Vatican City, 27 Jumadil Akhir 1436/16 April 2015 (MINA) – Menyikapi reaksi Pemerintah Turki terkait pernyataan Paus Pope Francis pada Ahad lalu, Vatikan menyatakan Paus tidak berniat menciptakan polemik terkait peristiwa 1915 yang menimpa etnis Armenia, juru bicara Vatikan Pastor Federico Lombardi mengatakan Rabu (15/4).
Paus Francis menyebut peristiwa 1915 menyebabkan Armenia menjadi bangsa pertama yang mengalami “genosida” pada abad ke-20, Anadolu Agency yang dikutip Mi’raj Islamic News Agency (MINA), melaporkan.
Pernyataan itu menyebabkan Turki memanggil pulang duta besarnya di Vatikan untuk konsultasi dan juga memanggil utusan Vatikan di Ankara untuk minta penjelasan.
“Pidato Paus sangat jelas. Ia mengutip pernyataan yang ditandatangani oleh Paus Yohanes Paulus II dan Kerekin II (tahun 2001) yang menggunakan kata ‘genosida’ dalam konteks itu,” kata Lombardi dalam konferensi pers dan dia menambahkan untuk tidak perlu membuat pernyataan lebih lanjut tentang masalah tersebut.
Baca Juga: ICC Keluarkan Surat Perintah Penangkapan Netanyahu dan Gallant
“Tapi, kami akan mencatat keberatan dari pihak Turki. Kami tidak pernah berusaha untuk membuat polemik,” katanya.
Dia juga mengatakan, seruan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk pembentukan Komisi Sejarah Bersama adalah tawaran yang menarik dan bermakna.
Peristiwa 1915 terjadi selama Perang Dunia I ketika sebagian penduduk Armenia yang tinggal di Kekaisaran Ottoman berpihak pada Rusia, menyerang dan memberontak terhadap Kekaisaran.
Kekaisaran Ottoman memindahkan warga Armenia di Anatolia timur menyusul terjadinya pemberontakan dan ada korban di pihak Armenia selama proses relokasi.
Baca Juga: Turkiye Tolak Wilayah Udaranya Dilalui Pesawat Presiden Israel
Etnis Armenia telah menuntut permintaan maaf dan kompensasi, sementara Turki secara resmi telah membantah tuduhan Armenia atas insiden itu, meskipun banyak etnis Armenia tewas.
Namun, banyak orang Turki yang juga tewas dalam serangan kelompok-kelompok Armenia di Anatolia.
Pemerintah Turki telah berulang kali meminta sejarawan untuk mempelajari arsip Ottoman yang berkaitan dengan era itu untuk mengungkap apa yang sebenarnya terjadi antara pemerintah Ottoman dan warga Armenia. (T/P001/P2)
Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Baca Juga: Setelah 40 Tahun Dipenjara Prancis, Revolusioner Lebanon Akan Bebas