Uwais Al-Qarni, Terkenal Di Langit Tak Dikenal Di Bumi

(Gambar: google)
(Gambar: google)

Oleh: Rendy Setiawan, Jurnalis Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam suatu ketika pernah bercerita tentang Uwais Al-Qarni, sabdanya (yang artinya), “Dia seorang penduduk , daerah Qarn, dan dari kabilah Murad. Ayahnya telah meninggal. Dia hidup bersama ibunya dan dia berbakti kepadanya. Dia pernah terkena penyakit kusta. Dia berdoa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, lalu dia diberi kesembuhan, tetapi masih ada bekas sebesar dirham di kedua lengannya. Sungguh, dia adalah pemimpin para tabi’in.”

Kemudian Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda kepada bin Al-Khathab dan bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhuma, “Jika kalian bisa meminta kepadanya untuk memohonkan ampun (kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala) untukmu, maka lakukanlah!.”

Kehidupan Uwais Al-Qarni

Di Yaman, tinggal seorang pemuda bernama Uwais Al-Qarni yang berpenyakit sopak, tubuhnya belang-belang. Walaupun cacat, ia adalah pemuda yang shaleh dan sangat berbakti kepada ibunya. Ibunya adalah seorang wanita tua yang lumpuh. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Hanya satu permintaan yang sulit ia kabulkan.

Pemuda bernama Uwais Al-Qarni adalah seorang yang sangat miskin. Uwais adalah seorang anak yatim. Bapaknya sudah lama meninggal dunia. Ia hidup bersama ibunya yang buta. Selain ibunya, Uwais tidak lagi mempunyai sanak family sama sekali.

Dalam kehidupan sehari-harinya, Uwais bekerja mencari nafkah dengan menggembalakan domba-domba orang pada waktu siang hari. Upah yang diterimanya cukup untuk nafkahnya dengan ibunya. Bila ada kelebihan, terkadang ia pergunakan untuk membantu tetangganya yang hidup miskin dan serba kekurangan seperti dia dan ibunya. Demikianlah pekerjaan Uwais Al-Qarni setiap hari.

Berbakti kepada Orang Tua

Rasulullah pernah bersabda (yang artinya), “Sesungguhnya Allah mengharamkan atas kamu, durhaka pada ibu dan menolak kewajiban, dan meminta yang bukan haknya, dan membunuh anak hidup-hidup, dan Allah, membenci padamu banyak bicara, dan banyak bertanya demikian pula memboroskan harta (menghamburkan kekayaan).” (HR. Bukhari dan Muslim)

Selain terkenal sebagai anak yang taat pada ibunya, Uwais Al-Qarni juga taat beribadah. Hal itu diketahui dari kehidupannya sehari-hari. Uwais Al-Qarni juga seringkali melakukan puasa. Bila malam tiba, dia selalu berdoa, memohon petunjuk kepada Allah.

“Anakku, mungkin ibu tak lama lagi akan bersama dengan kamu, ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta ibunya. Uwais tercenung, perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh melewati padang pasir tandus lagi panas. Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Namun Uwais sangat miskin dan tak memiliki kendaraan.

Uwais terus berpikir mencari jalan keluar. Kemudian, dibelilah seeokar anak lembu, kira-kira untuk apa anak lembu itu? Tidak mungkinkan pergi Haji menaiki lembu. Olala, ternyata Uwais membuatkan kandang di puncak bukit. Setiap pagi ia bolak balik menggendong anak lembu itu naik turun bukit. “Uwais gila.. Uwais gila…” kata orang-orang yang melihatnya. Yah, kelakuan Uwais memang sungguh membuat aneh setiap orang yang melihatnya.

Tak pernah ada hari yang terlewatkan selain ia menggendong seekor anak lembu naik turun bukit. Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar tenaga yang diperlukan Uwais. Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.

Setelah 8 bulan berlalu, sampailah musim haji. Lembu Uwais telah mencapai 100 kg, begitu juga dengan otot Uwais yang makin membesar. Ia menjadi kuat mengangkat barang. Tahulah sekarang orang-orang apa maksud Uwais menggendong lembu setiap hari. Ternyata ia latihan untuk menggendong ibunya.

