Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Urgensi Ukhuwah Islamiyah (Oleh: Imaamul Muslimin Yakhsyallah Mansur)

Admin - Ahad, 4 November 2018 - 22:10 WIB

Ahad, 4 November 2018 - 22:10 WIB

3 Views ㅤ

Imaamul Muslimin (Hizbullah) Yakhsyallah Mansur

Firman Allah Subhanahu Wa Ta’ala,

إِنَّمَا ٱلْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا۟ بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersauda karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu  dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (QS. Al-Hujurat : 10)

Ayat ini menjelaskan bahwa kalau orang sudah sama-sama tumbuh iman dalam hatinya, tidak mungkin mereka akan bermusuhan karena pada hakikatnya orang beriman adalah bersaudara.

Baca Juga: Kepastian Kehancuran Negara Zionis Israel

Saudara dalam bahasa arabnya  اخ  pada arti lainyya berarti persamaan dan keserasian dalam banyak hal. Karenanya, persamaan dalam keturunan mengakibatkan persaudaran, persamaan dalam sifat-sifat juga mengakibatkan persaudaraan dan persamaan dalam kepercayaan juga mengakibatkan persaudaraan.

 

Bentuk jamak (plural) dari kata اخ dalam al-quran ada dua macam :

Pertama, اخوان  disebutkann 22 kali dalam Al-Quran yang biasanya digunakan untuk persaudaraan dalam arti tidak sekandung  seperti firman Allah Subhanau Wa Ta’ala :

Baca Juga: Maulid Nabi dalam Perspektif Rumi dan Interaksionisme Simbolik

 

فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ ۗ وَنُفَصِّلُ الْآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ

Artinya :  “Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.”  ( QS. At-Taubah : 11 )

Kedua, اخوة yang digunakan untuk arti persaudaraan sekandung, seperti Firman Allah Subhanau Wa Ta’ala :

Baca Juga: Setelah 42 Tahun Sabra Shatila, Energi Perlawanan Semakin Kuat

لَقَدْ كَانَ فِي يُوسُفَ وَإِخْوَتِهِ آيَاتٌ لِلسَّائِلِينَ

Artinya : “Sesungguhnya ada beberapa tanda-tanda kekuasaan Allah pada (kisah) Yusuf dan saudara-saudaranya bagi orang-orang yang bertanya.” (QS. Yusuf : 7).

Kata-kata  اخوة  yang digunakan dalam Al-Quran sebanyak 7 kali, seluruhnya digunakan untuk pengertian saudara seketurunan kecuali satu ayat dalam surat Al-Hujurat ayat 10 diatas.

Pada ayat ini digunakan kata “ikhwah” yang selalu digunakan untuk arti persaudaraan yang tidak seketurunan  padahal kalimatnya saudara seiman itu terdiri atas banyak manusia yang  tidak selalu seketurunan  atau sekandung.

Baca Juga: Ini, Sejarah Maulid Nabi dan Daftar Negara Muslim yang Merayakannya

Menurut Pakar tafsir Prof. Quraish Shihab, hal ini bertujuan mempertegas dan mempererat jalinan hubungan antara sesama Muslim, seakan-akan hubungan tersebut dijalin bukan saja oleh keimanan mereka yang ditunjuk oleh kata “Al- Mu’minun”, tetapi ia seakan dijalin oleh  persaudaraan seketurunan yang ditunjuk oleh kata “ikhwah” tersebut  sehingga tidak ada satu alasan untuk meretakkan hubungan antar mereka.

Untuk  merekatkan persaudaraan diantara umatnya, maka agama Islam dibangun atas faktor-faktor kesamaan sebagai berikut:

  1. Kesamaan Akidah

Seluruh ummat Islam memiliki kesamaan akidah yang berlandaskan kalimat syahadat “Tiada tuhan selain  Allah dan Muhammad adalah utusan Allah”.

Siapa saja yang mengucapkan kalimat ini, mereka adalah umat Islam dan mereka adalah saudara.

