sesuatu yang melekat pada jiwa manusia yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan yang mudah tanpa melalui proses pemikiran atau pertimbangan (spontanitas, otomatis).

Kata akhlaq berakar dari kata khalaqa atau khalqun yang berarti kejadian, bentuk, ciptaan, tampilan, prilaku, tingkah laku.

Sepintas hanya berkonotasi lahiriyah. Padahal sebenarnya akhlaq itu meliputi yang bathiniyah (dalam) di samping yang lahiriyah. Karena sikap batin termasuk materi kajian akhlaq. Sehingga boleh jadi seseorang yang tutur katanya santun, tingkah lakunya sopan, tetapi dia tidak berakhlaq mulia sebab bisa jadi demikian itu karena ingin mendapat pujian atau malah dalam rangka menipu.

Maka, akhlaqul Karimah adalah akhlaq yang baik dan terpuji, yaitu suatu aturan atau norma yang mengatur hubungan antar sesama manusia, dengan Tuhan dan alam semesta.

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-7] Agama itu Nasihat

Keagungan Akhlak Nabi

Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim di dalam Kitab ad-Dalaa-il dan al-Wahidi, dengan sanad yang bersumber dari ‘Aisyah bahwa tidak ada seorangpun yang memiliki akhlak yang lebih mulia daripada akhlak Rasulullah saw. Apabila seseorang memanggil beliau, baik sahabat, keluarga, ataupun penghuni rumahnya beliau selalu menjawab: “Labbaik (saya memenuhi panggilanmu)”. Ayat ini turun sebagai penegasan bahwa Rasulullah saw memiliki akhlak yang sangat terpuji

Firman Allah Ta’ala :

وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيم

Artinya: “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti (berakhlaq) agung”. (qs Al-Qalam [68]: 4).

Baca Juga: Pentingnya Memahami Fiqih Jual Beli dalam Berdagang

Keagungan akhlak Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, digambarkan oleh Istri Nabi, ‘Aisyah Radhiyallahu ‘anha, “Akhlak Nabi adalah Al-Quran”. (khuluuquhul Quran).

Pada ayat lain Allah menyebutkan:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” (QS Al-Ahzab:21).

Begitulah akhlak Nabi. Bahkan, Imam Ahmad menjelaskan, berdasarkan keterangan dari ‘Aisyah yang telah mengatakan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam sama sekali tidak pernah memukulkan tangannya kepada seorang pun dari pelayannya, dan tidak pernah sekalipun memukul seorang pun dari istri beliau.

Baca Juga: Selesaikan Masalahmu dengan Sabar dan Shalat

Juga tidak pernah memukulkan tangannya kepada siapa pun dari para sahabatnya atau murid-muridnya. Tangannya bergerak menghadang orang lain kecuali dalam perang di jalan Allah.

Beliau Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memiliki akhlak yang paling sempurna dan agung. Beliau selalu berada di puncak tertinggi pada masing-masing akhlak yang baik. Beliau adalah sosok yang lembut, santun, mudah bergaul dan dekat dengan sahabat-sahabatnya. Beliau senang bersilaturrahim, mendatangi undangan orang lain, memenuhi keperluan orang yang meminta sebagai pelipur lara orang yang meminta, selalu memberi dan tidak pernah membiarkan orang lain pulang tidak membawa hasil.

Apabila sahabat-sahabat beliau menginginkan sesuatu dari Rasulullah, beliau mengiyakan dan mengikuti mereka jika tidak ada halangan. Jika bertekad melakukan sesuatu, beliau senang berembug dan berdiskusi dengan para sahabatnya.

Rasulullah adalah sosok yang menerima kebaikan orang, memaafkan kesalahan orang dan selalu memperlakukan orang lain secara baik dan sempurna. Beliau tidak pernah bermuka musam, tidak pernah berkata kasar, tidak pernah bersikap dingin, tidak pernah terselip lidah, dan tidak pernah memendam dendam dengan perlakuan dingin orang lain terhadap dirinya. Namun justru beliau membalas semua keburukan orang lain dengan kebaikan. Beliau sungguh sangat penyabar.

Baca Juga: Cinta Dunia dan Takut Mati

Karena memang demikianlah, Shallallahu ‘Alaihi Wasallam diutus memang untuk menyempurnakan akhlak manusia. Seperti yang beliau tegaskan:

إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ

Artinya: “Sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang luhur.” (HR Bukhari).

