Jakarta, MINA – Pekerjaan menjadi jurnalis merupakan kerja yang sangat mulia dengan menyampaikan informasi berita kepada masyarakat, karena wartawan harus memahami dan dibekali Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
Hal itu dikatakan Wakil Ketua Dewan Pers Ahmad Djauhar saat menjadi pembicara “Pelatihan One Masjid One Journalist (OMOJ)” Angkatan ke delapan di Masjid Darussalam, Kota Wisata Cibubur, Jakarta, Sabtu (10/11). Kegiatan ini terselenggara atas kerjasama Forum Jurnalis Muslim (Forjim) dengan Yayasan Darussalam Kota Wisata.
Djauhar mengatakan kerja-kerja jurnalistik merupakan kerja mulia dengan menyampaikan informasi berita kepada masyarakat.
“Kode etik mengatur 11 ketentuan menjadi wartawan. Seluruh point tersebut merupakan kesepakatan bersama (konsensus) lebih dari 50 asosiasi profesi jurnalis se-Indonesia. Di samping itu, wartawan diwajibkan untuk mengikuti uji kompetensi wartawan (UKW),” kata Djauhar.
Baca Juga: MUI Tekankan Operasi Kelamin Tidak Mengubah Status Gender dalam Agama
Ia memaparkan, pasca reformasi banyak berita-berita yang tidak jelas kebenarannya berseliweran. “Dan banyak sekali yang langsung percaya. Penyakit ini bukan hanya di Indonesia, tapi juga seluruh dunia mengalami hal yang sama,” ujarnya.
“Kita harus berusaha mengambil dan menyebarkan informasi yang baik dan bermanfaat. Bekerja sebagai wartawan, tidak lepas dari Kode Etik Jurnalistik. Nah, jika ada wartawan yang bermasalah padahal sudah melaksanakan kode etik, maka kami yang akan memediasi dengan pihak terkait,” tambahnya.
Ia menjelaskan, Dewan Pers memiliki peran untuk mediasi antara media yang bersangkutan dengan pihak yang merasa dirugikan. Proses penyelesaian masalah tersebut dinamakan ajudikasi dan mediasi.
Ia juga mengharapkan kerja jurnalistik tidak mengandung fitnah, agitasi dan mengadu-domba masyarakat.
Baca Juga: Prof. El-Awaisi Serukan Akademisi Indonesia Susun Strategi Pembebasan Masjidil Aqsa
Menurut dia, kelemahan wartawan saat ini yaitu tidak mengedepankan verifikasi faktual. “Wartawan harusnya tidak langsung percaya omongan orang. Wartawan harus skeptis. Apalagi kalau menyangkut pihak ketiga,” katanya.
Ia menandaskan, keberadaan Dewan Pers adalah menjaga Kemerdekaan Pers di Indonesia terjamin. Karena penguasa yang berkuasa di manapun keinginannya sama, dapat mengendalikan media.
Menurutnya, dari 11 negara-ASEAN, hanya Indonesia saat ini yang menjamin kemerdekaan pers.
“Kami pernah mengalami represifitas pemerintah di Orde Baru. Itu ngeri sekali. Sangat menakutkan. Media yang dianggap berbahaya, langsung disikat. Saya berharap, tidak ada lagi kriminalisasi terhadap pers,” ujarnya. (L/R03/P1)
Baca Juga: Syeikh Palestina: Membuat Zionis Malu Adalah Cara Efektif Mengalahkan Mereka
Mi’raj News Agency (MINA)