Jakarta, 1 Dzulhijjah 1435/25 September 2014 (MINA) – Ketua Panitia Kerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk Rancangan Undang-Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH), Ledia Hanifa Amaliah mengatakan, UU JPH yang disahkan DPR memberikan adanya kepastian hukum dan jaminan kehalalan produk yang beredar di Indonesia.
Ledia mengharapkan, dengan adanya UU itu dapat memberikan rasa nyaman, keamanan dan keselamatan kepada masyarakat dalam mengonsumsi atau menggunakan produk halal.
“UU JPH dapat meningkatkan kemampuan pelaku usaha untuk menjamin kehalalan produknya, serta meningkatkan keterbukaan serta akses untuk mendapatkan informasi terhadap produk halal,” kata Ledia kepada Mi’raj Islamic News Agency (MINA) di sela Sidang Paripurna DPR di Gedung Nusantara II Jakarta, Kamis malam.
Selain itu, lanjut Ledia, RUU itu juga memberikan kepastian hukum dan jaminan halal bagi konsumen, khususnya masyarakat Islam sebagai konsumen terbesar di Indonesia.
Baca Juga: UAR Korwil NTT Ikuti Pelatihan Water Rescue
RUU yang disahkan pada masa persidangan akhir masa bakti anggota DPR RI periode 2009-2014 tersebut sebagai landasan pengawasan terhadap produksi dan peredaran produk dipasar domestik yang semakin sulit dikontrol akibat meningkatnya teknologi pangan, rekayasa genetik, bioteknologi, dan proses kimia biologis.
RUU itu juga memberikan landasan hukum tentang sistem informasi produk halal sebagai pedoman pelaku usaha dan masyarakat.
Menurut Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI itu, adanya UU JPH itu merupakan proses merubah prilaku produsen dari kebiasaan memproduksi dengan cara memisahkan antara halal dengan tidak halal.
“Sepanjang pengetahuan kami perusahaan yang melakukan sertifikasi halal pada setiap produk yang dihasilkannya justru omsetnya meningkat,” ujar Ledia.
Baca Juga: Cuaca Jakarta Diguyur Hujan Kamis Ini
Terkait siapa yang berhak mengeluarkan sertifikat halal, Ledia menjelaskan hal tersebut berhubungan dengan mekanisme yang sudah diatur dalam RUU JPH, Sertifikasi Halal dikeluarkan oleh pemerintah atas dasar fatwa yang diterbitkan Majelis Ulama Indonesia (MUI), hal itu menjadi satu kesatuan yang tidak bisa terpisahkan.
“UU itu menugaskan pemerintah memberikan jaminan seluas-luasnya dan memberikan kewenangan MUI untuk menyampaikan sosialisasi sistem sertifikasi halal yang dilakukannya dan menggunakan sistem itu sebagai satu standar sertifikasi halal di Indonesia,” tegas Ledia.
Untuk lembaga-lembaga sertifikasi halal lainnya yang berhak melakukan proses sertifikasi harus mengikuti standar yang ditetapkan badan bekerjasama dengan MUI.
Sertifikasi Produk Impor
Baca Juga: Tim Gabungan Lanjutkan Pencarian Korban Longsor Jawa Tengah
Sementara mengenai produk Impor, Ledia menjelaskan, hal itu menjadi pembahasan akhir RUU JPH, di mana dalam UU JPH, Produk Halal luar negeri yang akan diimpor ke Indonesia tidak perlu diajukan permohonan Sertifikasi Halalnya sepanjang Sertifikasi Halal diterbitkan oleh lembaga halal luar negeri yang telah melakukan kerja sama saling pengakuan.
Kerja sama internasional dalam bidang JPH yang dapat dilakukan pemerintah dapat berbentuk pengembangan JPH, penilaian kesesuaian, dan pengakuan Sertifikasi Halal.
Sertifikat halal produk impor itu wajib diregistrasi kepada sebelum Produk diedarkan di Indonesia. Pemeriksaan Sertifikasi Halal bagi produk impor dilakukan jika ada kasus pelanggaran yang dilaporkan.
Dia mengatakan, sanksi bagi pelaku usaha yang tidak melakukan registrasi sebagaimana ketentuan Peraturan Perundang-undangan JPH akan dikenai sanksi administratif berupa penarikan barang dari peredaran. Sementara pelaku usaha diberikan sanksi hukum Pidana jika adanya tindakan penipuan.
Baca Juga: BKSAP DPR Gelar Kegiatan Solidaritas Parlemen untuk Palestina
DPR akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Jaminan Produk Halal (JPH) dalam sidang paripurna pada Kamis (25/9).
Ledia menjelaskan RUU JPH itu terdiri dari 11 bab dan 68 pasal. Sedangkan, dalam rangka implementasinya, UU JPH ini mengamanatkan pembentukan delapan Peraturan Pemerintah dan dua Peraturan Menteri.
Ledia menambahkan, pelaksanaan RUU JPH setelah disahkan dilakukan secara bertahap yaitu dua tahun penyelesaian peraturan pemerintah dan menteri terkait UU JPH, dalam tiga tahun pendirian Badan Pelaksanaan Jaminan Produk Halal (BPJPH). Mulai lima tahun semua produk wajib bersertifikasi halal kecuali produk yang sudah jelas keharamannya.(L/P003/R05/P4)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Lomba Mewarnai dan Menggambar Al-Aqsa Meriahkan Festival Baitul Maqdis di Samarinda