Karenanya, beliau menjanjikan bahwa orang yang paling dekat dengan beliau kelak di akhirat, adalah orang yang paling bagus akhlaknya, seperti sabdanya:

إِنَّ مِنْ أَحَبِّكُمْ إِلَيَّ وَأَقْرَبِكُمْ مِنِّي مَجْلِسًا يَوْمَ القِيَامَةِ أَحَاسِنَكُمْ أَخْلَاقًا

Artinya: “Sesungguhnya yang paling aku cintai di antara kalian dan paling dekat tempat duduknya denganku pada hari kiamat adalah mereka yang paling bagus akhlaknya di antara kalian.” (HR AT-Tirmidzi)

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-5] Tentang Perkara Bid’ah

Bahkan dengan akhlak mulia, seseorang bisa memiliki kedudukan dan derajat menyamai orang yang rajin berpuasa dan rajin shalat. Sebagaimana sabdanya:

إِنَّ الْمُؤْمِنَ لَيُدْرِكُ بِحُسْنِ خُلُقِهِ دَرَجَةَ الصَّائِمِ الْقَائِمِ

Artinya: “Sesungguhnya seorang mukmin bisa meraih derajat orang yang rajin berpuasa dan shalat dengan sebab akhlaknya yang luhur.” (HR Ahmad dan Abu Dawud).

Oleh karena itu, akhlak yang luhur dan mulia termasuk perkara yang ditekankan dalam agama Islam. Dengan akhlak yang mulia inilah, akan tampaklah kesempurnaan dan ketinggian agama Islam ini, yaitu agama yang indah dan sempurna, baik dari sisi ‘aqidah, ibadah, adab dan akhlak. Sehingga berbondong-bondong orang tertarik, menetapi Islam, ikut mendukung perjuangan di jalan Allah, bahkan ikut di dalam jihad fi sabilillah, karena akhlak kita.

Maka, dengan semakin kokoh ‘aqidah dan keimanan seseorang, seharusnya semakin baik pulalah akhlaknya. Dengan bertambahnya ilmu dan imannya, bertambah luhur pula akhlaknya. Dan itulah kesempurnaan iman, seperti sabdanya:

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-4 ] Proses Penciptaan Manusia dan Takdir dalam Lauhul Mahfuzh

أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا

Artinya: “Orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya.” (HR At-Tirmidzi).

Oleh karena itu, jika ada di antara kita yang semakin bertambah ilmu agama Islamnya, tapi akhlaknya tidak semakin baik. Maka waspadalah, mungkin ada yang salah dalam diri kita dalam belajar agama Islam dan dalam mengamalkannya.

Jika kaum muslimin berhias dengan akhlak mulia serta menunaikan hak-hak saudaranya yang itu menjadi kewajibannya. Maka hal itu merupakan pintu gerbang utama masuknya manusia ke dalam agama Islam ini.

Ulama terkemuka, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baaz berkata, “Kaum muslimin pada hari ini, bahkan manusia seluruhnya, sangat membutuhkan penjelasan tentang agama Allah, tentang keindahan dan hakikat agama-Nya. Demi Allah, seandainya manusia dan dunia pada hari ini mengetahui  hakikat agama ini, niscaya mereka akan masuk Islam dengan berbondong-bondong sebagaimana mereka berbondong-bondong masuk Islam setelah Allah membebaskan kota Mekkah untuk Nabi-Nya.

Baca Juga: [Hadist Arbain ke-3] Rukun Islam

Adapun pada ujung akhirnya, dan ini yang sangat penting diperhatikan, bahwa tujuan utama kita berhias dengan akhlak mulia dan menunaikan kewajiban kita terhadap sesama manusia adalah dalam rangka taat kepada, dalam rangka mengharap ridha-Nya. Bukan untuk mendapatkan pujian dan perlakuan balasan yang semisal dari orang lain. Dalam hal ini Allah menegur kita di dalam ayat-Nya:

إِنَّمَا نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لَا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزَاءً وَلَا شُكُورًا

Artinya: “Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah. Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.” (QS Al-Insaan [76]: 9).

