New York, MINA – Seperti diprediksi sebelumnya, Amerika Serikat (AS) pada sesi sidang akhir DK PBB memveto Draft Resolusi yang menolak keputusan Presden AS Donald Trump tentang Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
“Apa yang merepotkan bagi beberapa orang adalah bahwa Amerika Serikat memiliki keberanian dan kejujuran untuk mengenali kenyataan mendasar,” kata Nikki Haley, Duta Besar AS untuk PBB, Senin (18/12) waktu setempat.
“Yerusalem telah menjadi tanah air politik, budaya, dan spiritual masyarakat Yahudi selama ribuan tahun, mereka tidak memiliki ibu kota lain,” lanjutnya, seperti dilaporkan Al Jazeera.
Baca Juga: AS Pertimbangkan Hapus HTS dari Daftar Teroris
Haley menambahkan, Amerika Serikat memiliki hak kedaulatan untuk menentukan di mana dan kapan mendirikan sebuah kedutaan.
Ia menggambarkan pemungutan suara tersebut sebagai “penghinaan yang tidak akan dilupakan”.
Seperti halnya Inggris, Perancis, Rusia, dan Cina, AS adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB, dengan kekuatan untuk menolak resolusi apa pun melalui penggunaan hak veto.
Rancangan Resolusi yang disusun oleh Mesir menegaskan posisi Yerusalem, dan menegaskan bahwa “keputusan dan tindakan apa pun yang dimaksudkan untuk mengubah karakter, status atau komposisi demografis Kota Suci Yerusalem tidak memiliki efek hukum, tidak berlaku dan tidak berlaku lagi, maka harus dibatalkan sesuai dengan resolusi yang relevan dari Dewan Keamanan PBB”.
Baca Juga: Mahasiswa Yale Ukir Sejarah: Referendum Divestasi ke Israel Disahkan
Rancangan juga menyebutkan, sangat menyesalkan keputusan baru-baru ini mengenai status Yerusalem.
Duta Besar Perancis untuk PBB, Francois Delattre, mengatakan negaranya menyesalkan keputusan AS mengenai Yerusalem.
“Rancangan resolusi ini menegaskan sebuah konsensus internasional mengenai Yerusalem yang telah dibangun selama beberapa dekade,” kata Delattre.
Pemungutan suara untuk resolusi dilakukan kurang dari dua pekan setelah pidato kontroversial Trump.
Baca Juga: Israel Caplok Golan, PBB Sebut Itu Pelanggaran
Deklarasi Trump menimbulkan kemarahan dan demonstrasi yang meluas di Palestina dan di kota-kota besar di seluruh dunia.
Sejak keputusan tersebut, 9 warga Palestina telah terbunuh dan lebih dari 1.900 orang terluka dalam demonstrasi di wilayah pendudukan Tepi Barat, Yerusalem Timur, dan Jalur Gaza.
Mengantisipasi hak veto AS, pimpinan Palestina di Tepi Barat berjanji untuk membawa masalah ini ke Majelis Umum PBB untuk meminta penyelesaian sebuah resolusi.
Menteri Luar Negeri Otoritas Palestina Riyad al-Maliki mengatakan dalam sebuah pernyataan, “Negara-negara anggota Majelis Umum PBB akan diminta untuk memberikan suara pada rancangan resolusi, seperti diajukan dalam sidang Dewan Keamanan yang telah diveto AS.
Baca Juga: AS Tolak Laporan Amnesty yang Sebut Israel Lakukan Genosida di Gaza
“Di Majelis Umum, AS tidak akan bisa menggunakan hak istimewa ini,” kata Maliki.
Sejak tahun 1970-an, ketika pertama kali mulai diberlakukan hak veto, AS telah menjatuhkan sekitar 42 hak veto pada sidang resolusi Dewan Keamanan PBB yang berkaitan dengan Israel dan tindakannya di wilayah Palestina yang diduduki.
Turki, pendukung utama Palestina, juga memimpin upaya untuk mengeluarkan sebuah resolusi melalui Majelis Umum PBB.
Sebuah pemungutan suara yang mendukung resolusi tersebut di Majelis Umum dengan 193 anggota, bagaimanapun, memang tidak mengikat secara hukum.
Baca Juga: Mayoritas Anak Muda dan Wanita AS Kecam Serangan Israel di Gaza
Namun ini berarti menjadi rekomendasi dan akan bertindak sebagai ekspresi sikap masyarakat internasional terhadap Yerusalem. (T/RS2/RI-1)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Trump Ancam Keras Jika Sandera Israel Tak Dibebaskan Sebelum Pelantikannya