Uwais menggendong ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Mekkah! Subhanallah, alangkah besar cinta Uwais pada ibunya. Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.

Uwais berjalan tegap menggendong ibunya tawaf di Ka’bah. Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa. “Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais. “Bagaimana dengan dosamu?” tanya ibunya heran. Uwais menjawab, “Dengan terampunnya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridho dari ibu yang akan membawa aku ke surga.”

Subhanallah, itulah keinganan Uwais yang tulus dan penuh cinta. Allah Ta’ala pun memberikan karunianya, Uwais seketika itu juga disembuhkan dari penyakit sopaknya. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya. Tahukah apa hikmah dari bulatan putih disisakan di tengkuk? itulah tanda untuk Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib, dua sahabat utama Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam untuk mengenali Uwais.

Keinginan Bertemu Rasulullah

Berita tentang Perang Uhud yang menyebabkan Nabi Muhammad mendapat cedera dan giginya patah karena dilempari batu oleh musuh-musuhnya, telah juga didengar oleh Uwais Al-Qarni. Segera Uwais mengetok giginya dengan batu hingga patah. Hal ini dilakukannya sebagai ungkapan rasa cintanya kepada Nabi Muhammmad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, sekalipun ia belum pernah bertemu dengan beliau.

Hari demi hari berlalu, dan kerinduan Uwais untuk menemui Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam semakin dalam. Hatinya selalu bertanya-tanya, kapankah ia dapat bertemu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan memandang wajah Nabi dari dekat? Ia rindu mendengar suara Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, kerinduan karena iman.

Tapi bukankah ia mempunyai seorang ibu yang telah tua renta dan buta, lagi pula lumpuh? Bagaimana mungkin ia tega meninggalkannya dalam keadaan yang demikian? Hatinya selalu gelisah. Siang dan malam pikirannya diliputi perasaan rindu memandang wajah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Akhirnya, kerinduan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang selama ini dipendamnya tak dapat ditahannya lagi. Pada suatu hari ia datang mendekati ibunya, mengeluarkan isi hatinya dan mohon izin agar ia diperkenankan pergi menemui Rasulullah di Madinah. Ibu Uwais Al-Qarni walaupun telah uzur, merasa terharu mendengar permohonan anaknya. Ia memaklumi perasaan Uwais seraya berkata, “Pergilah wahai Uwais, anakku! Temuilah Nabi di rumahnya. Dan bila telah berjumpa dengan Nabi, segeralah engkau kembali pulang.”

Betapa gembiranya hati Uwais mendengar ucapan ibunya itu. Segera ia berkemas untuk berangkat. Namun, ia tak lupa menyiapkan keperluan ibunya yang akan ditinggalkannya, serta berpesan kepada tetangganya agar dapat menemani ibunya selama ia pergi. Sesudah berpamitan sembari mencium ibunya, berangkatlah Uwais menuju Madinah.

Pergi ke Madinah

Setelah menempuh perjalanan jauh, akhirnya Uwais Al-Qarni sampai juga di kota Madinah. Segera ia mencari rumah Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Setelah ia menemukan rumah Nabi, diketuknya pintu rumah itu sambil mengucapkan salam, keluarlah seseorang seraya membalas salamnya. Segera saja Uwais Al-Qarni menanyakan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang ingin dijumpainya.

Namun, Nabi tidak berada dirumahnya, beliau sedang berada di medan pertempuran. Uwais Al-Qarni hanya dapat bertemu dengan Aisyah ra, istri Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Betapa kecewanya hati Uwais. Dari jauh ia datang untuk berjumpa langsung dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, tetapi Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tidak dapat dijumpainya.

Dalam hati Uwais Al-Qarni bergolak perasaan ingin menunggu kedatangan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dari medan perang. Tapi kapankah Nabi pulang? Sedangkan masih terngiang di telinganya pesan ibunya yang sudah tua dan sakit-sakitan itu, agar ia cepat pulang ke Yaman, “engkau harus lekas pulang”.