Oleh karena itu, janganlah kita berhias dengan akhlak yang mulia dengan mengharapkan mendapatkan perlakuan yang semisal dan sebanding dari orang lain. Sehingga walau tak berpujian, bahkan justru perlakuan buruk orang lain terhadap kita. Kita tetaplah harus berkahlak baik terhadap mereka.

Cakupan Akhlaq

Baca Juga: [Hadits Arbain ke-2] Rukun Islam, Iman, dan Ihsan

Akhlaq secara umum mencakup empat hal, yaitu:

Akhlaq terhadap Allah

Akhlak terhadap Allah adalah akhlaq kita sebagai makhluk-Nya yang wajib mentaati-Nya, beribadah kepada-Nya, dan mengabdi sebagai hamba-Nya.

Contoh akhlaq terhadap Allah adalah: bersikap tenang (khusyu’) ketika shalat, membiasakan istighfar dan dzikir seusai shalat, berdoa, dan bertawakkal kepada-Nya.

Baca Juga: Kaya Bukan Tanda Mulia, Miskin Bukan Tanda Hina

Berhusnudzan (berbaik sangka) terhadap Allah, qana’ah (merasa cukup) dengan segala pemberian-Nya, ikhlas melaksanakan dan menerima sesuatu hanya karena Alllah, syukur dan sabar atas pemberian Allah, istiqomah (teguh pendirian) dalam keyakinan.

Itu semua bagian dari akhlaq terhadap Allah.

Dan akhlaq tertinggi kepada Allah adalah menyembah-Nya, dengan tidak menyekutukannya, tidak berbuat syirik. Ya, tauhidullah, adalah akhlak tertinggi manusia terhadap Allah. Laa ilaaha illallaah.

Akhlaq terhadap diri sendiri

Akhlaq manusia terhadap dirinya adalah bahwa setiap kita berkewajiban memelihara diri kita sendiri secara fitrah, memenuhi hak anggota tubuh kita. Maka, jika ada orang yang membiarkan dirinya menderita, terjerembab dalam lembah nista, putus asa, apalagi sampai bunuh diri, ini dikategorikan berdosa.

Termasuk akhlak terhadap diri sendiri adalah ada saatnya bekerja dengan baik, belajar dengan tekun, dan ada jatahnya pula badan beristirahat dengan santai. Dianjurkan berpuasa sunah, tapi juga ada saatnya berbuka. Memporsir diri tanpa asupan makanan yang memadai, rehat yang cukup, juga akhlaq yang kurang pas pada diri sendiri.

Hidup bersih, berpakaian rapi, tertib dan teratur, itupun bagian dari akhlaq memperbagus kepribadian diri. Sehingga kita tampil terbaik sebagai seorang Muslim.

Akhlaq terhadap sesama manusia

Akhlaq manusia terhadap sesama manusia, sangat jelasdi mana satu sama lain kita saling berhubungan dan saling berkaitan. Karenanya manusia dengan sesamanya wajib saling membantu, tolong-menolong dalam kebajikan, serta saling menjaga jiwa, kehormatan, serta harta benda sesamanya.

Maka, tidak boleh kita mengambil harta orang lain, mencuri, apalagi merampoknya. Jika hendak memakainya, pun dengan seizin tuannya. Jika pinjam, kembalikan secara utuh. Apabila ada cacat gantilah yang senilai.

Jika salah, mintalah maaf. Jika berjanji tepatilah. Jika ada perubahan janji, komunikasikanlah. Jika berkata, yang jujurlah. Bersikap lapang dada, menghormati orang lain, menjalin persaudaraan, hidup berjama’ah. Semua adalah wujud akhlaq terhadap sesamanya.

Akhlaq terhadap alam lingkungan

Akhlaq manusia terhadap makhluk lainnya, inilah keindahan Islam dalam ajarannya. Islam membawa nilai-nilai kebaikan, kesejahteraan dan keselamatan terhadap makhluk-makhluk lainnya.

Dalam hal ini, bersih rumah dan lingkungan, penghijauan sekitarnya, tersedianya air jernih yang mengalir, terpeliharanya binatang-binatang, terjaganya tumbuh-tumbuhan dari penggundulan sewenang-wenang, itu semua akhlaq terhadap lingkungan.

Semoga kita dapat mengamalkannya. Aamiin. (A/RS2/P1)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Kolom
Khadijah
Khadijah
Indonesia
Kolom
Indonesia