Image for large screens Image for small screens

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Damai di Palestina = Damai di Dunia

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

USULAN PEMERINTAH PERANCIS AKHIRI LARANGAN JILBAB, PICU PROTES POLITISI

Admin - Ahad, 15 Desember 2013 - 06:16 WIB

Ahad, 15 Desember 2013 - 06:16 WIB

620 Views ㅤ

Paris, 12 Safar 1435/15 Desember 2013 (MINA) – Sebuah laporan surat kabar Perancis menyebutkan, pemerintah Perancis mengusulkan untuk mengakhiri larangan jilbab perempuan Muslim, hal yang memicu protes kalangan politisi oposisi konservatif dan kalangan Sosialis.

Proposal yang diajukan juga menuntut diakhirinya larangan mengajar bahasa Arab dan menekankan dimensi Arab-Oriental  sebagai identitas Perancis, kutip Mi’raj News Agency (MINA) dari On Islam, Ahad (15/12).

Dalam proposal yang diajukan oleh pegawai negeri senior Thierry Tuot dan sekelompok ahli, melarang pihak berwenang dan media untuk menyebut kebangsaan masyarakat, agama atau etnis, dan penciptaan suatu pelanggaran “pelecehan rasial” baru.

Juga menganjurkan untuk mempromosikan pengajaran bahasa Arab dan Afrika di sekolah-sekolah Perancis.

Baca Juga: Diplomat Rusia: Assad dan Keluarga Ada di Moskow

Selain itu, menambahkan bahwa anak-anak sekolah harus belajar lebih banyak tentang perbudakan dan penjajahan serta membangun Museum Penjajahan.

Laporan itu juga mengatakan, larangan  yang diskriminatif  itu adalah pembenaran perpanjangan praktik diskriminasi di beberapa sektor seperti perusahaan swasta dan pelayanan publik.

Disebutkan, proposal menyuguhkan visi tentang bagaimana untuk lebih mengintegrasikan jutaan warga Perancis dan warga asal luar negeri.

Usulan itu diterima oleh Perdana Menteri Jean-Marc Ayrault yang berencana merombak kebijakan tentang Muslim tahun depan.

Baca Juga: Penulis Inggris Penentang Holocaust Kini Kritik Genosida Israel di Gaza

Kebijakan integrasi akan disiapkan oleh tim ahli khusus yang ditunjuk.

Disebutkan, Perancis dengan populasi Muslim terbesar di Eropa, harus mengakui dimensi Arab-Oriental sebagai identitas, misalnya dengan mengubah nama jalan dan tempat, menulis ulang kurikulum sejarah dan menciptakan satu hari khusus untuk menghormati kontribusi budaya imigran.

Pemimpin partai oposisi Persatuan Gerakan Populer (UMP),  Jean-François Cope, menolak laporan surat kabar Le Figaro dan menyebutnya sebagai “laporan mengejutkan”.

Cope menuduh pemerintah menggunakannya untuk “gelombang kain merah” (provokasi) di Perancis dalam rangka meningkatkan Front Nasional anti-imigran dan melemahkan UMP.

Baca Juga: Polandia Komitmen Laksanakan Perintah Penangkapan Netanyahu

“Saya tidak bisa menerima bahwa kita meninggalkan ide sekularisme untuk membiarkan agama mendikte hukum mereka di sekolah-sekolah republik,” kata Cope.

Cope adalah seorang menteri dalam pemerintahan mantan presiden Nicolas Sarkozy.

Perdana Menteri Jean-Marc Ayrault  yang akan memimpin pertemuan tingkat menteri bulan depan pada peningkatan integrasi, mengatakan kepada wartawan tidak ada rencana untuk menjatuhkan larangan jilbab dan menjauhkan diri dari penelitian.

“Karena saya hanya menerima laporan, tidak membuat kebijakan pemerintah,” kata Ayrault.

Baca Juga: Ratusan Ribu Warga Spanyol Protes Penanganan Banjir oleh Pemerintah

Marine Le Pen, Pemimpin Front Nasional, mengatakan pelaksanaan rekomendasi itu akan menjadi “deklarasi perang” terhadap Perancis dan menyerukan untuk mengakhiri kebijakan imigrasi massal.

Thierry Mandon, juru bicara kelompok parlemen Sosialis, mengatakan proposal itu “berbahaya”.

Diskriminasi terhadap Muslim Perancis

Perancis adalah rumah bagi hampir enam juta komunitas Muslim, terbesar di Eropa.

Baca Juga: Oxford Union Menyatakan Rezim ‘Apartheid’ Israel Lakukan Genosida

Pada 2004, negara Eropa melarang pemakaian jilbab, aturan wajib berpakaian perempuan dalam Islam di sekolah-sekolah.

Kemudian pada 2011, Perancis melarang pemakaian cadar atau niqab di tempat umum.
 
Muslim Perancis telah lama mengeluhkan meningkatnya diskriminasi dan sentimen permusuhan terhadap mereka di negara itu.

Sebuah jajak pendapat IFOP terbaru menemukan bahwa hampir setengah dari warga Perancis memandang Muslim sebagai ancaman terhadap identitas nasional mereka.

Muslim Perancis juga mengeluhkan pembatasan pada pembangunan masjid untuk melakukan shalat sehari-hari mereka.

Baca Juga: Rusia Kuasai Pusat Kota Kurakhovo, Garis Depan Ukraina

Amnesty International telah mengecam Perancis dan sejumlah negara Eropa seperti Belgia, Belanda, Spanyol dan Swiss atas diskriminasinya terhadap minoritas Muslim di negaranya. (T/P09/R2).

Mi’raj News Agency (MINA).

 

 

Baca Juga: Putin Punya Kebijakan Baru, Hapus Utang Warganya yang Ikut Perang

 

 

Baca Juga: Badai Salju Terjang Eropa Barat

Rekomendasi untuk Anda