Akhirnya, karena ketaatannya kepada ibunya, pesan ibunya mengalahkan suara hati dan kemauannya untuk menunggu dan berjumpa dengan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Karena hal itu tidak mungkin, Uwais dengan terpaksa pamit kepada Aisyah ra untuk segera pulang kembali ke Yaman, dia hanya menitipkan salamnya untuk Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Peperangan telah usai, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam pulang menuju Madinah. Sesampainya di rumah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam menanyakan kepada Aisyah ra tentang orang yang mencarinya. Nabi mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni anak yang taat kepada ibunya, adalah penghuni langit. Mendengar perkataan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, Aisyah ra dan para sahabat tertegun.

Menurut keterangan Aisyah ra, memang benar ada yang mencari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan segera pulang kembali ke Yaman, karena ibunya sudah tua dan sakit-sakitan sehingga ia tidak dapat meninggalkan ibunya terlalu lama. Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam melanjutkan keterangannya tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit itu, kepada para sahabatnya, “Kalau kalian ingin berjumpa dengan dia, perhatikanlah ia mempunyai tanda putih di tengah talapak tangannya.”

Sesudah itu, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam memandang kepada Ali ra dan Umar ra seraya berkata, “Suatu ketika apabila kalian bertemu dengan dia, mintalah doa dan istighfarnya, dia adalah penghuni langit, bukan orang bumi.”

Kebenaran Sabda Rasulullah

Waktu terus berganti, dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam kemudian wafat. Kekhalifahan Abu Bakar pun telah digantikan pula oleh Umar bin Khatab. Suatu ketika, khalifah Umar teringat akan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam tentang Uwais Al-Qarni, penghuni langit. Beliau segera mengingatkan kembali sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam itu kepada sahabat Ali bin Abi Thalib ra.

Sejak saat itu setiap ada kafilah yang datang dari Yaman, Khalifah Umar ra dan Ali ra selalu menanyakan tentang Uwais Al Qarni, si fakir yang tak punya apa-apa itu, yang kerjanya hanya menggembalakan domba dan unta setiap hari? Mengapa khalifah Umar ra dan sahabat Nabi, Ali ra, selalu menanyakan dia?

Rombongan kafilah dari Yaman menuju Syam silih berganti, membawa barang dagangan mereka. Suatu ketika, Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu pun tiba di kota Madinah. Melihat ada rombongan kafilah yang baru datang dari Yaman, segera Khalifah Umar ra dan Ali ra mendatangi mereka dan menanyakan apakah Uwais Al-Qarni turut bersama mereka. Rombongan kafilah itu mengatakan bahwa Uwais Al-Qarni ada bersama mereka, dia sedang menjaga unta-unta mereka di perbatasan kota. Mendengar jawaban itu, Khalifah Umar ra dan Ali ra segera pergi menjumpai Uwais Al-Qarni.

Sesampainya di kemah tempat Uwais berada, Khalifah Umar ra dan Ali ra memberi salam. Tapi rupanya Uwais sedang shalat. Setelah mengakhiri shalatnya dengan salam, Uwais menjawab salam Khalifah Umar ra dan Ali ra sambil mendekati kedua sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ini dan mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Sewaktu berjabatan, Khalifah Umar ra dengan segera membalikkan tangan Uwais, untuk membuktikan kebenaran tanda putih yang berada di telapak tangan Uwais, seperti yang pernah dikatakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Memang benar! Tampaklah tanda putih di telapak tangan Uwais Al-Qarni.

Wajah Uwais Al-Qarni tampak bercahaya. Benarlah seperti sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa dia itu adalah penghuni langit. Khalifah Umar ra dan Ali ra menanyakan namanya, dan dijawab, “Abdullah.” Mendengar jawaban Uwais, mereka tertawa dan mengatakan, “Kami juga Abdullah, yakni hamba Allah. Tapi siapakah namamu yang sebenarnya?” Uwais kemudian berkata, “Nama saya Uwais Al-Qarni”.

