Wakil Rektor UIN Ar-Raniry : Musuh Islam ‎adalah ‎Perilaku Tidak Islami

(Foto: KWPSI)

, 4 Jumadil Awwal 1438/3 Maret 2017 (MINA) – Kondisi umat Islam di berbagai belahan dunia termasuk di tanah air saat berada dalam posisi yang kurang menguntungkan, mengalami kemunduran, dan kerap merasakan kekalahan dengan segala kelemahannya ketika berhadapan dengan umat agama lain.

Wakil Rektor III UIN Ar-Raniry H Syamsul Rijal mengatakan, hal itu terjadi disebabkan umat Islam mundur karena sudah tidak lagi mempraktikkan ajaran Islam yang termuat dalam Al-Qur’an dan . Padahal itu adalah pedoman kita agar hidup bahagia dunia dan akhirat.

Berbagai kelemahan yang dirasakan, musuh utamanya bukanlah karena kehebatan mereka di luar Islam seperti dari Yahudi dan Nasrani, tapi musuh sebenarnya adalah di internal karena perilaku umat Islam itu sendiri yang yang tidak Islami dan jauh dari nilai-nilai agamanya.

“Umat Islam hari ini mundur dan mengalami kekalahan karena meninggalkan ajaran Islam, sementara umat lain di luar Islam mereka maju juga karena meninggalkan ajaran agamanya dan berprilaku hidup dengan akhlak islami dalam kehidupan meski mereka bukan Islam. Karenanya, musuh islam yang sebenarnya, ya oknum umat Islam itu sendiri yang perilakunya tidak Islami,” ujar Syamsul Rijal saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Kupi Luwak, Jeulingke, Rabu (1/3) malam.

Dia mengatakan, perilaku oknum umat Islam yang tidak islami ini juga akan membawa citra yang negatif pada Islam, sehingga umat lain akan menilai Islam itu dengan pandangan tidak baik, demikian keterangan pers KWPSI.

Bahkan, seorang Ulama Mesir, Muhammad Abduh pernah mengatakan “Al-islamu mahjubun bil muslimin” yang artinya, kehebatan dan keindahan Islam justru tertutup oleh prilaku umat Islam sendiri.

“Kenapa orang-orang di luar Islam terkadang melihat negatif Islam, karena keindahannya tertutup oleh perilaku umat Islam yang tidak sesuai perintah Allah dan ajaran Rasulullah. Meskipun yang sebenarnya, jangan kita sangkutkan Islam itu kurang baik jika ada umat Islam yang salah,” terangnya.

Dia menambahkan, Al-Qur’an dan Hadits merupakan dua peninggalan Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam yang harus selalu dirujuk oleh setiap muslim dalam segala aspek kehidupan. Satu dari sekian aspek kehidupan yang amat penting adalah pembentukan dan pengembangan karakter pribadi muslim.

Pribadi muslim yang dikehendaki oleh Al-Qur’an dan Hadits adalah pribadi yang saleh, pribadi yang sikap, ucapan dan tindakannya terwarnai oleh nilai-nilai yang datang dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Selama ini persepsi masyarakat tentang pribadi muslim memang berbeda-beda, bahkan banyak yang pemahamannya sempit sehingga seolah-olah pribadi muslim yang baik itu tercermin pada orang yang hanya rajin menjalankan Islam dari aspek ubudiyah, ibadah mahdhah atau sebatas ritual saja, padahal itu hanyalah salah satu aspek yang harus lekat pada pribadi seorang muslim.

Sementara masih banyak aspek lain yang harus diperhatikan agar kita menjadi muslim yang disamping saleh ritual hubungan baik dengan Allah, tapi juga saleh sosial dengan akhlak dan moral yang baik sesama manusia (hablum minannas).

“Kita ketahui, shalat wajib itu interval waktu pelaksanaannya hanya lima kali sehari semalam. Tapi nilai-nilai yang ada dalam shalat itu, harus kita implementasikan setiap waktu dalam kehidupan sehari-hari. Karena gagal shalat kita, perilaku di luar shalat tidak baik, akhlak dan moral yang rendah serta mengabaikan hak-hak sesama muslim di sekitar kita,”ujarnya.

Dia mengatakan, seorang muslim yang ideal itu adalah kombinasi antara kemampuan hard skill berupa kemampuan berbicara dan perkataan yang sejalan dengan kemampuan soft skill yaitu kemampuan karakter dan perilaku akhlak Islami dalam kehidupan sehari-hari.

“Pendidikan karakter Islami itu biasanyabisa kita lihat di jalan raya, bagaimana kita menghargai hak orang lain dan tidak melanggarnya. Harus ada rasa malu kita mendahului orang lain tidak pada tempatnya, karena itu bukan perilaku islami,” jelasnya.

Jika seorang muslim menampilkan perilaku-perilaku yang tidak mewakili Islam maka secara sadar atau tidak dia telah berkontribusi—sedikit atau banyak—dalam menghalangi manusia dari jalan Allah (shaddun ‘an sabilillah). Ini merupakan salah satu problem besar umat Islam hari ini.

Karenanya, lanjut Prof Syamsul, jika ada umat Islam yang tidak maju dan kerap kalah, maka jangan sibuk cari kambing hitam ke orang lain, tapi evaluasi diri kita.

“Kita tidak maju, karena kita sendiri yang tidak mau karena kebodohan, tidak punya rasa malu, malas‎ dengan menunda-nunda pekerjaan, hilangnya kepercayaan sesama umat Islam,” ungkapnya.

Idealnya memang dalam segala hal kita menjadi etalase Islam. Artinya, tidak sesuatu pun yang tampil dari diri kita melainkan semuanya menjadi cerminan Islam.

“Kita menyadari bahwa berkomitmen pada Islam melalui cara menjadi bagian dari Islam belum terealisasi optimal. Masing-masing kita pasti berbeda tingkat capaian atau kemampuan dalam menampilkan Islam dalam dirinya,” katanya.

Hal yang menggembirakan kita, katanya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala mengetahui segala kelemahan dan keterbatasan manusia. Karenanya, Allah pun menjadikan sikap taubat dan kembali, dari waktu ke waktu, untuk evaluasi sambil membenahi langkah kehidupan kita yang masih keliru. Dengan kemudahan ini, tidak sulit bagi kita berkomitmen pada Islam, jika niat terus dijaga. (T/R01/P1)

Mi’raj Islamic News Agency (MINA)