Doha, MINA – Indonesia mengirimkan delegasi untuk mengikuti konferensi internasional tentang pendidikan perempuan di Afghanistan International Conference on Afghan Womens’ Education (ICAWE).
Mereka adalah Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Euis Amalia, Staf Khusus Presiden RI yang juga dosen UIN Sunan Kalijaga Siti Ruhaeni, Dosen UIN Sunan Djati Bandung Nina Nurmila dan Dosen Universitas Muhammadiyah Jogjakarta Rahmawati Husein.
Kegiatan serupa sebelumnya telah dilaksanakan di Jakarta dan Bali. ICAWE adalah atas inisiatif Pemerintah RI melalui Kementerian Luar Negeri dan Pemerintah Qatar yang outputnya diharapkan dapat membantu penyusunan road map serta menjadi input bagi high level meeting terkait penyelesaian masalah akses pendidikkan bagi perempuan Afganistan.
Pada forum workshop ini dibahas beberapa isu yaitu: menyadari pentingnya pemberdayaan perempuan Afghanistan melalui pendidikan, Negara Qatar dan Republik Indonesia menjadi tuan rumah bersama ICAWE untuk mendukung masa depan pendidikan perempuan Afghanistan. Konferensi ini secara khusus akan fokus pada upaya mengatasi hambatan dan rintangan yang menghalangi akses perempuan Afghanistan untuk mendapatkan pendidikan yang berkualitas.
Baca Juga: Fikri MER-C: Senang Bisa Kembali, Tapi Tak Tega Tinggalkan Gaza
Untuk itu, sebelum ICAWE ke-2, tuan rumah bersama akan menyelenggarakan Lokakarya Konferensi Internasional ke-2 tentang Pendidikan Perempuan Afghanistan: “Pendidikan untuknya, Kemajuan untuk Semua (Education for Her, Progress for All).” Lokakarya ini menyediakan platform bagi para ahli untuk meninjau kondisi pendidikan perempuan Afghanistan saat ini, mendiskusikan kemajuan yang telah dicapai sejauh ini, dan mengidentifikasi tantangan yang masih ada yang perlu diatasi.
Sejumlah pendekatan dan inisiatif strategis yang ditawarkan oleh delegasi Indonesia untuk mengatasi masalah ini adalah:
1) Diperlukan berbagai pendekatan termasuk pendekatan kultural untuk dapat dilakukan dialog dengan pemerintahan yang berkuasa melalui narasi keagamaan dalam hal ini ajaran Islam tentang pentingnya pendidikan bagi perempuan, dalam konteks ini dibutuhkan juga adanya forum pertemuan para ulama terutama yang memiliki pemikiran moderat seperti Indonesia, Malaysia dan lainnya;
2) Menguatkan sistem pendidikkan yang memungkinkan dapat diterima pemerintah yaitu model madrasah dari tingkat dasar sampai menengah yang memisahkan siswa laki-laki dan perempuan baik dipisah jam belajar ataupun dipisah gedung;
Baca Juga: Cuaca Jakarta Hari Ini Diprediksi Hujan Ringan
3) Membangun ekosistem dan infrastruktur yang kondusif untuk dibukanya akses belajar bagi siswa perempuan;
4) Menawarkan kurikulum dengan perspektif integrasi keilmuan dan keislaman yang memberikan basis pengetahuan bagi para siswa, model pembelajaran di Indonesia, Malaysia dan negara lain dapat dijadikan best practice untuk model kurikulum seperti madrasah terpadu ini. (R/R7/P2)
Mi’raj News Agency (MINA)
Baca Juga: Komjen Ahmad Dofiri Jadi Wakapolri Gantikan Agus Andrianto