Ustaz Adi Hidayat Sarankan Kemenag-MUI Selesaikan Polemik Logo Halal

Jakarta, MINA – Pendakwah nasional menyarankan agar MUI dan Kementerian Agama duduk bersama menyelesaikan polemik logo .

“Tetapi tidak hanya diperbincangkan, tapi juga dikomunikasikan dengan baik ke masyarakat luas. Kemenag dan MUI duduk bersama, dari sana lalu menyampaikan konferensi pers, diterangkan ke masyarakat,” kata Adi dalam akun Youtube-nya, Selasa (15/3).

Lebih lanjut Adi, kalau masalah ini beralih ke Badan Penyelenggara Jaminan Halal (BPJH) masyarakat merasakan ketenangan, tidak menimbulkan polemik.

“Berbeda dengan situasi saat ini, Kemenag menyampaikan informasi, lalu MUI mengkritik atau mengoreksi. Yang penting masyarakat punya kejelasan dan ketenangan,” jelasnya.

Soal logo, Adi mengatakan, halal adalah hukum melekat dalam syariat Islam yang memberikan kepastian apa yang boleh dilakukan atau dikonsumsi. Kemudian apa yang tidak boleh dan dilarang.

“Untuk itu Allah dalam keterangan melalui ayat suci Alquran maupun penjelasan Nabi di hadist menegaskan, hal-hal terkait sifat kebolehan yang diikat oleh hukum syariat itu sifatnya mesti jelas,” imbuhnya.

“Jelas yang boleh dilakukan dan konsumsi, dan jelas mana yang dilarang dan yang tidak boleh atau haram,” ujarnya.

Ia menjelaskan, Allah dalam firmannya menyebut kalimat halal pertama di surah kedua Al-Baqarah ayat 168. Semua manusia tanpa kecuali dipersilahkan menebar di muka bumi untuk mencari kebutuhan pokok guna memenuhi kebutuhan makan. “Silahkan cari, silahkan makan, yang halal.”

Kalimat halal, ucap ustaz Adi, dinyatakan secara jelas dan tidak ambigu. Sehingga tidak menyulitkan bagi Muslim untuk menyikapi. Apakah ini boleh dilakukan atau dikonsumsi atau tidak.

Pul halnya di dalam hadits yang diriwayatkan  HR Muslim dan HR Bukhari.  Beliau menegaskan, yang halal itu mesti jelas. Pun yang haram juga mesti jelas. “Dan di antara yang halal dan haram ada yang subhat. Boleh jadi ada banyak orang yang tak diketahui statusnya. Karena itu orang yang tahu harus menjelaskan ini statusnya halal atau haram.”

Ia pun berharap Kementerian Agama, MUI, atau ulama terkait lainnya memberikan penjelasan ke masyarakat secara jelas, terang, dan tak boleh ambigu menyangkut halal ini.

“Ini bukan perkara seni. ini bukan perkara filosofi, ini masalah syariat yang harus terang dan jelas. Ini bukan halal di Indonesia, atau di tempat lain, bukan persoalan menggabungkan adat istiadat, ini ketentuan syariat harus terang dan jelas.”

Ia pun mengusulkan agar logo halal yang diperkenalkan dapat mudah dimengerti dan dipahami. Misal, kata Adi, bisa ditulis saja dengan tulisan bahasa arab yang terang yakni ‘halal’.

“Kemudian dibahasa Indonesiakan menjadi halal. Sehingga tidak perlu ribet dengan urusan filosofi, karena yang paling utama adalah tujuannya dalam memberikan kejelasan,” kata ustaz Adi. (R/R4/P2)

Mi’raj News Agency (MINA)

Wartawan: kurnia

Editor: Widi Kusnadi

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.