Jakarta, MINA – Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan disahkan menjadi Undang-undang (UU) pada Rapat Paripurna DPR RI yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Fahri Hamzah.
RUU ini merupakan perbaikan dan penyesuaian daru UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
“Pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam pembangunan nasional yang saat ini pengaturannya dilaksanakan berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman. Namun dalam implementasinya UU tersebut masih terdapat beberapa kekurangan dan belum mampu memenuhi kebutuhan hukum masyarakat,” kata Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Michael Wattimena di hadapan Rapat Paripurna DPR RI, di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa (24/9).
Ia melanjutkan, kekurangan tersebut antara lain berupa adanya pergeseran paradigma sentralistik menjadi desentralistik yang terdapat dalam UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang turut mempengaruhi paradigma kewenangan pengelolaan budidaya pertanian.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Selain itu beberapa substansi UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman telah diajukan permohonan judicial review ke Mahkamah Konstitusi. Dalam putusan MK No.99/PUU-X/2012 dinyatakan bahwa dalam Pasal 9 ayat (3) bertentangan dengan UUD Negara RI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘dikecualikan untuki perorangan petani kecil’.
Selanjutnya dalam Pasal 12 ayat (1) juga dinyatakan bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘dikecualikan untuk perorangan petani kecil dalam negeri’.
Tidak hanya itu kebutuhan adanya sistem pembangunan berkelanjutan yang perlu ditumbuhkembangkan dalam pembangunan di bidang pertanian melalui sistem budi daya pertanian untuk mencapai kedaulatan pangan dengan memperhatikan iklim guna mewujudkan sistem pertanian yang maju, efisien, tanggung dan berkelanjutan.
“Implikasi dari berbagai permasalahan tersebutlah dirasakan perlu dilakukan perbaikan dan penyesuaian terhadap UU No 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, yang selanjutnya berdasarkan hasil pembahasan menjadi RUU Tentang Sistem Budi daya Pertanian Berkelanjutan,” paparnya.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
RUU yang baru saja disahkan ini dalam Sidang Paripurna ini terdiri dari 22 BAB dan 132 Pasal. Adapun beberapa materi muatan penting yang diatur dalam RUU ini diantaranya adalah pemanfaatan lahan untuk keperluan budidaya pertanian dilakuikan dengan pendekatan pengelolaan agroekosistem berdasarkan prinsip pertanian konservasi yang bertujuan melindungi, memulihkan, memelihara, dan meningkatkan fungsi lahan guna peningkatan produktivitas pertanian berkelanjutan.
Peredaran hasil pemuliaan petani kecil dikecualikan dari proses pelepasan oleh pemerintahan. Pengecualian kepada petani kecil dari perizinan dalam melakukan pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik, dimana petani kecil hanya melaporkan kepada pemerintah. (R/R10/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka