Oleh: Ali Farkhan Tsani, Redaktur Senior Kantor Berita MINA
Di tengah belum meredanya pandemi virus Covid-19, dan masih terus dilakukannya uji coba vaksinnya, para ahli virus kini harus bekerja keras lagi untuk mempelajari lebih lanjut tentang munculnya varian baru covid-19 yang lebih cepat menyebar.
Apakah varian baru ini dapat menyebabkan penyakit yang lebih parah, dan apakah vaksin resmi yang saat ini diedarkan dapat melindungi orang terhadapnya? Masih terus dicarikan jawabannya oleh para peneliti.
Penelitian yang dilakukan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusian AS, menyatakan belum ada bukti bahwa varian tersebut menyebabkan penyakit yang lebih parah atau peningkatan risiko kematian.
Baca Juga: [Hadits Arbain ke-25] Tentang Bersedekah Tidak Mesti dengan Harta
“Apa yang kami ketahui, virus memang dapat terus berubah melalui mutasi, dan varian baru virus dapat muncul seiring waktu. Terkadang varian baru muncul dan menghilang. Di lain waktu, varian baru muncul dan bertahan,” seperti disebutkan CDC pada laman resminya, pada Ahad (3/1/2021).
Virus Covid-19 adalah jenis keluarga besar corona, sesuai bentuk mahkota (crown) di permukaannya.
Ilmuwan memantau perubahan virus, termasuk perubahan paku mahkota di permukaan virus. Studi ini, termasuk analisis genetik virus, untuk membantu memahami bagaimana perubahan pada virus dapat memengaruhi cara penyebarannya dan apa yang terjadi pada orang yang terinfeksi.
Beberapa varian baru virus beredar di Inggris, dalam bentuk varian baru dengan jumlah mutasi yang sangat besar. Varian ini sepertinya menyebar lebih mudah dan cepat dibandingkan varian lainnya.
Baca Juga: Tafsir Surat Al-Fatihah: Makna dan Keutamaannya bagi Kehidupan Sehari-Hari
Varian ini pertama kali terdeteksi pada September 2020 dan sekarang sangat umum di London dan Inggris Tenggara. Sejak itu telah terdeteksi pula di banyak negara di seluruh dunia, termasuk Amerika Serikat, Kanada dan Afrika Selatan. Varian lain baru-baru ini juga muncul di Nigeria.
Di Afsel varian ini awalnya terdeteksi pada awal Oktober, berupa beberapa mutasi yang sama dengan varian yang terdeteksi di Inggris Raya.
Menurut CDC, para ilmuwan terus bekerja untuk mempelajari lebih lanjut tentang varian ini, dan diperlukan lebih banyak penelitian untuk memahaminya. Seberapa luas varian baru ini menyebar, bagaimana varian baru itu berbeda, bagaimana penyakit yang disebabkan oleh varian baru tersebut berbeda dengan penyakit yang disebabkan oleh varian lain yang saat ini beredar, dan seterusnya.
Pejabat kesehatan masyarakat tentu sangat memerlukan hasil penelitian ini dengan cepat untuk kemudian menindaklanjuti cara mengontrol penyebarannya.
Baca Juga: Sejarah Al-Aqsa, Pusat Perjuangan dari Zaman ke Zaman
Menurut Prof Ian Jones, Guru Besar Virologi di University of Reading Inggris, perubahan varian baru dalam virus sangat memungkinkan.
Ketika virus berkembang biak, ia meregenerasi variasi ekstensif, tetapi tetap memiliki keterkaitan dengan virus asli yang menginfeksi. Namun varian baru ini tidak dapat mendominasi, kecuali ia mendapatkan beberapa kondisi yang memberikan keuntungan bagi virus untuk berkembang.
Menurutnya, varian adventif kemungkinan besar juga dapat saja muncul di belahan dunia di mana infeksi merajalela, bukan hanya di Inggris. Seperti ia tulis pada Science Media Center (SMC), 14 Desember 2020.
Yang penting sekarang, seperti dikatakan Prof Neil Ferguson dari MRC Center for Global Infectious Disease Analysis, bahwa jumlah infeksi virus terbukti turun saat sekolah tutup dan orang-orang tidak merayakan Natal.
Baca Juga: Bebaskan Masjidil Aqsa dengan Berjama’ah
Jadi, kembali kepada kita, seberapa besar kita bisa melonggarkan langkah-langkah pencegahan atau membiarkannya. Budaya 3 M (Mencuci tangan dengan sabun, Memakai masker dengan benar dan Menjaga jarak di kerumunan) masih harus terus diberlakukan. (A/RS2/RS1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Tak Perlu Khawatir Tentang Urusan Dunia