Baca Juga: Rabi’ul Awwal sebagai Bulan Maulid Nabi

 

  1. Kesamaan Ibadah

Kesamaan umat Islam dalam shalat, puasa, zakat  dan haji  merupakan basis kesatuan ummat dan menjadikan mereka  bersatu dalam ikatan persaudaraan yang kuat.

 

  1. Kesamaan Teladan

Rasulullah Muhammad SAW adalah teladan bagi umat Islam seluruhnya. Kesadaran akan hal ini dapat menjadi inspirasi kesatuan sikap dan perilaku dalam memperkuat persaudaraan ummat. Apalagi Rasulullah SAW menekankan bahwa keimanan seseorang tidak sempurna sebelum dia mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri.

Baca Juga: Lima Cara Membangun Keluarga Islami yang Dirindukan Surga

 

  1. Kesamaan sejarah

Kesamaan sejarah umat Islam tidak terbentuk atas dasar ikatan tanah air, kebangsaan, atau Bahasa, melainkan kesamaan dakwah para rasul. Setiap muslim mempunyai ikatan sejarah dengan nabi Adam, nabi Nuh, nabi Musa, nabi Isa, nabi Muhammad SAW dan orang beriman yang mengikuti mereka.

 

  1. Kesamaan Pedoman

Seluruh umat Islam memiliki pedoman yang sama yaitu Al-Quran dan As-Sunnah.  Dengan demikian, umat Islam mempunyai peraturan dan hukum yang sama, seandainya ada perbedaan maka perbedaannya hanyalah ijtihadiyyah (cara pandang) terhadap nash yang terdapat dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

Baca Juga: Parenting ala Orangtua Palestina

 

  1. Kesamaan Manhaj (jalan)

Manhaj (jalan) yang dijadikan oleh umat Islam adalah manhaj (jalan) para nabi dan orang-orang soleh yang  mengikutinya. Inilah yang mereka minta setiap saat terutama di waktu sholat yaitu,

اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ

“Tunjukilah kami jalan yang lurus (yaitu) jalan orang yang engkau beri nikmat kepada mereka bukan (jalan) mereka yang dimurkaidan bukan pula mereka yang sesat”  (- Q.S Al-Fatihah, 6-7)

Baca Juga: Lima Ciri Orang yang Diinginkan Kebaikan oleh Allah

  1. Persamaan Bahasa

Beragamnya bahasa merupakan karakter manusia yang perlu diperhatikan. Karena Al-Quran dan As-Sunnah sebagai sumber agama Islam menggunakan bahasa arab, maka bahasa arab menjadi bahasa yang digunakan oleh umat Islam dalam memahami agama secara bersama-sama.

Imam Syafi’i berkata: “Sesungguhnya secara tidak langsung, Allah mewajibkan semua manusia mempelajari Bahasa Arab karena dialog antara Allah dan manusia adalah melalui Al-Quran  (yang berbahasa arab) dan Allah menetapkan bahwa membaca Al-Quran (yang berbahAsa arab) sebagai ibadah”

  1. Kesamaan Kepemimpinan

Pada dasarnya umat Islam mempunyai pemimpin yang sama yaitu Rasulullah Muhammad SAW. Setelah Rasulullah SAW wafat wajib memilih dan mengangkat pemimpin sesudahnya sebagai khalifahnya dan iamam yang mengatur umat Islam dengan syariat Allah.

Melihat beberapa unsur kesamaan dalam syari’at Islam di atas maka apabila terjadi perpecahan di antara umat Islam penyebabnya bukan agama, tetapi karena salah paham, prasangka yang tidak baik atau kurang pengertian.