Dalam pembicaraan mereka, diketahuilah bahwa ibu Uwais Al-Qarni telah meninggal dunia. Itulah sebabnya, ia baru dapat turut bersama rombongan kafilah dagang saat itu. Akhirnya, Khalifah Umar dan Ali ra memohon agar Uwais membacakan do’a dan istighfar untuk mereka. Uwais enggan dan dia berkata kepada Khalifah, “Sayalah yang harus meminta do’a pada kalian.”

Mendengar perkataan Uwais, khalifah berkata, “Kami datang kesini untuk mohon doa dan istighfar dari Anda.” Seperti yang dikatakan Rasulullah sebelum wafatnya. Karena desakan kedua sahabat ini, Uwais Al-Qarni akhirnya mengangkat tangan, berdoa dan membacakan istighfar. Setelah itu Khalifah Umar ra berjanji untuk menyumbangkan uang negara dari Baitul Mal kepada Uwais untuk jaminan hidupnya.

Segera saja Uwais menampik dengan berkata, “Hamba mohon supaya hari ini saja hamba diketahui orang. Untuk hari-hari selanjutnya, biarlah hamba yang fakir ini tidak diketahui orang lagi.”

Uwais Al-Qarni Wafat

Beberapa tahun kemudian, Uwais Al-Qarni berpulang ke rahmatullah. Anehnya, pada saat dia akan dimandikan, tiba-tiba sudah banyak orang yang berebutan untuk memandikannya. Dan ketika dibawa ke tempat pembaringan untuk dikafani, di sana pun sudah ada orang-orang yang menunggu untuk mengafaninya. Demikian pula ketika orang pergi hendak menggali kuburannya, disana ternyata sudah ada orang-orang yang menggali kuburnya hingga selesai. Ketika usungan dibawa menuju ke pekuburan, luar biasa banyaknya orang yang berebutan untuk mengusungnya.

Meninggalnya Uwais Al-Qarni telah menggemparkan masyarakat kota Yaman. Banyak terjadi hal-hal yang amat mengherankan. Sedemikian banyaknya orang yang tak kenal berdatangan untuk mengurus jenazah dan pemakamannya, padahal Uwais Al-Qarni adalah seorang fakir yang tidak dihiraukan orang. Sejak ia dimandikan sampai ketika jenazahnya hendak diturunkan ke dalam kubur, disitu selalu ada orang-orang yang telah siap melaksanakannya terlebih dahulu.

Penduduk kota Yaman tercengang. Mereka saling bertanya-tanya, “Siapakah sebenarnya engkau wahai Uwais Al-Qarni? Bukankah Uwais yang kita kenal, hanyalah seorang fakir, yang tak memiliki apa-apa, yang kerjanya sehari-hari hanyalah sebagai penggembala domba dan unta? Tapi, ketika hari wafatmu, engkau menggemparkan penduduk Yaman dengan hadirnya manusia-manusia asing yang tidak pernah kami kenal. Mereka datang dalam jumlah sedemikian banyaknya. Agaknya mereka adalah para malaikat yang diturunkan ke bumi, untuk mengurus jenazah dan pemakamanmu.”

Berita meninggalnya Uwais Al-Qarni dan keanehan-keanehan yang terjadi ketika wafatnya telah tersebar ke mana-mana. Baru saat itulah penduduk Yaman mengetahuinya, siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni. Selama ini tidak ada orang yang mengetahui siapa sebenarnya Uwais Al-Qarni disebabkan permintaan Uwais Al-Qarni sendiri kepada Khalifah Umar ra dan Ali ra, untuk merahasiakan tentang dia. Barulah di hari wafatnya mereka mendengar sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

“Dialah Uwais Al-Qarni, tidak dikenal penduduk bumi tapi sangat dikenal penduduk langit.” (P011/R02)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)

Ikuti saluran WhatsApp Kantor Berita MINA untuk dapatkan berita terbaru seputar Palestina dan dunia Islam. Klik disini.