WAE REBO adalah sebuah desa adat yang terletak di Kecamatan Satar Mese Barat, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Desa ini berada di ketinggian sekitar 1.200 meter di atas permukaan laut dan dikelilingi oleh pegunungan yang hijau. Karena letaknya yang cukup terpencil, untuk mencapai Wae Rebo, pengunjung harus menempuh perjalanan darat sekitar 6 jam dari Labuan Bajo dan dilanjutkan dengan trekking sejauh kurang lebih 3 jam melalui hutan tropis.
Wae Rebo dijuluki “desa di atas awan” karena lokasinya yang berada di ketinggian dan seringkali diselimuti kabut, terutama di pagi hari. Suasana desa yang tampak terapung di atas awan ini memberikan pengalaman visual yang memesona dan seringkali membuat para wisatawan merasa seperti berada di negeri dongeng.
Keunikan Wae Rebo terletak pada rumah adatnya yang disebut Mbaru Niang. Rumah ini berbentuk kerucut dan memiliki lima tingkat yang seluruhnya terbuat dari bahan alami seperti kayu, bambu, dan ijuk. Mbaru Niang merupakan simbol persatuan dan kehidupan komunal masyarakat Wae Rebo, dan hanya ditemukan di desa ini.
Arsitektur Mbaru Niang menunjukkan kearifan lokal yang luar biasa. Lima lantai rumah ini memiliki fungsi masing-masing, mulai dari tempat tinggal keluarga, penyimpanan makanan, barang pusaka, hingga tempat persembahan untuk roh leluhur. Desain ini menunjukkan keharmonisan antara manusia dan alam serta keberlanjutan dalam pembangunan.
Baca Juga: 15 Tips Menjadi Ayah yang Baik: Panduan untuk Ayah Milenial
Pada tahun 2012, Wae Rebo menerima penghargaan Award of Excellence dari UNESCO dalam ajang UNESCO Asia-Pacific Heritage Awards. Penghargaan ini diberikan atas upaya pelestarian rumah adat Mbaru Niang dan budaya lokal secara kolektif oleh masyarakat desa. Ini menjadi bukti internasional atas keindahan dan nilai historis Wae Rebo.
Wae Rebo dikelilingi oleh hutan tropis lebat dan perbukitan hijau yang menciptakan lanskap alam yang sangat menawan. Matahari terbit dan terbenam di desa ini menawarkan pemandangan dramatis dengan latar belakang pegunungan dan kabut yang menari di udara.
Masyarakat Wae Rebo hidup dalam tatanan sosial tradisional yang masih kuat. Mereka menjalani kehidupan agraris, menanam kopi, sayuran, dan rempah-rempah dengan metode organik. Budaya gotong royong, ritual adat, dan penghormatan terhadap leluhur menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari.
Setiap tamu yang datang ke Wae Rebo wajib mengikuti upacara penyambutan yang disebut “Waelu”, yang dipimpin oleh tetua adat. Ini merupakan bentuk penghormatan dan perlindungan spiritual bagi pengunjung. Upacara ini menjadi daya tarik budaya yang unik bagi wisatawan yang ingin merasakan interaksi otentik dengan budaya lokal.
Baca Juga: Ahlul Qur’an: Mencintai, Menghafal, dan Mengamalkan
Selain keindahan alam dan arsitektur, Wae Rebo juga dikenal sebagai penghasil kopi arabika berkualitas tinggi. Kopi Wae Rebo tumbuh di dataran tinggi dengan kondisi alam yang sangat ideal, menghasilkan cita rasa kopi yang khas, dengan aroma kuat dan rasa asam seimbang yang dihargai di pasar domestik dan mancanegara.
Wae Rebo menjadi contoh pengembangan ekowisata berbasis masyarakat yang berhasil. Pengelolaan wisata dilakukan oleh warga secara kolektif dengan tetap menjaga nilai adat dan lingkungan. Wisatawan bisa belajar tentang kehidupan adat, pertanian organik, serta pentingnya konservasi budaya dan alam.
Pemerintah daerah dan lembaga swadaya masyarakat telah membantu mendukung konservasi desa Wae Rebo dengan pendekatan partisipatif. Pembangunan dilakukan tanpa merusak alam dan budaya, seperti dengan pembatasan jumlah pengunjung per hari dan pelarangan pembangunan modern yang merusak keaslian desa.
Masyarakat Wae Rebo sangat menjaga kelestarian lingkungan. Mereka tidak membuang sampah sembarangan, tidak menggunakan pestisida kimia, dan menjaga keberadaan hutan adat. Mereka percaya bahwa menjaga alam adalah bagian dari ibadah dan warisan yang harus dilestarikan untuk generasi mendatang.
Baca Juga: Meniti Jalan Ahlul Qur’an: Menggapai Derajat Mulia
Keindahan Wae Rebo membuatnya menjadi lokasi favorit para fotografer dan pembuat film dokumenter. Komposisi lanskap yang dramatis, rumah adat eksotis, dan kehidupan tradisional yang unik menjadikan setiap sudut desa ini layak diabadikan dan disebarluaskan sebagai warisan budaya Indonesia yang luar biasa.[]
Mi’raj News Agency (MINA)