Jakarta, MINA – Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas mengatakan, pihaknya tak mempermasalahkan Surat Edaran (SE) Menteri Agama Nomor 5 Tahun 2022 tentang Pedoman Penggunaan Pengeras Suara Masjid dan Musala.
Sebagai bangsa yang majemuk, menurut Anwar, memang sudah sepantasnya volume pengeras suara masjid dan musala diatur. Hanya saja, dia menyayangkan pernyataan Menag yang menjadikan suara anjing sebagai contoh kebisingan.
“Sebenarnya maksud dari Pak Menteri baik, cuma mengambil contoh yang salah. Kalau seandainya suara burung, misalkan kita tinggal di suatu komplek, mereka di sana pelihara burung, lalu burungnya berkicau gitu, saya rasa tidak masalah,” ungkap Anwar Abbas di Jakarta, Kamis (24/2).
Dia menilai, pemilihan diksi suara anjing sebagai contoh untuk menjelaskan urgensi SE Menag itu tidak tepat, karena anjing sendiri dikenal sebagai binatang yang air liurnya najis. Sehingga secara tak langsung pria yang akrab dipanggil Gus Yaqut itu sedang menyamakan lantunan azan dengan najis.
“Tapi ini kan dia sebut anjing, anjing itu kan sesuatu yang air liurnya najis. Jadi suara azan disamakan dengan najis, itu kan begitu,” kata Anwar Abbas.
“Maksudnya memang baik ya, tapi pemilian diksinya, pemilihan kalimat dan contoh yang kurang tepat. Kalau seandainya beliau (Menag) tidak sebut kata anjing, tapi dia sebut misalkan burung beo gitu ya, memang berisik juga, tapi saya rasa orang-orang tidak akan marah,” kata Anwar. (L/R2/RS2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Sertifikasi Halal untuk Lindungi UMK dari Persaingan dengan Produk Luar