Baca Juga: Omong Doang: Janji Palsu yang Merusak Kepercayaan

Oleh karena itu, Allah melarang perbuatan yang akan menyebabkkan hilangnnya ukhuwah ini yaitu ; mengolok, mencela panggilan dengan gelar buruk, banyak prasangka , cari-cari kesalahan dan menggunjing (Q.S Al-Hujurat 49 : 11-12)

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ لَا يَسْخَرْ قَوْمٌ مِّن قَوْمٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُونُوا۟ خَيْرًا مِّنْهُمْ وَلَا نِسَآءٌ مِّن نِّسَآءٍ عَسَىٰٓ أَن يَكُنَّ خَيْرًا مِّنْهُنَّ ۖ وَلَا تَلْمِزُوٓا۟ أَنفُسَكُمْ وَلَا تَنَابَزُوا۟ بِٱلْأَلْقَٰبِ ۖ بِئْسَ ٱلِٱسْمُ ٱلْفُسُوقُ بَعْدَ ٱلْإِيمَٰنِ ۚ وَمَن لَّمْ يَتُبْ فَأُو۟لَٰٓئِكَ هُمُ ٱلظَّٰلِمُونَ

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ

 

Baca Juga: Pilkada 2024 Ajang Merajut Persaudaraan

“Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.

Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Al-Hujurat 49:11-12)

Oleh karena itu, apabila terjadi permusuhan diantara umat Islam hendaknya yang lain berusaha mendamaikainya. Dalam usaha mendamaikan ini, tidak ada maksud lain melainkan semata-mata mencari ridha Allah dan kasih sayang sesama orang beriman. Tidak ada kepentingan pribadi yang dipertahankan, baik kepentingan yang mendamaikan atau dua kelompok yang didamaikan.

Sehebat apapun permusuhan di antara umat Islam, Allah masih menganggap mereka sebagai orang yang beriman, sebagaimana firmannya:

وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا ۖ فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا

“Dan jika dua golongan dari orang yang beriman berperang maka damaikanlah diantara keduanya” (Q.S Al-Hujurat 49: 9)

Dalam ayat ini jelas perintah Allah kepada orang yang beriman yang memiliki rasa tanggung jawab untuk mendaiamaikan dua golongan yang sama-sama beriman yang keduanya terlibat peperangan.

Dari ayat ini pula kita mendapatkan pelajaran agar kita tidak mudah menganggap orang beriman sebagai orang kafir. Rasulullah SAW bersabda: “Tidaklah seseorang menuduh orang lain fasik dan menuduhnya dengan kafir, kecuali tuduhan itu akan kembali kepada si penuduh jika orang yang dituduh tidak seperti yang dituduhkan” (H.R Al-Bukhari)

Oleh karena itu ketika Abdullah bin Abbas ditanya seseorang mengapa terjadi peperangan antara sahabat Ali bin Abi Thalib dan sahabat Mu’awiyah Radiyallahu anhuma, beliau menjawab sebabnya adalah karena kalangan kami (Ali) tidak ada orang seperti  Mu’awiyah dan dibelakang Mu’awiyah tidak ada orang yang seperti Ali.

Hal ini juga yang disampaikan oleh Khalifah Umar bin Abdul Aziz ketika ditanya seseorang bagaimana sikapnya terhadap pertentangan antara golongan Ali dan Mu’awiyah, beliau berkata: “Tanganku lebih dibersihkan oleh Allah sehingga tidak turut terkena percikan darah yang tertumpah di waktu itu, maka saya harap janganlah engaku tanyakan lagi kepadaku bagaimana pendapatku dalam perkara itu, supaya lidahku tidak turut pula berlumur  dengan darah dalam peristiwa yang sudah lama berlalu”.

Agar umat Islam dapat menjaga persaudaraan di antara mereka, Rasulullah SAW bersabda:

اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. اَلتَّقْوَى هَهُنَا. يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ : بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ. رَوَاهُ مُسْلِمٌ.

“Setiap Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain, tidak boleh menganiaya, tidak boleh untuk menelantarkanya, dan tidak boleh menghinanya”. Taqwa ada disini, kata beliau sambil menunjukkan ke dadanya tiga kali. Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama muslim. Setiap Muslim terhadap muslim yang lain adalah haram darahnya, hartanya dan kehormatanya” (Dikeluarkan oleh Muslim)

Masih banyak hadits yang menjelaskan keutamaan persudaraan umat Islam. Hal ini menunjukan bahwa ukhuwah Islamiyah merupakan salah satu tonggak ajaran Islam yang sangat penting. (A/SR/RS2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Rekomendasi untuk Anda

Dunia Islam
Tausiyah
Khutbah Jumat